15. Letting Go

3.6K 615 121
                                    

Warning: Prepare your heart

.
.

“Im Yoona brengsek! Beraninya dia menyentuh wajahmu seperti ini. Lain kali aku akan membuat perhitungan untuknya.” Sedari tadi Changmin tak henti-hentinya memaki Im Yoona yang telah membuat Hyung kesayangannya menjadi tak karuan seperti ini.

Changmin menghela napas sambil membenarkan rambut Jaejoong yang berantakan. “Bagaimana bisa terjadi seperti ini, hm?” selain itu Changmin juga memberikan plester di pipi Jaejoong yang terkena cakaran ganas gadis itu.

Namun Jaejoong hanya diam membisu. Semenjak hyung cantiknya ini meneleponnya lalu ia datang dan mendapati keadaan Jaejoong sudah mengenaskan, Jaejoong belum mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya mengucapkan nama Im Yoona dan Changmin mengerti betul apa maksudnya, Jaejoong hyungnya begini karena gadis sialan itu.

Changmin sebetulnya masih berada dalam kelas saat Jaejoong meneleponnya dengan suara menyedihkan untuk meminta pertolongan. Saat itu, tanpa pikir panjang lagi Changmin langsung kabur dari kuliahnya dan mengabaikan teriakan dosennya.

Ia berlari seperti kesetanan menuju gedung kantin universitas yang agak jauh dari gedung fakultasnya. Lalu ia mencelos saat mendapati Jaejoong yang sudah terlihat menyedihkan, orang-orang yang lalu lalang di sana tengah membicarakannya. Changmin pun memeluk hyung cantiknya sebelum membawanya dari sana.

“Hyung, kau baik-baik saja kan? Ayo bilang sesuatu padaku. Jangan buat aku khawatir.” Changmin berkata cemas sambil mengelus wajah Jaejoong yang tiba-tiba saja basah karena air mata.

“Changmin-ah.” Dengan tangis berurai Jaejoong menghambur ke pelukan Changmin.

“Hyung, kau tahu kau bisa cerita apapun padaku. Jangan sedih, ada aku di sini.” Changmin membalas pelukan Jaejoong dengan erat sambil mengelus punggung ringkih itu.

Namun Jaejoong tidak bercerita apapun, ia hanya sibuk menangis dalam dekapan Changmin. Changmin pun hanya bisa menghela napasnya. Tak apa, mungkin Jaejoong memang belum siap untuk menjelaskan apapun padanya.

“Changmin-ah,” gumam Jaejoong lemah.

“Hmm... kenapa? Ada apa?”

“Apa menjadi seorang gay itu dianggap sakit? Yoona bilang gay itu penyakit dan aku menularkannya pada Yunho. Tapi kenapa aku merasa sehat? Bukankah tidak ada yang salah denganku? Ah benar, karena itulah keluargaku tidak menginginkanku. Apa orang sepertiku memang tidak pantas ada? Mungkin seharusnya aku mati saja waktu itu.”

“Kim Jaejoong!! Sudah kubilang aku benci kalau kau seperti ini! Jangan katakan itu lagi!” bentak Changmin. Hatinya teriris melihat wajah Jaejoong yang kosong dan menyiratkan  luka. Ia kembali memeluk Jaejoong dengan erat. “Kau berharga, ingat itu. Jika semua orang di dunia ini memalingkan wajah darimu, kau harus ingat kalau kau selalu punya aku, Junsu, Minwoo, Geunsuk, Junho, kami semua akan selalu ada di pihakmu. Jangan katakan itu lagi, itu menyakitiku.”

Changmin dan yang lain menyebutnya dengan fase rapuh. Jika Jaejoong memasuki fase ini, itu artinya hatinya benar-benar terluka, tidak, sekarat lebih tepatnya. Ini adalah masa di mana Jaejoong akan merasa insecure dengan dirinya sendiri. Ia akan merasa bahwa keberadaannya di dunia ini adalah suatu kesalahan. Paling parah, ia merasa tidak pantas hidup dan seringkali berpikir untuk mati. Penyebabnya memang lebih sering karena orientasi seksualnya.

Junsu pernah bilang Jaejoong pernah mengalami masa-masa kritis dengan psikologisnya setelah Jaejoong terlibat kecelakaan paska diusir oleh keluarganya sendiri. Jaejoong mengalami gangguan kecemasan. Meski sudah tidak lagi menjalani perawatan dengan psikiater namun akan ada masa di mana Jaejoong mengalami kerentanan. Itulah yang mereka sebut fase rapuh di mana saat ia mengalaminya, Jaejoong memerlukan seorang pendamping untuk kembali menguatkan jiwanya.

Share The WorldМесто, где живут истории. Откройте их для себя