Chapter 3

56 6 0
                                    

Pintu mobil terbuka, seseorang berperawakan tinggi namun cenderung kurus keluar dari dalam. Ada kemiripan di wajahnya Daniel. Orang tersebut berdiri berhadapan dengan Daniel.

“Kenapa lagi?” tanya Daniel ketus.

Ayahnya hanya tersenyum.

“Daniel Fernando,” Ayah Daniel menyebut nama Daniel dengan lengkap. Daniel mulai risih. “Masih betah jadi Mahasiswa di sini?”

“Tentu. Kenapa memangnya ?” jawab Daniel sedikit ketus.

Ayahnya tertawa. Daniel sedikit merinding.

“Gimana kabarmu? Lama sekali aku tidak melihatmu,”

“Masih Kerja, masih kuliah,” Daniel mulai kesal dengan orang ini.

“Baguslah,” Ayah Daniel mengambil topi vest dan cerutu dari tangan salah satu pengawalnya.

“Aku kira kau sudah tak betah untuk kuliah di sini” tambahnya. Dia berjalan kembali ke limousine-nya Mercedes-Benz S550 Maybach 72" diikuti bodyguard-nya, salah seorang membukakan pintu, sebelum ayahnya masuk, dia berbicara tanpa memandang ke arah anaknya.

“Pulanglah, orang-orang di rumah mengharapkanmu untuk pulang,” ucap Ayah Daniel lantas masuk ke dalam mobil, lalu mobil melaju meninggalkan pemuda itu berdiri sendiri di trotoar jalan.

Daniel yang kesal segera menendang sebuah kaleng bekas, ke arah perginya mobil tersebut.

Daniel lalu kembali ke ruang klub musiknya. Kejadian tersebut ternyata tak sengaja dilihat oleh Michael.

"Kenapa lagi, Niel?" tanya Michael ingin tahu.

“Gak ada apa-apa kok. Sudah, tenang aja,” ucap Daniel sembari menepuk pundak Michael.

Michael hanya menghela napas.

“Jujur ya, Niel. Gue juga bingung. Maksudnya, Lo kan sudah punya keluarga yang begitu kaya, kok masih saja mau kerja capek-capek sambil kuliah di swasta,” kata Michael sembari mengambil sebatang rokok dari sakunya.

“Ya, gimana ya... Lo kan sudah tahu sendiri kenapa gue sampai bisa seperti ini," balas Daniel malas, sembari menyulut sebatang rokok.

“Ya, tapi... Aneh saja gue lihat anak konglomerat, kerja sebagai freelancer sebuah perusahaan buat hidup sendiri," Michael menggaruk kepalanya, bingung.

Daniel tertawa sambil menikmati sejuknya angin di tengah mendung sore hari.

“Masuk lagi yuk lanjut latihan latihan. Kasihan yang lain pada nunggu,” Daniel masuk duluan ke ruangan musik yang disusul oleh Michael di belakangnya.

Mereka lalu melanjutkan latihan lagi seperti biasa.

                                ***

Handphone yang Daniel letakkan di meja kerja berbunyi, namun deringnya bukanlah pertanda alarm. Ada telepon masuk. Daniel berjalan malas menuju meja kerja. Dilihatnya nama si penelpon...

Lala

“Kak Daniel!” suara penelepon diujung sana mengagetkan Daniel. Daniel menjauhkan hp-nya sedikit dari telinganya, lalu mendekatkannya kembali.

SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang