12. Bertemu

724 157 9
                                    

Hampir dua jam lamanya Yuki dipermak oleh Carlos. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Hingga pegal punggung rasanya karena terlalu lama duduk. Tapi harus Yuki akui, jika ia puas dengan hasil tangan ajaib Carlos padanya. Benar-benar ajaib.

Rambut Yuki yang biasanya ia biarkan lurus dan diikat tinggi, kini tampak bervolume manis dengan ujung curly, dan riasan wajah yang natural. Wah. Yuki berdecak kagum melihat dirinya sendiri. Beberapa saat kemudian Keyna datang dengan dua kantong belanjaan di tangannya.

"Wah Ikuy, cantik banget. Carlos, youre the best." Keyna mengacungkan jempolnya.

"Jari-jari manjah Carlos, tak pernah mengecewakan." ucap Carlos dengan gayanya yang kemayu.

"Iya deh, percaya. Sekarang Ikuy ganti baju pakek ini." Keyna menyerahkan kantong belanjaan itu pada Yuki.

"Key, ini beneran perlu ya? Gue kan cuma mau nonton."

Keyna berdecak kesal. Yuki ini, kenapa dia tak paham juga sih. "Gini deh, kalo lo ngerasa dandan buat ngedate..."

"Nonton."

"Ya whatever lah. Kalo lo ngerasa itu semua berlebihan, gimana kalo lo nganggep semua ini buat diri lo sendiri. Perempuan tampil cantik nggak harus buat acara ataupun buat orang lain. Menghargai diri sendiri itu penting. Dan ini adalah salah satu caranya. Paham."

Yuki mengangguk pelan. Iyain aja biar cepet. "Nah sekarang, mending lo cepet-cepet ke kamar mandi, ganti baju. Karena gue udah nelfon Al buat ke sini."

"Lo, apa?"

"Udah buruan."

Keyna mendorong Yuki untuk cepat pergi ke kamar mandi. Yuki hanya bisa menurut dengan pasrah. Keyna terkekeh, lucu saat melihat Yuki menurut padanya seperti itu. Keyna menunggu Yuki sambil mengobrol dengan Carlos. Sampai suara lembut yang familiar di telinga Keyna terdengar.

"Kina, sayang."

"Mama."

"Kamu ngapain di sini, kok masih pakek seragam sekolah."

Rania, ibu kandung Keyna. Wanita berambut hitam legam seperti Keyna, wajahnya yang masih cantik diusia yang tak lagi muda tampak seperti Keyna dalam versi lebih dewasa.

"Ah itu Ma, Kina lagi sama Ikuy." jawab Keyna gugup.

"Yuki di sini?" Rania tampak terkejut. Keyna mengangguk pelan. "Ka..kalo gitu Mama pulang dulu ya. Kamu jangan pulang sore-sore."

"Iya Ma. Mama hati-hati di jalan." Keyna tersenyum tipis menghantar kepergian sang ibu.

Namun, baru beberapa langkah Rania pergi. Suara Yuki terdengar di belakangnya, membuat wanita itu tanpa bisa menahan diri menoleh.

"Key, ini tolong iketin." Yuki belum menyadari kehadiran Rania, dia mendekat pada Keyna dengan kepala menunduk. "Susah deh Key, gue mau pakek..."

Rasanya seperti waktu berhenti berputar. Sudah berapa tahun, tiga, bukan tapi empat tahun. Dalam rentang waktu itu Rania melihat perubahan dalam diri Yuki. Dia bukan lagi gadis kecil yang sering pergi ke rumahnya, bermain bersama Keyna. Dia remaja cantik yang tumbuh dewasa. Sama seperti Rania, Yuki pun terpaku melihatnya. Sekalipun telah lama tak berjumpa, bukan berarti Yuki melupakan wajah wanita itu. Tiba-tiba saja perut Yuki melilit, seperti seseorang telah memukulnya telak.

"Yuki, apa kabar?" setelah hening yang rasanya begitu panjang, Rania berucap.

Yuki memutus kontak mata mereka dengan menunduk. "Baik." hanya satu kata itu yang bisa keluar dari mulut Yuki.

"Kamu mau pergi ya, sama Kina?" Rania tahu seharusnya dia berhenti dan segera pergi dari hadapan gadis yang telah ia sakiti, tapi dia tidak bisa, Rania tidak ingin pergi begitu saja.

|| BOOK TWO : ALKI || Terima KasihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang