04.1

25 3 2
                                    

Matahari baru juga terbit, tapi aku sudah menginjakkan kaki di sekolah. Sedang menunggu para pasukan ngaret yang sukses membuatku menahan emosi sepagi ini. Astaga, mereka niat lomba nggak sih sebenarnya?! Untuk apa kemarin sore mulutku sampai pegal mewanti-wanti mereka agar datang sesuai dengan waktu kesepakatan jika pada hari H-nya baru beberapa orang yang menunjukkan batang hidung di menit ke lima belas dari waktu yang ditentukan? Pada akhirnya mereka memegang teguh pedoman kebanyakan manusia zaman sekarang, ngaret!

"Ck, coba cek grup. Tanya yang lain sudah di mana. Lima belas menit  nggak kumpul, mending balik lagi aja ke rumah sono. Gue batalin lombanya, bodo amat rugi uang pendaftaran!" sambil masih terus meneror grup aku menyuruh Okin untuk menghubungi rekan-rekannya.

"Udah, Kak. Katanya go-car mereka di-cancel tiga kali, ini udah di perempatan Kali Bata," balas Okin takut-takut ketika kulirik sinis.

Aku mendesah lega dalam hati. Oke. Perempatan Kali Bata ke Taman Makam Pahlawan Kali Bata tidak jauh-jauh banget. "Nginep di tempat siapa, sih?"

"Putri, Kak."

Aku ber-oh ria mendengar jawaban Ria. Tahu gitu niat bermalam di rumah Putri yang diajukan anak-anak lainnya mending aku tidak izinkan kalau begini akhirnya. Lagian aneh, usulanku untuk menginap di sekolah di tentang pihak Yayasan dengan alasan yang membuatku memutar bola mata malas dan hampir mengumpat. Takut keran sekolah tidak keluar air, katanya. Padahal zamanku dulu kamar mandi aman-aman saja dipakai untuk mandi oleh pasukanku jika menginap di sekolah.

Aksi gerutuku berhenti ketika derap suara langkah dari beberapa orang terdengar. Aku langsung meliriknya, lengkap dengan raut wajah datar. Dengan malas aku berujar, "Gue kira udah pada nggak mau lomba."

"Kak, maaf, itu di-cancel terus booking-an kita. Maaf, Kak."

"Kak Dumai please jangan marah, kasih kita seri aja. Nggak apa-apa. Serius."

"Kak, push up di sini juga nggak apa-apa, sekarang juga. Nih, saya lakuin nih."

Sebelum anak-anak lainnya turun untuk memantaskan diri pada posisi push up seperti yang diinginkan Tauza sebagai penebus dosa dari keterlambatan mereka kali ini, aku mengacungkan tangan. Tanda menyuruh mereka berhenti dan kembali ke posisi semua.

"Meskipun lo semua bikin gue kesel sepagi ini. Gue masih bisa memakluminya," kataku sambil menghela napas. "tapi, setiap kesalahan pasti ada konsekuensinya 'kan?" mereka mengangguk kompak. "itu gue pikirin nanti, sekarang cepet naik ke mobil terus kalau sampai duluan di sana, beres-beres barang di barak. Jangan lupa apel! Pakai jaketnya. Kostum sebisa mungkin habis diangkut digantung. Atribut susun di meja. Pantofel disemir. Bisa?"

"Siap, bisa, Kak!"

Aku mengangguk. "Mang Iyang udah di mobil. Gih. Jangan lupa berdoa! Good luck, guys!"

Pasukan tersenyum. Berbasa-basi sebentar dan tos-an denganku sebelum benar-benar masuk ke dalam mini bus milik Yayasan.

"Kak Dumai sendirian dong? Kalau nggak naik mobil sama-sama?" Okin bertanya lagi, ketika aku bilang kepadanya jika aku tidak ikut dalam rombongan mobil pasukan.

"Ho'oh. Gampang gue, mah."

"Sama siapa, Kak? Acieeeee." Tauza menimpali dengan senyum menggoda di bibirnya. Menularkan kata 'cie-cie' ke anak-anak lainnya yang mungkin lupa aku masih dalam mode bete ke mereka.

Tanganku mengibas menyuruh mereka segera masuk mobil. "Sama manusia. Ya, kali, sama alien! Dah, sana hush kesian Mang Iyang nungguin lo pada."

"Ah, si Kak Dumai segala backstreet."

"Dih, suka-suka gue dong?"

Okin terbahak keras. Lah, kenapa dia ketawa? "Mantul, Kak Dumai beneran taken ngumpet-ngumpet ini mah."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 14, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Badmeandone!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang