03.1

26 4 8
                                    

[]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[]

Namanya Damai. Kharisma Mendamai Atriyu. Lelaki yang tanpa sengaja Digdaya kenal sebagai kekasih dari seorang Alara----kakak perempuannya. Lelaki yang saat itu namanya diagungkan BL* karena diramal akan menjadi pebulu tangkis hebat dan andalan Indonesia di masa mendatang. Damai, dia adalah role model Digdaya untuk membentuk rencana masa depan. Dari Damai Digdaya banyak belajar banyak hal: salah satunya, adalah bagaimana di usia semuda itu sudah memiliki planning akan hidup panjangnya nanti.

"Gue akan jadi pebulu tangkis hebat, insha Allah. Gue juga bakalan jadi sarjana teknik ITB, meskipun nanti gue sama sekali nggak akan berkecimpung di dunia kerja yang berhubungan dengan hal yang sudah gue pelajari, tapi nggak apa. Gue senang main bulu tangkis, dan yakin menjadikan itu sebagai ladang untuk gue mengharumkan negara, keluarga, nama gue sendiri, dan yang pasti cari nafkah lanjutan."

Damai tertawa kecil saat itu, ketika dia mengutarakan rencana masa depan yang sudah disusunnya jauh-jauh hari. Sedangkan Digdaya, menatap kekasih kakaknya dengan pandangan kagum. Di saat semua orang mulai meragukan pekerjaan sebagai atlet, Damai justru dengan senang hati menyerahkan diri untuk mengabdi pada negara menjadi seorang atlet.

"Bang, lo nggak takut nanti gajinya jadi atlet kecil gitu? Terus 'kan kata lo tadi lo mau jadi sarjana teknik, nah, setahu gue kerjaan yang sesuai dengan pendidikan lo bakalan ngasih uang yang lebih banyak dari atlet?" Digdaya yang baru tercatat menjadi anak SMP itu bertanya.

Damai menipiskan bibirnya sambil mengedikkan bahu, kemudian berujar, "Banyak uang tapi hidup gue nggak berkah karena bidang kerja yang gue tekuni nggak sesuai sama minat gue, buat apa? Mending gue jadi atlet. Bawa nama Indonesia dan kalau gue menang gue bakalan bikin bangga negara gue sendiri. Lo bakalan tahu, gimana mau nangisnya gue dan terharunya gue kalau sudah dengar lagu Indonesia Raya berkumandang di segala turnamen.

"Dan gue pengin, lagu Indonesia Raya berkumandang lagi dan itu karena gue!"

Tidak ada yang bisa Digdaya lakukan selain berguman lirih kata 'woah' sambil tetap menatap Damai dengan kagum yang teramat jelas, dan karena tingkah lakunya itu, Digdaya SMP mendapati kepalanya ditepuk beberapa kali oleh Damai diiringi kekehannya yang terdengar sangat bersahabat. Digdaya ... bangga, dan saat itu dia bersumpah, jika Damai akan mudah mendapat restu dari keluarganya----terutama dari dirinya ketika ingin meminang Alara ketika waktunya sudah pas nanti.

"Gue bukannya mau racunin lo untuk ikutin jejak gue, ya, Daya. Gue cuma mau bilang, jadi atlet itu adalah kesempatan yang selalu gue tunggu-tunggu, nggak semua orang bisa dapatin itu. Selagi lo punya pemikiran untuk siap berprofesi sebagai atlet meskipun masih samar, itu sama aja lo sedang membuka kesempatan untuk masa depan cerah lo. Dan jangan ragu untuk ngubah yang tadinya maya menjadi nyata. Effort jadi atlet memang agak ngeselin, tapi sebanding sama hasilnya."

Digdaya mengangguk kaku. Benaknya mulai membentuk dimensi khayalan di mana beberapa tahun mendatang dirinya adalah pahlawan tepok bulu untuk Indonesia. Keringat yang bermunculan dari pori-pori kulitnya sebagai bukti dari perjuangannya untuk mengharumkan nama bangsa yang diabdinya. Merah dan putih sebagai lambang warna bendera Indonesia yang akan dikibarkan diiringi lagu Indonesia Raya, membuat euforia semakin terasa emosional ketika Digdaya berhasil memenangkan pertandingan. Indah. Semuanya mulai terasa pas di benak remaja berumur tiga belas tahun itu.

Badmeandone!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang