TUJUH

17 10 1
                                    

Budayakan vote ⭐ sebelum membaca dan budayakan komentar 💬 selepas membaca.

WARNING!!!
Typo bersebaran, jika menemukan tolong tandai.

...•••...


Sarah merapikan beberapa anak rambut yang berterbangan tertiup angin. Ia merutuki dirinya sendiri  yang lupa mencharger ponselnya. Sok menolak tawaran Zahra untuk dipesankan Go-Jek padahal sekarang ia membutuhkannya. Ia baru ingat jika jam segini bis yang biasa ia tumpangi belum lewat. Bis yang berhenti di halte depan sekolahnya itu memang khusus lewat ketika jam pulang sekolah, sedangkan sekarang saja masih pagi.

Ia berjongkok di depan pos satpam. Sesekali  menghembuskan nafas berat. Bingung apa yang harus dilakukannya, kembali ke gedung sekolah menunggu Zahra yang tidak pasti kapan pulangnya atau jalan kaki sampai menemukan angkutan umum.

Ditengah kebingungan yang melandanya, sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Ia mendongakkan kepala karena rasa terkejutnya. Lantas berdiri sambil merapikan roknya yang terlihat kusut. Kaca mobil diturunkan oleh pemiliknya, bersamaan dengan itu Sarah melongokkan kepala sekedar ingin tahu siapa pemilik mobil ini.

'Astaga. Kenapa musti dia lagi?' batin Sarah berteriak antara rasa terkejutnya dengan kekesalannya.

"Belum pulang? Bareng gue yuk, sekalian biar gue tahu rumah calon pacar. Biar nanti kalo udah jadi pacar beneran biar gampang antar jemputnya." Vander berkata seraya mengedipkan sebelah matanya. Mungkin jika gadis lain yang diberi kedipan seperti itu akan langsung jingkrak-jingkrak serta teriak-teriak kesenengan. Tapi ini Sarah, cewek yang nggak suka cowok macam Vander si tukang tebar pesona, yang hanya memutar bola mata jengah mendapat perilaku semacam itu.

"Buruan naik elah, lama banget."

Sarah masih menimang-nimang, pilihan mana yang akan ia ambil, mengitung untung ruginya terlebih dulu sudah seperti orang dagang. Memilih bareng si sok ganteng Vander yang jelas tentu pasti akan membuatnya jengah sepanjang jalan. Atau memilih menunggu bis lewat yang akan memakan waktu lama apalagi harus menunggu Zahra yang kemungkinan selesai rapatnya hamper samaan dengan datangnya bis.

Turun dari mobilnya, Vander menghamipiri Sarah dan mencengkal pergelangan tangannya diajak untuk pulang bareng. Dengan cepat Sarah menghempaskan tangannya ke samping sehingga cekalan Vander terlepas. Vander melihat tangannya kemudian menoleh ke belakang diamana Sarah berdiri dan menatap wajahnya dengan berbagai ekspresi.

Ditatap seperti itu tak membuat Sarah merasa bersalah. Malah ganti menatap Vander dengan garang, seakan berkata 'apa?nggak trima?'

"Sar, buru deh masuk. Panas lama-lama diluar." Vander tetep gigih mengajak Sarah pulang bareng, sedangkan Sarah menatap mobil di depannya dengan pikiran berkecamuk.

Menunggu jawaban dari si jutek yang sialnya manis yang lama-lama bisa bikin diabetes, amat lama akhirya Vander turun dan tanpa perintah ia mendorong pelan tubuh Sarah sampai terduduk di bangku penumpang, setelah menutup pintu Vander berjalan memutari bagia depan mobil untuk sampai dibangkunya. Ia mulai menjalankan mobilnya dengan pelan, sekedar memperlambat waktu untuk bisa lebih lama bersama Sarah.

Di sebelahnya Sarah terdiam. Tubuhnya menegang kaku dan butiran-butiran keringat turun membasahi wajahnya yang pucat pasi. Kilasan-kilasan masa lalu berputar di bayangnya bagaikan kaset rusak. Ia mencengkram tas punggungnya hingga buku-buku jarinya memutih. Sarah memejamkan matanya berharap baying-bayang masa lalu segera enyah.

Waktu begitu terasa melambat bagi Sarah. Kepalannya mulai pening, Telinganya berdenging. Benar-benar menyiksa.

"Sar, are you okay?" Suara Vander kembali menyadarkan Sarah, cepat-cepat ia membuka pintu mobil dan keluar. Sarah berpegangan pada gerbang rumahnya karena kakinya lemas, seperti jelly, tak bertulang.

Mbok Jum yang kebetulan sedang menyirami tanaman di taman, melihat kedatangan anak majikannya yang seharusnya belum pulang sekolah mendadak curiga, apalagi ketika si non kesayangannya sedang membungkuk sambil berpegangan gerbang. Bergegas mbok jum menghampiri Sarah.

"Loh non Sarah, kenapa?" Tanya Mbok Jum sambil memapah masuk kedalam.

Entah kakinya yang terlalu lemas atau memang Mbok Jum yang tidak kuat memapah Sarah, baru selangkah badan Sarah sudah ambruk di paving. Mbok Jum yang terkejut hingga tak sadar suaranya terdengar amat keras menyerupai teriakkan.

"Ya Allah.. non Sarah, bangun non,"

Sayup-sayup Sarah masih mendengar suara Mbok Jum yang terdengar amat khawatir sebelum semuanya berubah menjadi gelap.

...•••...

ENG ING ENG ING ENG
Akhirnyaaaaaaaa
Setelah sekian lama cerita ini macet bisa update juga

Terimakasih yang udah sabar nungguin cerita ini lanjut,
Tinggalkan jejak berupa vote and comen :)

Ig : sindaris

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rinai Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang