TIGA

100 30 5
                                    

"Kayakya gue pernah lihat lo deh. Nama lo siapa? Gue Vander." Ujar Vander sambil memberikan uluran tangannya ke sarah.

Merasa tak mendapat jawaban mau tak mau Vander menarik tangannya sambil tersenyum kikuk. Malu sendiri!

Baru pertama kali pesona seorang Vander tidak memikat cewek. Biasanya cewek dikasih senyum tipis aja udah klepek klepek kayak ikan kepanasan. Nah ini diajak kenalan boro boro mau, noleh aja kagak!

Cewek yang menarik!

Nadine yang berada di dekat sarah pun menyenggol lengan Sarah, mengisyaratkan dengan dagunya agar menanggapi Vander.

Sarah menoleh menatap Vander dengan satu alis terangkat, seolah mengatakan 'ada apa?'.

'Eh busyett. Cuek amat nih cewek. Spesies langka nih!' batin Vander senyam senyum membayangkan jika ia bisa mendapatkan Sarah.

"Kamu.. sehat? Kalo gila mending balik ke rumah sakit jiwa deh." Tanya Sarah keheranan dengan Vander-cowok yang tiba tiba duduk disebelahnya-ngajak kenalan-sekarang senyum senyum sendiri. Sarah jadi bergidik ngeri.

Untungnya pesanan mereka sudah datang jadi tak perlu repot repot bagi Sarah meladeni Vander. Ia segera melahap nasi goreng kesukaannya. Ketika temannya berebut mengkepoin segala tentang Vander, Sarah memilih menulikan telinganya, tidak berminat ikut obrolan temannya dan si cowok stres-Vander.

Beberapa notifikasi masuk memenuhi layar ponselnya. Sarah melirik sekilas tanpa minat, ia lebih tertarik dengan nasi gorengnya. Sampai sebuah notifikasi WhatsApp masuk buru buru ia buka, pasalnya yang memiliki nomer WhatsApp nya hanya teman dan kakaknya saja. So, bisa dipastikan notifikasi WhatsApp itu penting. Misalnya saja sekarang Aldrian mengirmkan pesan.

'Dek nanti pulangnya jangan sampe malam. Abang berangkat ke Jogja dulu. Ada acara kampus. Selama abang gak di rumah jangan cari masalah sama papa. Abang sayang kamu 😘'

Hm. Oke ❤

Sarah menghela nafas berat. Hari ini kakanya berangkat ke Jogja. Ia kecewa dengan Aldrian, padahal kemarin bilangnya masih lusa berangkatnya. Tapi sarah lebih kecewa kepada dirinya sendiri. Seharusnya hari ini sarah quality time bareng Aldrian bukan malah hang out bareng teman temannya.

Seminggu berlalu setelah kejadian di cafe yang membuat sarah muak. Bahkan ketika teman-temannya menanyakan soal Vander ia akan terang terangan menunjukkan ketidaksukaannya.

Sudah seminggu pula kakaknya disibukkan dengan tugas tugas kuliah. Tak jarang pula kakanya pulang larut malam. Namun hari ini Aldrian pulang lebih awal bersama temannya. Mereka tengah mengobrol di ruang tamu mengenai tugas kuliah. Sampai sosok gadis mungil -begitulah Aldrian menyebutnya- berdiri di ambang pintu dengan mata berbinar. Gadis mungil itu berlari kecil menghampiri Aldrian dan memeluknya dengan erat, seolah rindunya sudah bertumpuk seluas samudera.

"Mas Al, ih sarah kan kangen pake banget tau nggak. Sibuk mulu, " Gerutu sarag sambil mengerucutkan bibirnya. Lucu. Aldrian hanya menjep gemas melihat tingkah adiknya.

"Lagian udah pulang kenapa gak jemput sarah coba? Kan sarah harus nebeng sama Rara, gak enak sama bundanya. Ngrepotin terus, "

Aldrian mengacak poni sarah. Aldrian sadar sudah mengabaikan sarah akhir akhir ini. Tugaslah yang memaksanya untuk diprioritaskan. Mungkin Aldrian harus belajar membagi waktu supaya sarah tak merasa kesepian lagi.

"Maafin abang ya, lain kali enggak gitu lagi deh," Aldrian mencoba memberi pengertian kepada Sarah. "Udah sana ke kamar ganti baju, kecut tau."

Aldrian mejepit hidungya menggunakan kedua jarinya pura pura mau muntah mencium bau kecut dari tubuh Sarah. Padahal Aldrian tahu bukan bau kecut yang keluar dari tubuh Sarah melainkan bau wangi khas seseorang yang amat sangat dirindukannya. Wanita itu adalah mamanya.

Aldrian mendorong bahu Sarah agar melepaskan pelukannya. Bukannya melepaskan tubuh Aldrian, Sarah malah mengeratkan pelukannya.

"Ada temen abang loh, gak malu hm? "

Sarah terperangah dengan perkataan Aldrian. Ia tak menyadari jika ada sosok lain yang duduk bersebelahan dengan dirinya.

Aldrian terkekeh geli melihat wajah cengo adiknya. Menggemaskan, pikirnya.

Sarah berjalan menuju kamarnya yang terletak di atas dengan menghentak hentakkan kakinya. Ia kesal bukan main dengan Aldrian. Kenapa tak dari tadi memberitahunya? Sarah kan jadi malu. Apalagi Aldrian mengatainya bau kecut lagi, hilang sudah imagenya. Mau di taruh mana muka Sarah jika bertemu kembali dengan teman Aldrian.

Aldrian menggelengkan kepalanya, lalu ia menoleh kepada Bimo—temannya—yang sedang menatap punggung Sarah yang telah hilang dibalik pintu kamar.

"Kasian Al, "

Aldrian menyipitkan mata dengan penuh spekulasi yang ada di kepala diungkapkannya lewat pertanyaan, "Naksir? "

"Nggak! " Bantah Bimo secepat jet, "Hanya saja aku..., aku nggak punya adek perempuan."

"Atau emang nggak punya adek sama sekali, " Balas Al seakan ingin menegaskan posisi Bimo sebagai anak tunggal. "Ck! "

Bimo mengedikkan bahu tak peduli dengan ucapa Aldrian. Seakan sudah biasa pernyataan seperti itu dilontarkan kepadanya.

"Naksir? "

"Nggak, " Balas Bimo dengan nada bosan.

"Naksir juga nggak papa, " Ucap Al sambil mengamati perubahan ekspresi yang ditunjukkan Bimo setelah ia mengatakan demikian.

"Yang penting jangan dipacarin sejak sekarang. Masih SMA soalnya, gue juga belom rela kalo disuruh membagi adek gue sama orang lain. "

Bimo menganga. Yang barusan itu..., apa?

Restu kah?

Rinai Luka Место, где живут истории. Откройте их для себя