DUA

107 34 10
                                    

Sarah membuka matanya saat sinar matahari mengintip melalui celah gorden dan menyilaukan matanya.

Sarah merenggangkan otot-ototnya dengan menautkan jari-jari tangan lalu ditariknya ke atas. Sarah mengganti posisinya dengan duduk di ranjang sambil mengumpulkan nyawanya.

Ceklek

"Sudah bangun toh putri tidurnya." Ucap Aldrian yang hanya kelihatan kepalanya saja lalu ia berjalan mendekati sarah yang masih mengucek matanya.

"Buruan bersih-bersih sono, habis itu turun ke bawah. Ada papa, nanti sarapan bareng." Lanjut Aldrian sambil mendorong bahu kecil adiknya itu ke kamar mandi.

"Papa?" Sarah membalikkan badan menghadap aldrian dengan mata melebar.

Aldrian hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Sarah.

Tanpa membuang waktu Sarah bergegas ke kamar mandi. Sarah tak mau melewatkan sarapannya bersama papa. Jarang-jarang papanya ikut sarapan bersama. Gadis berpipi tembem itu tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas didepan mata. Hanya di meja makanlah ia bisa bertemu papanya dan menatap wajah tegas papa. Masih tampan walau unurnya sudah masuk kepala empat.

Hening.

Hanya suara dentingan sendok beradu dengan piring yang terdengar. Sarah beserta keluarganya sarapan dalam diam. Tak ada yang berniat membuka obrolan hanya sekedar menanyakan kabar. Sampai suara Sarah yang memecah keheningan.

"Papa kerja lagi? Hari ini kan libur."

"Sar itu makanan ditelen dulu kek.Gak baik tau makan sambil ngomong." Bukannya papa yang menjawab melainkan kakaknya.

"Papa hari ini kerja?" Ulang Sarah setelah menelan makanannya.

"Papa kan kerja juga buat kita Sar, kalo papa gak kerja mana bisa kita sekolah sama makan enak? " Lagi lagi Aldrian menjawab.

"ishh.. " Desis Sarah tak suka. "Habisnya papa gak pernah ada waktu buat kita. Gak pernah kumpul-kumpul gitu. Palingan kumpulnya cuma dimeja makan doang."

"Sarahhh" Geram Aldrian. Niatnya ingin menghentikan celotehan adiknya. Karna Aldrian tak mau ada pertengkaran antara adik dan papanya.

Belum sempat Aldrian mengucapkan kata lagi Sarah sudah lebih dulu nyerocos tanpa henti.

"Papa tuh yang diurusin cuma kerja kerja dan kerja! Sehari aja lupain kerjaan gak bisa apa? Lagi pula gak kerja sehari gak bakal kita mati kelaparan!" Sungut Sarah mulai terbawa emosi.

Jangan salahkan Sarah. Dia hanya mengeluarkan apa yang dia rasakan.

"Diam kamu!" Bentak Surya sambil menunjuk sMSarah. "Tau apa kamu tentang pekerjaan? Urus diri kamu sendiri!"

Surya bangkit dari kursi yang diduduki. Meninggalkan anak-anaknya dengan emosi. Dia tak suka jika orang-orang mempermasalahkan pekerjaannya. Hanya dengan bekerja surya bisa mengalihkan perhatiannya.

Di lain sisi Sldrian yang tanggap langsung membawa tubuh Sarah kedalam dekapannya. Menyalurkan rasa hangat. Suara isak tangis meluncur dari bibir Sarah. Hati Aldrian seperti tersayat benda tajam tatkala mendengar tangis pilu adiknya. Ia merasa gagal melindungi Sarah.

Entah mengapa air matanya tak mau berhenti. Hatinya sakit mendapat bentakan papanya. Walau bukan pertama kalinya dibentak tetap saja rasanya sakit.

Sarah tak mengerti kenapa papanya enggan dengan dirinya. Yang ia tau papanya tak pernah menyayanginya.

***


Tak mau terlalu larut dalam kesedihan Sarah mengalihkan perhatiannya pada layar ponsel.

Rinai Luka Where stories live. Discover now