Gadis berambut hitam panjang keluar dari minimarket dengan menenteng kantong plastik putih berisikan berbagai macam makanan favoritnya.

Ia berbelok ke kiri secara otomatis seolah tubuhnya sudah hafal betul jalanan itu. Tentu saja karena jalanan itu adalah jalan menuju rumahnya. Tangan-nya bergerak mengeser layar ponsel sesekali ia tertawa mengelitik seakan sedang menonton video lucu.

Haira sengaja berjalan kaki untuk menghilangkan ke bosanannya. Di rumah yang cukup besar tanpa adanya keluarga, siapa yang tidak kesepian? Kucing pun jika ditinggal pemiliknya akan pergi, sebaliknya dengan Haira. Jika ia kucing mungkin sudah dari dulu pergi tanpa mempedulikan sekitarnya.

Ketika dibelokan terakhir sebuah mobil menghandang jalannya hampir saja ingin menabraknya jika ia tidak langsung refleks mengeser ke samping hingga mepet ke pepohonan.

Haira berdecak sambil membersihkan rambutnya yang terdapat dedaunan. Setelah itu ia melirik mobil yang berhenti di depannya. Tidak asing di mata, ia melirik nomor plat mobil tersebut setelah itu ia mendengus lalu kembali berjalan. Nih orang mau nya apasih? batinnya.

Haira tidak mendengar mobil itu berjalan, ia berusaha mempercepat langkahnya menghindari pemilik mobil tersebut. Tanpa melihat pun ia tau bahwa di belakang ada seseorang yang mengikutinya. Ia bersikap tak peduli, namun jantungnya berdetak dua kali lipat lebih cepat.

Langkahnya semakin cepat sampai tidak melihat di bawah pijakannya ada sebuah kaki menyela langkah kakinya hingga ia hampir jatuh jika saja tidak ada sebuah lengan yang melingkar di pinggangnya. Lalu ia merasakan sebuah tangan yang membekap mulut dan hidung dengan sebuah sapu tangan.

Kantong plastik di tanganya terjatuh, badan gadis itu melemas dan ia pun tak sadarkan diri.

***

Sudah yang ketiga kalinya Yura mencoba menelepon Haira. Namun hasilnya nihil, masih tidak di angkat.

Salma yang melihat perubahan di raut wajah Yura ikut merasa khawatir. Ia mencoba menenangi Yura namun berkali-kali di sahut dengan bentakan. Ya, kalo sudah kayak gini Salma juga males dan berakhir mereka sibuk dengan masing-masing, padahal niat mereka ke cafe ini untuk menghibur Haira yang tengah sedih.

"Lo jangan diem mulu dong sal, ngomong kek bantuin cari solusi."

"Mau lo apa sih? Tadi lo nyuruh gue diem, giliran gue diem disuruh ngomong. Gue juga manusia tau gak?"

"Sal, yang bilang lo anak gorila emang siapa? Lo kan lahirnya dari rahim Mamih Sella bukan dari rahim ibu gorila." Yura menoyor kepala Salma gemas. "Udah deh cepet mikir nggak usah banyak bacot."

"Sialan. Otak gue enggak bisa di ajak kompromi kalau lo marah-marah mulu setan, yang ada otak gue malah keluar dari kepala, kan gak lucu."

"Banyak alasan banget sih lo," desis Yura sebal.

"Ini gue mau mikir, lo kalem dikit kek pusing nih gue."

Yura berdecak. "Kok lo jadi nyalahin gue sih?!" tukasnya tak terima. Ia menimpuk Salma dengan tas miliknya dengan sangat puas tidak peduli dengan pengunjung cafe yang sedang melihat kearahnya.

"Besok-besok jangan ngajak ribut disini bawa golok dari rumah biar enak," lanjut Yura sambil memandang ponselnya kembali. "Tapi kalo gue yang mati duluan gimana?"

Salma memutar bola matanya malas. "Ck, Lo nafas aja gue nggak peduli," kemudian Salma tertawa kencang dan Yura hanya menarik nafas mencoba untuk mengumpulkan kesabaran walaupun ia tau bahwa itu hanya bercanda karena apapun yang terlontar dari mulut mereka itu semua tidaklah berujung serius.

 INTERESTED Место, где живут истории. Откройте их для себя