chapter 8: semangat

6.5K 1K 92
                                    

"di umur 19 kamu menyadari bahwa banyak maksud pertemanan yang berbeda, tapi tak apa. yang sejati pasti akan menemukan jalan untuk ditemukan."

AIDAN: Set 02.17 AM

Mata Setyo yang terpejam, sedikit bergerak ketika mendengar dentingan ponsel, hingga akhirnya terbuka sepenuhnya dan menemukan pesan dari Aidan. Dengan satu tangan, Setyo berusaha membalas chat dari Aidan.

Setyo: ? 02.18 AM

Aidan: Ada lomba debat antar uni buat st 1 sama 3 02.18 AM

Setyo bangkit dari posisi tidur telentangnya ke posisi duduk. Tumpukan buku mata kuliah yang berserakan di sekitarnya, kini semakin berantakan. Sukses menjadikan kamar Setyo Prasetya seperti kapal pecah.

Setyo: Serius? 02.18 AM

Aidan: Masa gue bercanda ke lo. Tadi Bang Ghifo sendiri yang kasih tau gue 02.18 AM

Setyo: Kpn? 02.18 AM

Setyo mengetuk-ngetuk pinggir ponsel ketika tidak ada balasan dari Aidan. Matanya yang bosan melirik kamar berukuran tiga kali tiga meternya. Jangan ditanya. Setyo sendiri bingung harus membersihkan dari bagian mana.

Dentingan ponselnya membuat Setyo melihat layar ponsel lagi.

Aidan: Besok mulai daftar. 02.20 AM

Setyo: Oke, sip. Tq 02.20 AM

Setyo melempar ponselnya meski nanti pagi dia akan menyesali keputusan itu karena pasti dia akan menggerutu sambil mencari benda itu di tumpukan barang-barang tak jelas ini. Tenggorokannya yang terasa tak enak, membuat Setyo melangkahkan kakinya menuju dapur untuk mengambil minum. Ternyata, Ibu masih terjaga di depan mesin jahitnya.

"Ibu," panggil Setyo dan berjalan cepat ke arah beliau. "Ibu kok belum tidur?"

Ibu tampak kikuk. Ketahuan Setyo, deh.

"Ibu," suara Setyo menjadi lebih jengkel dan gelisah. "Biar Setyo aja."

Ibu menyisir rambutnya yang mulai beruban dan merapikan helai demi helai yang keluar dari kondenya. "Ini sebentar lagi kok, Bang. Abang tidur aja, ya. Kan tadi Abang baru selesai kerjakan tugas kuliah."

Setyo menatap mata Ibu lalu menghela napasnya. Karena laki-laki yang sekarang masih mendekam di ruang tahanan, Ibu harus capek-capek seperti ini. Setyo semakin membencinya.

"Abang kenapa tiba-tiba bangun?" tanya Ibu berusaha mengalihkan perhatian Setyo.

Mata Setyo sedikit berbinar. "Ada kabar baik, Bu."

"Apa itu?" tanya Ibu penasaran seraya membereskan peralatannya, karena yakin Setyo akan tetap memaksanya istirahat meski Ibu sudah menolak.

"Nanti saja. Kalau kabar baiknya sudah menjadi nyata."

Setyo kemudian mengambil minum dan duduk di samping Ibu yang masih membereskan kain-kain sisa. Setyo ingin membantu namun tabiat Ibu yang tidak-mau-dibantu-sama-sekali-oleh-anak membuat Setyo hanya bisa menemani.

"Sebenarnya, ada yang mau Ibu sampaikan ke Abang," ucap Ibu ketika peralatannya sudah rapi. "Tapi, Ibu gak tau cara bilangnya."

Setyo tersenyum kecil. "Bilang aja, Bu. Setyo punya banyak waktu buat dengerin Ibu."

Meski Ibu tersenyum, nyatanya, suasana rumah keluarga Prasetya yang sudah belasan tahun tidak dipimpin oleh nahkoda itu tetap hening. Ibu masih diam.

"Bu?"

"Setyo, Ayah akan pulang."

Senyum Setyo pias.

di umur 19Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang