Chapter 1.6

46 14 1
                                    

"Wahai lautan yang luas nan dalam, pinjamkanlah kekuatanmu."
Saat kubuka mata, sebuah trisula sudah berada di depanku, menancap tegak lurus di pasir pantai. Air laut di belakangku terangkat tinggi lalu mengalir di udara, membentuk seekor kuda bertanduk yang menyerang Grussi.
Grussi menghadapinya dengan Thunderbolt, dua kekuatan besar bertemu dan menimbulkan ledakan besar. Air laut menguap, hujan sempat terhenti sejenak karena tabrakan kekuatan mistis yang sama-sama kuat.
Hasil dari adu kekuatan itu adalah lubang di pantai berdiameter lebih dari seratus meter yang langsung terisi air laut.
Saat hujan turun kembali, kusadari bahwa kekuatan Grussi masih lebih besar dari kekuatanku. Meski kini aku bisa melawannya, tetap saja akan sulit untuk mengalahkan seorang pewaris dewa tertinggi.
"Trident. Kau ... pewaris Poseidon!" Grussi menatapku penuh kebencian.
"Tidak salah lagi," aku tersenyum dan meraih trisula yang berada di hadapanku. Aku tidak mau terlihat gentar meski sebenarnya aku takut karena harus bertarung dengan lawan yang lebih kuat.
Lagipula aku tidak sendiri, pemuda di belakangku maju dan berdiri di sampingku.
"Ronde dua," ucapnya pelan dengan nada bercanda.
"Hehe, aku suka semangatmu."
Aku mengangkat Trident, trisula Poseidon, dan mengarahkannya pada Grussi. Pemuda di sebelahku memasang posisi bertarung dengan tangan kosong.
Grussi membuat dua Thunderbolt sekaligus, siap untuk menghanguskan kami.
"Sekadar mengingatkan andai aku mati disini. Namaku Gregg Alexandr dan aku bangga bisa bertarung bersamamu, pewaris Poseidon."
"Kau takkan mati disini, dan aku akan membawamu kembali pada wanita yang memohon padaku untu menolongmu."
Percakapan kecil itu memulai pertarungan antara aku dan Alexandr melawan Grussi.
Dengan adanya Trident, aku lebih berani melawan Thunderbolt secara langsung meski efek kejutnya tetap terasa menyakitkan. Aku dan Alexandr berusaha merapatkan jarak, kelemahan Grussi adalah pertarungan jarak dekat.
Satu hal yang menyulitkan adalah kecepatan Grussi, luka di kakinya tidak mempengaruhi pergerakan Grussi.
Satu kesempatan kugunakan untuk menyerang dari sisi kanan, Alexandr menyusul dengan mengambil posisi berlawanan. Grussi membentangkan kedua tangan untuk membuat barisan pilar petir, melindungi dirinya sendiri dari serangan dua arah.
Saat Trident bertemu dengan pilar petir, aku merasa gelombang kejut yang sangat menyakitkan di kedua tanganku.
Berbeda denganku, ternyata Alexandr tidak menyerang langsung. Alexandr menghilang!
Aku tidak tahu apa yang Alexandr rencanakan, tapi aku tidak boleh kehilangan fokus. Kutarik Trident dan kutusukkan lagi ke celah pilar petir. Tetap saja aku gagal menembus pelindung Grussi, tanganku sampai mengepulkan uap karena Trident menjadi sangat panas.
Tiba-tiba pasir pantai di bawahku menyembul lalu meledak, mengaburkan pandanganku.
Alexandr muncul, melompat dari bawah pasir dan melakukan jab ke dagu Grussi. Pilar petir melemah, kumanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang kembali.
Meski mataku terasa pedih karena pasir yang beterbangan dan membuatku kesulitan melihat targetku, aku berhasil menusukkan Trident ke lengan Grussi.
"Grraa!"  Grussi memegang ujung Trident dan mengeluarkan petirnya. Aku tidak bisa menarik Trident. Gelombang listrik skala besar menyengatku, seluruh tubuhku serasa lumpuh.
Tapi aku tidak boleh menyerah, aku tetap memegang Trident seerat mungkin. Akan kuberikan Alexandr sedikit peluang untuk memberikan serangan lagi.
Alexandr melakukan tugasnya dengan baik, pemuda itu melancarkan serangan selanjutnya tanpa memberi kesempatan untuk Grussi memberikan perlawanan. Pukulan demi pukulan menghujam wajah dan tubuh Grussi. Trident tercabut karena Grussi jatuh, Alexandr tidak memberi ampun.
Lututku menyerah, aku ambruk. Kulihat Alexandr masih memukuli Grussi yang sudah tidak berdaya. Hampir tiga menit Alexandr terus memukul hingga akhirnya dia jatuh ke samping dengan napas tersengal, tangannya penuh darah.
Aku berusaha beranjak, tanganku yang menyangga tubuh bergetar hebat. Kugunakan Trident sebagai alat bantu untuk berdiri. Dapat kulihat pergerakan naik-turun di dada Grussi, pewaris Zeus itu masih hidup meski sudah dihajar habis-habisan oleh Alexandr.
"Sudah kubilang kau akan tetap hidup."
Aku duduk di samping Alexandr yang terbaring lemah, hujan masih turun dengan derasnya.
"Hah ... hahaha," Alexandr tertawa pelan.
###
Berbeda dengan luka yang disebabkan oleh naga kemarin, luka yang disebabkan oleh Grussi tidak bisa sembuh total saat aku merendam tubuhku ke air laut. Tapi lukaku tidak seberapa jika dibandingkan dengan luka Alexandr.
Setengah jam setelah pertempuran selesai, hujan mulai reda disusul datangnya beberapa orang termasuk wanita yang memohon padaku untuk menolong Alexandr.
"Sepertinya pertarunganmu benar-benar dahsyat, sayang sekali aku tak bisa menonton," Kirill memberikan komentar setelah melihat keadaan pantai yang kacau balau. Aku nyengir.
Philisi dan Wilde yang datang bersamanya memeriksa keadaanku.
Wanita itu memeluk Alexandr yang masih belum mampu beranjak.
"Terima kasih telah menyelamatkannya," wanita itu terlihat sangat gembira dapat bertemu lagi dengan Alexandr. Kurasa wanita itu adalah kakak Alexandr, jelas terlihat kalau dia seusiaku, bisa saja lebih tua.
Aku mengangguk diikuti sebuah pertanyaan pada wanita itu.
"Bisa kau ceritakan mengapa kalian bisa berurusan dengan pewaris Zeus itu?"
Wanita itu mengangguk.
Wanita itu bernama Ayla, seorang pengasuh panti asuhan dari Makrakomi, kota yang berada di arah barat dari Achladi, kota tempat kami saat ini. Ayla bersama Alexandr dan dua anak asuhnya yang lain selamat dari 'hari kiamat', mereka juga berhasil bertahan hidup berkat kekuatan Alexandr.
Setelah lebih dari satu bulan tidak ada bantuan datang ke Makrakomi, Ayla dan orang-orang yang selamat di kota itu memutuskan untuk melakukan perjalanan.
Mereka sampai ke Lamia, kota yang berada di antara Makrakomi dan Achladi. Meski aman dari monster, Lamia dikuasai oleh Grussi. Dengan kekuatannya, Grussi membuat semua orang menjadi budaknya.
Alexandr tidak bisa menerima perlakuan Grussi yang tidak manusiawi, Grussi menyiksa orang-orang yang tidak mau menyembahnya. Konfrontasi dengan Grussi membuat Ayla khawatir pada keselamatan Alexandr, karena itulah Ayla membawa paksa Alexandr pergi dari Lamia.
Grussi yang terlanjur marah mengejar mereka, kejadian itulah yang mengarahkan mereka ke Achladi hingga bertemu denganku.
"Syukurlah kami bertemu denganmu, sekali lagi terima kasih banyak."
"Lalu apa yang akan kita perbuat pada bajingan itu?" celetuk Wilde yang ikut mendengarkan cerita Ayla.
Aku melihat Grussi, pria itu tidak sadarkan diri. Membiarkannya hidup dengan kekuatan Zeus akan sangat berbahaya, tidak akan ada yang bisa menahannya.
Tapi untuk membunuhnya ...
"Biarkan saja dia," sahut Alexandr yang sudah bisa duduk.
"Heh, bukannya dia terlalu berbahaya kalau dibiarkan hidup?" Philisi sepertinya punya pemikiran yang sama denganku.
"Berarti kita harus membunuhnya, begitu?" Wilde balik bertanya.
"Itu yang terbaik," Kirill setuju.
Ayla diam saja menyangkut hal ini, hanya Alexandr yang menolak.
"Tidak, jangan membunuh."
"Kau terlalu naif, anak muda," Kirill mengeluarkan pistolnya dan berjalan mendekati Grussi.
"Tunggu!" Alexandr ingin mencegah tapi keadaannya terlalu lemah.
Aku bimbang, secara logika membunuh Grussi adalah cara terbaik menghentikan perbuatannya, namun entah kenapa aku lebih condong pada pendapat Alexandr.
Kirill sudah berada di dekat Grussi, pistolnya terarah ke kepala, siap untuk menembak.
"Bagaimana denganmu, Riez?" Kirill yang tinggal menarik pelatuk bertanya padaku.
Aku menarik napas lalu menggeleng.
"Jangan lakukan."
"Oke," Kirill menuruti tanpa argumen, pistolnya disimpan kembali. Philisi dan Wilde keheranan. Tindakan Kirill memang selalu sulit ditebak.
"Apa maksudmu? Bisa saja hanya ini kesempatan kita untuk membunuhnya, lagipula kau dengar sendiri bagaimana kekejamannya," Philisi mempertanyakan keputusanku.
"Biarkan karma yang menentukan nasibnya," aku melirik Alexandr, pemuda itu mengangguk.
"Ayo kembali, semua orang sudah menunggu," ajak Kirill.
###
Kami meninggalkan Grussi begitu saja.
Saat kami sampai ke Lamia, tidak banyak orang yang tersisa. Mereka yang tidak mau dijadikan budak lagi memilih pergi saat Grussi mengejar Alexandr.
Orang-orang yang tersisa itu memilih ikut dengan rombongan kami menuju Athena. Meski jumlah kami bertambah, adanya aku, Alexandr dan Cerberus bisa menjamin keamanan selama perjalanan.
Bertambahnya jumlah rombongan membuat kami harus mencari kendaraan tambahan, kamipun harus tinggal selama beberapa hari di Lamia.
###
"Tersambung!" teriak Pherisio kegirangan dari dalam bus. Aku yang menunggangi Cerberus di samping bus terkejut.
Setelah empat hari transit di Lamia, kami meneruskan perjalanan dengan satu mobil dan satu bus tambahan. Saat ini sudah setengah jalan menuju Athena.
"Apanya yang tersambung?" tanyaku begitu memasuki bus.
"Sinyal radio, aku mendapatkan sinyal rad ... sebentar, ada respon!" Pherisio yang didampingi Dores memencet beberapa tombol.
" ... bzzt ... disini garisun pertahanan Athena, ganti," muncul suara dari radio.
"Ya, iya, respon," Pheiriso terlalu bersemangat hingga kebingungan menjawab.
"Tolong konfirmasi, siapa kalian? Ganti."
"Kami ...  penyintas, kami menuju Athena."
Terdengar ada sorakan kecil dari sambungan radio itu, sepertinya mereka gembira ada penyintas lain.
"Bagaimana keadaan kalian, ganti."
"Kami baik-baik saja, saat ini kami sudah sampai di ... sebentar," Pherisio buru-buru melihat peta kertas yang tertempel di samping radio.
"Larymna," bisik Dores.
"Ya, kami sudah sampai di Larymna, ganti."
"Baik, kami akan segera mengirim bantuan, tetaplah bertahan."
"Tidak perlu, kami punya pelindung disini," Pherisio melirikku, senyumnya tidak bisa hilang. Aku ikut senang.
"Ada pewaris dewa bersama kalian?"
"Ya, kami akan baik-baik saja. Kemungkinan kami akan sampai esok hari."
"Berhati-hatilah, kami mendoakan keselamatan kalian dari sini."
"Ya, terima kasih."
Seisi bus melonjak gembira sampai membuat bus bergoyang, aku jelas dapat merasakan hal itu juga.
Namun saat aku teringat pada keluargaku, sorak sorai ini terasa sunyi, kegembiraan ini terasa semu.
Aku menggigit bibir, berharap ada keajaiban untukku.

-tbc-

well, upload in the middle of pitch morning, one day before my bornday
i feels so confusing about how to write this story, but i will try hard for finish what i start
i need all of your support, thanks for reading :")

030119

Heroes of the LegacyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang