Chapter 1.5

46 9 1
                                    

Akhirnya, aku kembali menyentuh air laut setelah terakhir kali aku menyentuhnya di Volos. Seperti yang kuduga, luka di bahuku langsung hilang begitu kuceburkan tubuhku ke air laut.
Aku memisahkan diri dengan rombongan untuk memulihkan diri. Orang-orang sedang menyusuri kota pesisir ini untuk mencari tambahan persediaan. Aku membawa handi-talkie yang sudah dimodifikasi oleh Pherisio dan Dores agar punya jangkauan lebih jauh dan bisa dihubungi kapan saja.
Pherisio dan Dores bisa menjadi ilmuwan baru di jaman kegelapan ini, mereka bisa merakit pembangkit listrik kecil dengan peralatan seadanya. Dengan rusaknya sistem kelistrikan modern, benda ciptaan kedua pemuda itu bisa menjadi penemuan ulang yang sangat bermanfaat.
Setelah hampir satu jam berendam di laut, aku naik ke daratan. Langit utara mulai menggelap, mendung terlihat dari kejauhan.
"Pagi-pagi sudah mau hujan," gumamku.
Kuputuskan untuk kembali ke bus. Cerberus kusuruh menjaga bus yang diparkir dekat dengan bangunan pemadam kebakaran kota Achladi. Sudah dua mobil kembali dari tiga mobil yang mencari persediaan.
"Siapa yang belum kembali?" tanyaku pada Kirill.
"Philisi dan Tserr, mereka ke arah utara."
"Sudah dikontak?"
"Baru saja. Kata Tserr, mereka menemukan beberapa orang yang selamat."
"Orang selamat!" aku terbelalak.
"Aku menyuruh mereka membawa orang-orang itu."
Aku mengangguk, kurasa tidak perlu menyusul mereka. Hingga tiba-tiba aku mendapat firasat buruk saat petir menyambar dari mendung yang baru datang.
Mendungnya terlihat biasa saja, tapi petirnya terasa aneh. Setiap petir menyambar, ada sensasi mistis yang kurasakan. Dan yang paling membuatku heran, Cerberus menundukkan kepala seperti anjing yang takut pada sesuatu.
Dan benar saja, cahaya kilat membutakan mata semua orang, petir besar menyambar permukaan tanah dari arah utara disusul oleh suara ledakan. Semua orang menunduk ketakutan.
Secara reflek, aku berlari menuju tempat dimana petir itu menyambar. Cerberus tidak mau ikut, sepertinya dia benar-benar ketakutan.
Lagi-lagi petir menyambar daratan, kali ini sampai empat kali berturut-turut di empat tempat yang hampir sama. Dari arah berlawanan, kulihat sebuah mobil melaju cepat menjauhi area sambaran petir.
Mobil jenis SUV itu dikendarai Philisi, di jok depan ada Tserr dan kulihat tiga orang berada di jok tengah. Aku berhenti saat berpapasan dengan mereka.
"Syukurlah kalian selamat."
Bukannya tenang, Philisi malah panik.
"Kami berhasil lari, tapi orang yang menyelamatkan kami masih disana!"
"Tolong Alex! Dia dalam bahaya!" seorang wanita yang berada di jok tengah memohon padaku.
Sambaran petir semakin menjadi-jadi, firasatku tadi benar adanya.
"Baik, kalian cepatlah kembali, cari tempat berlindung yang benar-benar aman."
Aku kembali berlari ke arah petir menyambar dan Philisi tancap gas ke arah sebaliknya. Ledakan demi ledakan terjadi saat petir yang menyambar sampai ke permukaan tanah. Pecahan aspal berbagai ukuran bertebaran, bau gosong menyengat dan asap tebal mengepul menghalangi pandangan.
Sejenak sambaran petir berhenti, kulihat ada dua orang di kejauhan. Mereka berada di tengah kehancuran yang disebabkan oleh sambaran petir tadi.
Salah satu dari dua orang itu berdiri tegak sedangkan yang satu lagi terpojok di gundukan tanah yang menyembul. Aku terus berlari, kurasa anak muda yang terpojok itu adalah orang yang dimaksud wanita di mobil tadi.
"Berhenti!" teriakku ketika melihat orang yang berdiri tegak mengangkat tangan tegak lurus, entah kenapa aku yakin kalau dia ingin melakukan sesuatu yang berbahaya. Mereka berdua langsung melihatku.
"Pengganggu lain datang," suara meremehkan dari orang yang mengangkat tangan membuatku gentar, aura mistis yang sangat kuat menguar dari tubuhnya yang diselimuti aliran listrik statis.
"Ada apa ini? Apa yang terjadi?" aku mencoba pertanyaan standar untuk mencari aman.
Bukannya menjawab, pria listrik itu malah mengarahkan tangannya yang terangkat padaku.
"Tidak!" anak muda tadi berteriak saat cahaya terang menyelimutiku.
Aku terlempar, sensasi menggelitik dan panas membuatku sadar jika aku tersambar oleh petir. Tubuhku terlempar dan berhenti karena menabrak tembok bangunan yang masih berdiri.
"Haah, apa itu tadi?"
Kulihat tubuhku sendiri, kulitku melepuh dan bajuku hangus tapi aku masih baik-baik saja. Saat aku mendongak, pria listrik itu memberikan pandangan mengerikan dan berkata.
"Kau juga pewaris rupanya."
"Pewaris?"
"Aku tak mau berbasa-basi, jadilah pengikutku atau kau mati," pria listrik itu merubah ekspresinya, dia menyeringai lebar.
"Emm, kau bilang begitu tapi aku sendiri belum tahu siapa kau," aku berdiri, kakiku sedikit bergetar karena efek sambaran petir tadi. Aku memang berhadapan dengan pria listrik itu, tapi sudut mataku memperhatikan anak muda yang terpojok tadi.
"Hahaha, benar, kau benar. Akan kuberitahu siapa aku," pria listrik itu membuka telapak tangannya dan menunjukkan aliran listrik statis yang menggumpal membentuk bola cahaya. Saat pria itu menggenggamkan telapak tangannya, bola listrik berubah menjadi panjang seperti tongkat yang terbuat dari aliran listrik padat.
Aku menebak jika pria itu memang sengaja menunjukkan sesuatu yang kutahu. Thunderbolt, tongkat petir dari dewa tertinggi mitologi Yunani.
"Aku Grussi Tsalokhi, akulah Zeus, dewamu."
Aku tidak terkejut, tapi aku semakin khawatir dengan keselamatanku sendiri. Jika pria bernama Grussi ini punya kekuatan Zeus, maka aku tidak akan mampu melawannya.
Di sudut mataku, kulihat pemuda tadi masih berada di tempat yang sama. Dia terluka namun tidak terlalu parah, mungkin lukanya disebabkan oleh Grussi.
"Oke tuan Grussi, sebelumnya aku ingin bertanya padamu. Apa yang terjadi antara kau dan pemuda itu," kucoba mengulur waktu untuk berpikir.
"Cih," Grussi seakan ingat jika dia masih punya urusan. Grussi melirik ke samping.
Pemuda itu masih tidak bicara, tapi dia memasang posisi siaga.
"Aku tidak ingin mencampuri urusanmu, tuan Grussi, tapi jika kau ingin aku menurutimu, kurasa aku perlu tahu apa yang terjadi."
"Hanya urusan kecil," fokus Grussi kembali pada si pemuda.
"Tunggu, tunggu sebentar," aku langsung menghentikannya, sepertinya arah pembicaraanku salah. Sulit untuk menghindari pertarungan karena niatku adalah untuk menolong pemuda itu.
"Akan kuselesaikan urusanku dengan pengganggu kecil ini. Jangan mengganggu atau kau, siapapun kau, juga akan kuhabisi," ancam Grussi.
Aku meringis, tidak ada kesempatan bicara lagi. Aku melirik ke arah pemuda itu.
"Maaf tuan Grussi, tapi sepertinya aku tidak bisa diam saja melihat kelakuanmu."
"Cih, ternyata kau sama saja. Matilah kalian berdua!"
Grussi melayang, mendung semakin tebal, petir-petir kecil menyambar di sekitarnya. Aku menelan ludah, sudah jelas jika Grussi jauh lebih berbahaya dari naga yang pernah kuhadapi.
Firasatku mengatakan jika aku harus segera pergi dari tempatku berdiri. Aku melompat ke samping tepat ketika sambaran petir dari langit menyentuh tanah. Ledakan besar terjadi, aku terpental oleh efek ledakan. Setidaknya aku tidak tersambar karena kuyakin petir kali ini lebih mematikan dengan petir yang menyambarku pertama kali.
Berbeda denganku, pemuda itu tidak menghindar tapi dia memakai semacam lempengan untuk menangkis sambaran petir.
Tunggu ... lempengan itu hanya semacam perisai tipis transparan!
Hebatnya, dia berhasil menahan sambaran petir meski lempeng emas yang dia gunakan untuk perisai pecah.
Tidak ada waktu untuk berpikir, serangan petir Grussi tidak berhenti. Setiap sambaran dari langit harus kuhindari atau aku akan hangus terbakar.
Pemuda itu juga tidak selalu menangkis sambaran petir, beberapa kali dia menghindar. Mungkin perisai yang dia gunakan tidak bisa terus digunakan.
Yang membuatku mulai merasa marah, Grussi sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. Grussi melayang lima meter dari permukaan tanah dan tersenyum sadis, sama sekali tidak cocok mewarisi kekuatan dari dewa tertinggi yang seharusnya bijak.
Aku mencoba untuk melakukan serangan balik saat hujan mulai turun. Aku membentuk sebuah pisau dari air hujan yang kupadatkan di tanganku.
Kulempar pisau air itu dengan kekuatanku, tapi sayangnya pisau airku langsung menguapkan begitu bertemu dengan listrik statis yang mengelilingi Grussi.
Ternyata tindakanku cukup menarik perhatian Grussi. Sembaran petir yang mengincarku semakin intens, beberapa kali tubuhku terkena percikan listrik dari petir yang menyambar.
Kurasa ini kesempatan bagus. Aku terus menghindar sembari menyerang dengan pisau air yang kupadatkan, aku ingin memancingnya ke arah laut.
Grussi mulai bergerak saat si pemuda mulai mengambil arah yang sama denganku. Sepertinya pemuda itu cukup pintar untuk tahu kemana arah yang kutuju.
Sialnya, Grussi juga tidak bodoh.
Grussi membuat gerakan berbeda, kedua tangannya mengarah ke depan. Lagi-lagi aku merasa ada bahaya besar jika aku terus ke arah tujuanku.
Aku terpaksa berhenti, pemuda itu juga.
Muncul ratusan tiang petir yang turun dalam satu garis lurus membentuk jeruji dan menghalangi kami berdua. Grussi membentuk dinding jeruji beraliran listrik tegangan super tinggi.
"Berhenti bermain-main dan biarkan aku menghabisi kalian!"
Grussi melompat dari pijakan udaranya menuju ke arahku, lompatannya secepat petir hingga aku tidak sempat untuk merespon.
Beruntungnya, si pemuda melindungiku dengan perisai transparan buatannya. Pemuda itu menahan tombak petir yang dihujamkan Grussi padaku.
Grussi mundur, dia masih melayang dan sepertinya menjaga jarak dari pemuda itu.
"Terima kasih," ucapku. Pemuda itu hanya mengangguk tanpa bicara, perisai emas transparan buatannya pecah lagi.
Satu hal yang kusadari, Grussi menghindari kontak jarak dekat dengan pemuda di depanku. Aku kembali fokus, kurasa ada celah yang bisa kugunakan untuk melawan pewaris Zeus itu.
"Kau punya cara menembus dinding di belakang kita? Kurasa aku bisa melawannya jika aku berada di laut," bisikku.
"Mungkin," jawabnya singkat.
"Baguslah."
"Lima detik, aku hanya bisa membuka jalan selama lima detik."
"Kurasa itu cukup," aku menepuk bahunya.
Pemuda itu meninju permukaan aspal, bongkahan tanah di sekitarku langsung beterbangan dan menghalangi jeruji listrik Grussi menyentuh area terbawah. Aku dan pemuda itu segera melompat ke belakang, mencari celah dari bawah bongkahan tanah yang terangkat.
Dengan satu lompatan besar, kami berhasil menghindari area cakupan dinding listrik Grussi dan segera berlari. Grussi marah besar, dia langsung melompat ke depan untuk mengejar kami.
Tentu saja Grussi dapat menyusul dengan mudah, kecepatannya terbangnya luar biasa. Pemuda itu berusaha menghalangi dengan berbagai cara, dia melemparkan benda apapun yang bisa dia lempar. Mulai dari bongkahan aspal sebesar galon sampai rongsokan mobil!
Meski benda-benda yang dia lempar terhanguskan dengan mudah, setidaknya cara itu cukup efektif mengurangi kecepatan Grussi.
Akhirnya laut terlihat di depan sana, jaraknya kurang dari lima ratus meter.
"Aaah!" teriakan pemuda itu menghentikan langkahku.
Pemuda itu terguling di tanah dengan asap mengepul dari tubuhnya, Grussi melancarkan serangan langsung dengan Thunderbolt. Perhatianku teralihkan saat Grussi melanjutkan serangannya ke arahku.
Sial, aku tidak bisa menghindari serangan kali ini.
Aku menyilangkan tangan, cahaya putih menyilaukan tepat berada di depan mataku. Sepersekian detik sebelum cahaya itu menimpaku, ada bayangan besar yang menutupi pandangan. Bukannya terkena Thunderbolt, aku merasa tertabrak oleh benda keras.
Aku terlempar bersama pecahan aspal dan tanah. Aku berguling di trotoar, selamat dari serangan mematikan Grussi.
Kulihat jalan di samping pemuda itu berlubang, sepertinya pemuda itu masih sempat menyelamatkanku di saat-saat genting dengan memecah jalan dan melemparkan bongkahan tanah besar untuk menghalau Thunderbolt.
Grussi berhenti lalu menginjak dada pemuda itu.
"Dasar tikus kotor," Grussi menggeram marah, Thunderbolt sudah siap menghanguskan kepala pemuda itu.
Aku tidak bisa tinggal diam melihat nyawa penyelamatku berada di ujung tanduk, aku melompat sekuat tenaga hingga aspal yang kupijak hancur. Tidak ada lagi rencana, yang ada hanya tindakan nekat.
Grussi menyadari seranganku dan mengarahkan Thunderboltnya padaku.
"Haaa!" kukepalkan tangan erat untuk meninju Grussi, aku tidak peduli meski tahu tanganku akan hancur jika bertemu dengan Thunderbolt.
"Aaah!" tiba-tiba Grussi berteriak kesakitan, Thunderbolt menghilang begitu saja dari tangannya.
Aku berhasil meninju wajahnya dengan segenap kekuatanku. Grussi terlempar secara vertikal ke bawah, tubuhnya terhempas, memecahkan aspal hingga menimbulkan lubang besar di tanah.
Napasku memburu, aku berhasil menyerangnya!
Aku melihat ke bawah dimana pemuda itu berbaring, dia masih hidup dan sadar sepenuhnya, benar-benar pemuda yang tangguh. Kuulurkan tangan untuk membantunya berdiri, dia menyambut tanganku.
Tangannya berlumuran darah namun bukan darahnya, sepertinya darah itu adalah darah Grussi. Luka yang terlihat dari pemuda itu berada di punggungnya yang melepuh parah.
"Kau berhasil," ucap pemuda itu sambil menahan sakit.
"Tidak. Kita berhasil," aku tersenyum.
Tapi kelegaan kami tidak berlangsung lama, ledakan dan aliran listrik statis muncul di depan kami. Grussi muncul dari reruntuhan dengan kemarahan memuncak, hidung dan mulutnya mengalirkan darah segar, begitu juga dengan betisnya yang tertembus batang besi.
Aku jadi tahu kenapa tadi Grussi kehilangan fokus hingga bisa kuserang. Pemuda itu menancapkan potongan besi konstruksi di kaki Grussi. Besi-besi seperti itu banyak bertebaran di antara reruntuhan bangunan.
"Ternyata belum selesai, heh," pemuda itu tersenyum kecut.
Grussi berlutut lalu mencabut paksa besi yang menancap di betisnya.
"Kau masih mampu?" tanyaku.
"Kita lihat saja," jawab pemuda itu tanpa ragu.
"Oke, kalau begitu, kembali ke rencana awal."
Aku melangkah mundur, pemuda itu mengikutiku. Kami segera berlari ke arah laut.
Grussi yang terbakar amarah sepertinya tidak peduli lagi dengan rencana, Grussi berteriak sangat kencang, petir besar menyambar di sekitarnya. Grussi melesat ke arah kami bersama ribuan, atau mungkin jutaan volt listrik.
"Kali ini giliranku melindungimu," ucapku penuh percaya diri pada pemuda itu.
Aku dan pemuda itu berhasil sampai di pantai. Aku berbalik memunggungi lautan dan memejamkan mata, berkonsentrasi pada kekuatanku. Aku berbisik sendiri.
"Wahai lautan yang luas nan dalam, pinjamkanlah kekuatanmu."

-tbc-

ahem, uploadnya tidak bisa teratur :")
oya, happy new years, ALIAZ mungkin akan mulai kupublish lagi kalau cerita ini sudah punya cukup banyak chapter dan respon pembaca~
301218

Heroes of the LegacyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang