Chapter 1.3

40 13 2
                                    

Malam yang sunyi seakan semua mahluk hidup telah mati. Adanya Cerberus tidak serta merta meredam rasa takut itu.
Menurut mereka yang masih hidup sampai sekarang, kejadian besar yang terjadi sebulan lalu menyisakan trauma mendalam. Kehilangan keluarga, orang yang disayang dan rumah mereka. Ditambah dengan teror dari mahluk-mahluk dunia lain yang ganas dan mematikan.
Termasuk Gerd yang kehilangan kedua orang tua dan dua saudaranya dalam kejadian itu.
"Mau kemana?" tanyaku dari sudut tembok, dekat dengan pintu keluar tempat perlindungan.
Gerd terkejut dan berbalik. Aku mengikutinya sejak Gerd menyelinap keluar dari kamp.
Tas ransel terpasang di punggungnya, Gerd memakai pakaian berlapis dan sepatu militer yang kuyakin dia curi dari gudang.
"Aku ingin mencari orang yang meminta pertolongan!" jawabnya tegas meski dengan bisikan.
"Kau serius?"
"Aku serius! Aku berbeda dari mereka, berbeda darimu. Kalian hanya peduli diri kalian sendiri di saat orang lain membutuhkan kalian, terutama kau!"
Gerd menatapku tajam.
"Pengecut, kau sia-siakan kekuatanmu padahal seharusnya kau bisa menjadi pahlawan."
"Aku sudah menggunakan kekuatanku dengan seharusnya, aku melindungi orang-orang di dalam sana," jempolku menunjuk ke belakangku.
"Tapi kau meninggalkan orang-orang di luar sana," desis Gerd.
"Kau ingin aku pergi, tapi dengan begitu aku meninggalkan yang ada di sini. Lalu apa bedanya? Sama saja aku membiarkan mereka mati, bukan."
"Aaah, orang dewasa memang menyebalkan!" Gerd berbalik memunggungiku lalu berjalan cepat di tengah jalanan yang gelap.
Aku menghela napas dan bersandar di tembok gedung.
"Kau tak mau mengikutinya?" tanya Mises yang keluar dari pintu samping. Aku sudah tahu dia ada di balik tembok sejak tadi, tapi aku tidak mau Gerd tahu ada orang lain yang mengikutinya.
"Jujur saja, aku sendiri bingung harus bagaimana. Aku ingin menyelamatkan mereka yang ada di luar sana, namun seperti yang kukatakan tadi, bagaimana dengan kalian yang ada disini."
"Kau terlalu mengkhawatirkan kami, kau tahu sendiri disini cukup aman."
"Mungkin aman untuk saat ini karena adanya aku dan Cerberus. Bagaimana jika monster-monster itu menyerang lagi saat aku pergi, siapa yang akan melindungi kalian?"
"Hahaha," Mises tertawa pelan sembari menyentuh bahuku.
"Apa?"
"Mungkin kebaikanmu itu yang membuatmu mendapat kekuatan sang dewa lautan. Kau sangat memikirkan kami, tapi kau juga khawatir pada orang-orang di luar sana, bahkan di saat keluargamu sendiri tidak diketahui keberadaannya. Sebuah dilema yang seharusnya bukan tanggung jawabmu."
Aku bimbang dan menarik napas dalam, Mises benar.
"Tenang Riez, aku akan mengikuti Gerd. Kau tetaplah disini menjaga mereka," ucap Mises yang melepaskan tangan dari bahuku.
"Tapi...."
"Sssh, aku akan baik-baik saja. Aku akan membawa Gerd kembali," Mises tersenyum lebar.
Aku hanya bisa mengangguk tanpa bisa berkata lagi.
###
Dua hari setelah perginya Gerd dan Mises, terdengar suara nyaring yang menggema dari langit.
Kami semua yang sedang berada di dalam bangunan segera keluar.
"Pesawat!" teriak seseorang.
Mereka yang melihat pesawat itu langsung terlihat gembira, berteriak-teriak, melambaikan tangan dan melompat setinggi mereka, berusaha menarik perhatian pesawat yang terbang pelan di atas kota dari arah utara.
Di tengah euforia, aku tidak melihat adanya Troias dan Pherisio. Ayah-anak itu mungkin masih di dalam. Aku penasaran dan mencari mereka.
Benar saja, Troias menemani Pherisio dan Dores, teman Pherisio yang juga cukup memahami elektronika, sedang menyalakan radio buatan mereka, suara generator penghasil listrik mendengung di seluruh ruangan. Sepertinya mereka bergegas melakukan sesuatu setelah munculnya pesawat.
"Ada yang aneh?" tanyaku pada mereka berdua.
"Tidak ada radio yang terpasang di pesawat itu," Pherisio menjelaskan. "Aku mencoba mengontaknya tapi tidak ada sedikitpun sinyal yang masuk."
"Lagipula jenis pesawat baling-baling harusnya sudah tidak ada," tambah Troias.
"Pesawat baling-baling," gumamku. Kalau saja Troias tidak mengatakannya, mungkin aku akan melewatkan detail itu.
"Pesawat yang menggunakan bahan bakar minyak sudah tidak diproduksi lagi lebih dari lima puluh tahun lalu," Troias menambah penjelasan.
Penjelasan Troias menimbulkan pertanyaan yang sama bagi kami, darimana pesawat itu berasal?
Belum sempat kami berpikir untuk mencari jawaban, seorang pria buru-buru menghampiri kami dengan raut muka panik.
"Pesawatnya jatuh!"
Aku bersama Troias bergegas keluar, jejak asap terlihat dari arah tenggara. Tidak ada lagi euforia, yang ada hanya kesunyian. Pesawat yang mereka harapkan bisa memberi pertolongan ternyata jatuh begitu saja.
"Sepertinya jatuh ke laut," Troias memperkirakan.
"Cerb!" kupanggil Cerberus. Anjing raksasa berkepala tiga itu melompat dari atap gedung tempat perlindungan.
Aku melompat ke punggungnya dan menyuruhnya pergi ke arah jatuhnya pesawat. Lari Cerberus sangat kencang, mungkin lebih dari seratus kilometer perjam.
Cerberus berhenti di pinggir kota yang berbatasan langsung dengan laut, asap mulai menghilang dari bekas jatuhnya pesawat. Kulepas bajuku dan melompat ke laut tanpa ragu, aku sudah melatih kekuatanku beberapa kali hingga aku yakin kekuatanku memang berhubungan dengan air.
Aku meluncur cepat di bawah permukaan air seperti torpedo, mataku terbuka lebar tanpa terasa perih meski melesat dalam air, bahkan penglihatanku sangat jelas seakan tidak berada dalam air. Kuluruskan tubuhku agar lajuku semakin cepat.
Pesawat yang jatuh itu mulai tenggelam, kulihat ada seseorang yang berusaha melepaskan diri dari kokpit tunggal. Dengan penglihatanku yang tajam, aku dapat melihat kakinya tersangkut semacam tali.
Pergerakan orang itu semakin sedikit, mungkin dia kehabisan napas. Untunglah aku sudah dekat. Segera kubantu melepaskan sabuk pengaman yang melilit kakinya. Aku mengangkatnya ke permukaan.
"Uaah! Fuuh," orang itu terbatuk dan berusaha memuntahkan air yang tertelan.
Aku melihat wajahnya, seorang wanita berambut pirang sebahu dengan kulit putih pucat.
"Kau baik-baik saja?" tanyaku dengan bahasa Inggris untuk berjaga-jaga jika dia bukan orang Yunani.
Dia tidak langsung menjawab, wanita itu masih berusaha mengatur napas. Kuberi dia waktu sembari berenang menuju daratan terdekat dengan kekuatanku.
Sesampainya di darat, wanita itu langsung berbaring di pasir pantai.
"Terima ... kasih ... sudah menolongku," ucapnya terbata-bata dengan bahasa Inggris.
Dia duduk lalu menatapku, tapi tatapannya berubah menjadi ketakutan. Tiba-tiba dia meraih sesuatu di pinggangnya.
"Hey hey," aku mengangkat kedua tanganku, wanita itu menodongkan pistol padaku.
Suara geraman membuatku langsung memahami keadaan. Cerberus sudah berada di belakangku, sepertinya Cerberus tahu wanita di depanku punya sesuatu yang berbahaya. Tapi wanita itu sendiri sangat ketakutan, tangannya yang memegang pistol bergetar hebat.
"Duduk Cerb!" perintahku langsung dituruti Cerberus.
Wanita itu terkejut, tapi dia masih belum menurunkan pistolnya.
"Penyihir! Kau juga penyihir?"
"Penyihir, ehm, entahlah, bisa saja, tapi mungkin juga tidak," aku bingung untuk menjawab pertanyaannya. Aku nyengir sembari bersila, kucoba bersikap santai agar bisa sedikit menurunkan ketegangan wanita itu.
Karena dia masih belum menurunkan pistolnya, aku bicara lagi.
"Tenanglah, seperti yang kau lihat, anjing ini menurutiku. Kalau kau tak menarik pelatuk pistolmu, dia takkan menyerangmu."
"Be-benarkah?"
"Percayalah padaku."
Wanita itu mengangguk pelan lalu menurunkan pistolnya, dia menelan ludah.
"Siapa namamu?" tanyaku.
"Wilde, Wilde Norberaht," jawabnya kaku.
"Aku Rheos, Ulriez Rheos."
Setelah Wilde -panggilan wanita itu- bisa tenang, aku mengajaknya mengikutiku kembali ke tempat perlindungan. Wilde yang masih takut tidak mau menaiki Cerberus.
Tapi beruntung bagi Wilde, Kirill datang bersama Troias dan dua orang lain untuk menyusul dengan kendaraan. Wilde ikut mobil dan aku mengikuti mereka bersama Cerberus.
###
Wilde duduk di hadapanku sembari meminum minuman hangat yang diberikan padanya. Kami membawa Wilde ke ruangan khusus untuk bertanya padanya.
Di ruangan ini ada tiga orang selain aku dan Wilde.
"Jadi intinya, kau nekat terbang dari Jerman sendirian untuk mencari ayahmu di Athena?" Troias menarik kesimpulan dari cerita Wilde.
Wilde yang duduk di samping istri Troias mengangguk. Istri Troias ikut berada di tempat ini agar Wilde ditemani seorang wanita, keputusan bijak dari Troias. Wilde merupakan seorang pilot muda yang masih dalam masa pelatihan.
"Benar, ayahku bekerja sebagai pengembang untuk perusahaan penerbangan Europa Airlines. Saat terjadinya 'hari kiamat', ayahku sedang berada di Athena."
"Lalu, darimana kau dapatkan pesawat yang kau kendarai?" tanya Adonys, pria paruh baya yang cukup dihormati selain Troias.
"Museum udara Munich. Hanya pesawat berbahan bakar fosil yang masih bisa digunakan, semua pesawat bertenaga surya atau listrik mengalami kerusakan oleh semacam gelombang elektromagnetik."
"Kenapa pesawatmu bisa jatuh? Apa ada kerusakan?" sebagai mantan pengacara, Adonys terbiasa bertanya sedetail mungkin.
"Tidak, tapi bahan bakar fosil yang bisa kudapatkan hanya sedikit dan hanya bisa untuk sekali perjalanan dari Munich ke Athena. Sayangnya aku kehabisan bahan bakar karena harus menghindari wilayah udara yang penuh oleh monster-monster terbang, mereka berkeliaran dimana-mana."
"Bahkan di atas sana juga berbahaya," gumamku.
"Kau beruntung jatuh di disini," istri Troias menepuk lengan Wilde.
Sesaat kami terdiam, dari cerita Wilde kami tahu bahwa kejadian besar ini terjadi hampir di seluruh tempat. Sepanjang perjalanannya dari Munich, Wilde melihat sendiri bagaimana permukaan tanah berubah karena bencana besar yang terjadi.
Seluruh negara lumpuh, gempa besar dan gelombang elektromagnetik misterius membuat semua perangkat elektronik tidak berfungsi sama sekali. Padahal saat ini hampir seluruh mesin difungsikan melalui listrik.
Kami kembali ke jaman kegelapan.
"Sebentar," tiba-tiba aku mengingat sesuatu. "Saat pertama kita bicara, kau sempat bilang 'aku juga penyihir'. Apa ada orang lain di luar sana yang memiliki kekuatan mistis sepertiku?"
"Iya, memang ada. Kami menyebutnya penyihir. Tapi ... dia bukan orang baik, dia menggunakan kekuatannya untuk menjadikan dirinya raja. Pemerintah Jerman tak berkutik, hanya dia yang bisa melindungi kami dari monster ganas yang berkeliaran."
"Kalau begitu, ada kemungkinan masih banyak orang lain yang punya kekuatan mistis," Adonys menatapku.
"Bisa saja, dan kurasa tidak semuanya baik sepertimu, Riez," Troias ikut menatapku.
"Keadaan ini lebih buruk dari yang kita bayangkan," aku menggeleng pelan, kepalaku berdenyut nyeri mengingat keadaan keluargaku saat ini.
###
Wilde mendatangiku yang sedang bersantai di atap gedung bersama Cerberus malam itu. Meski masih takut dengan Cerberus, Wilde tetap mendekat.
"Hello."
"Yo," aku menyambutnya, aku beranjak dari bantal hidup yang kusandari. Inilah kegunaan lain dari Cerberus selain menemaniku berjaga.
"Sekali lagi, terima kasih sudah menyelamatkanku, Ulriez," Wilde tersenyum.
"Sama-sama," aku mengangguk dan membalas senyumnya. Cerberus menggeram pelan meski tidak terbangun karena kedatangan Wilde.
Wilde duduk di depanku lalu menatap langit malam yang cukup cerah.
"Langit tetap sama seperti sebelumnya," Wilde bicara pelan.
"Kau benar," aku ikut memandang langit.
"Kau tahu, aku bisa menentukan arah berkat bintang."
"Ah, jadi karena itu kau tidak tersesat meski terbang tanpa alat navigasi?"
"Benar, ayah mengajariku tentang rasi bintang. Ayah sering menceritakan dongeng tentang legenda yang berhubungan dengan langit saat aku masih kecil."
"Sepertinya ayahmu sangat memahami langit."
"Iya, karena ayah, aku mencintai langit."
"Ayahmu hebat ya."
Saat aku menurunkan pandang, yang kulihat selanjutnya adalah air mata Wilde. Aku panik, pada dasarnya aku jarang berinteraksi dengan wanita.
"Maaf membuatmu melihatku begini, tapi ... ayah," Wilde mulai sesunggukan.
Gambaran wanita tangguh yang kusematkan pada Wilde langsung runtuh. Aku mendekati Wilde, membiarkannya menangis di dadaku. Hanya ini yang bisa kulakukan untuknya.
"Aku yakin kau akan bertemu ayahmu."

-tbc-
masih berusaha menemukan momentum menulis, kelamaan ndak nulis jadi lupa banyak kosakata :"(
sangat diharapkan kritiknya :)
makasih~

221218

Heroes of the LegacyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang