Jam istirahat tiba, Evan dan Ersya segera berlari menuju kelas sebelas IPA 5 untuk menemui Sadam. Ternyata sosok itu ada disana, mereka berdua segera masuk begitu saja. Mengundang perhatian dari anak-anak lain yang ada dikelas itu. Laras yang tak menyadari datangnya Evan. Gadis itu malah sibuk dengan novel yang dibacanya.

Evan menoleh ke arah bangku Laras yang ada di pojokan kelas, ia tersenyum. Ternyata sahabatnya sekelas dengan gadis cantik itu. Ini bisa menjadi kesempatan baginya.

Evan pun berjalan mendekati bangku itu dan duduk disamping gadis itu. Ia memperhatikan wajah cantik milik Laras dari samping. Entah kenapa ia jatuh cinta pada sosok itu.

"Shel, lo udah beliin gue minuman belum?" tanya Laras yang belum menyadari bahwa ada Evan di sampingnya. Pandangannya masih tertuju kepada buku di tangannya. Merasa tidak ada yang menjawab, Laras langsung menutup novelnya dan menoleh ke samping.


Seketika jantungnya berdegup kencang. Dengan jarak yang sedekat ini bisa membuat ia pingsan ditempat. Bahkan ia mendengar sorakan dari teman sekelasnya,

"Hai geulis, sendirian aja? Mau aa temenin?" tanya Evan seraya menunjukan senyum manisnya dihadapan Laras. Laras pun menatap Evan tajam,

"Siapa sih lo? Ganggu aja! Pergi lo sana, bikin rusuh aja," usir Laras terang-terangan. Evan masih bersikeras untuk tetap duduk di samping gadis itu,

Evan menatap badge nama yang tertera di seragam Laras,

"Ohh ternyata nama lo Laras Putrantio!" serunya,

Sakit. Laras seketika merasa sakit hati. Bagaimana tidak, ia tidak mau ada orang lain menyebut nama belakangnya. Ia benci, benci sangat.

Segera saja ia bangkit dari posisi duduknya dan melewati Evan begitu saja. Ia berlari keluar kelas dan tak menghiraukan teriakan Evan yang terus memanggil namanya.

"Tuh cowok kurang ajar banget sih? Gue paling sakit hati kalau ada orang yang berani manggil nama gue pakai nama belakang. Gue benci." 

Laras mengacak-acak rambutnya dan memilih untuk duduk di taman belakang sekolah untuk menenangkan diri. Ia tidak mau diganggu dulu untuk sementara waktu.

"Laras kemana Van? Awas aja kalau sampai ada apa-apa sama Laras. Gue gak bakal maafin lo!"

Sheila emosi. Ia sudah tidak bisa menahan amarahnya. Evan hanya bisa diam saja, membiarkan Sheila memarahinya. Evan mengeraskan rahangnya, mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Ia segera berlalu dari hadapan Sheila sekarang juga, berusaha untuk mencari Laras kesemua penjuru sekolah.

Bahkan Evan sampai memasang muka tembok saat nekat masuk ke toilet cewek tadi.

Evan berdecak sebal dan ia memutuskan untuk pergi ke taman belakang sekolah. Ia bernapas lega, dan segera berjalan mendekati gadis yang sedang duduk sembari menunduk kepalanya,

"Ras?"

Tangan Evan terulur untuk menyentuh kepala itu, akan tetapi segera gadis itu tepis dengan tiba-tiba. Tatapan tajam,

EVALARA [✔] Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ