08: only hope

786 156 25
                                    

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.


sometimes i feel like i was mistaken

you must be an angel

sit down and teach me what life is all about

(secondhand serenade)

//

Jingga dan Yulia bertemu di tengah siang hari yang terik dan sahut-sahutan senior yang lengking.

Masa orientasi sekolah tidak dikenal sebagai hal yang menyenangkan-terutama jika kau berada di Indonesia. Dimulai dari atribut-atribut MOS yang (Fajar bilang) tidak masuk akal juga beberapa tugas tambahan apabila membangkang. Mengingat adiknya yang demikian, Jingga tidak bisa tidak khawatir selama kegiatan. Sekalipun pemalu, Fajar itu kritis. Apalagi kepada hal-hal yang menggelitik dan tidak masuk akal.

Itulah alasannya saat istirahat pun, Jingga tetap melirik kelas Fajar dengan resah. Rasanya ia tidak perlu secemas itu-Dira satu kelas dengan Fajar dan anak itu menjaga Fajar seperti kasih sayang induk itik pada anak-anaknya, lebih dari Jingga sendiri. Hanya saja bagaimanapun, Fajar itu adik kembarnya. Sudah sewajarnya bukan jika Jingga mengkhawatirkan adiknya sendiri? Kerumunan murid-murid baru yang berjejal di kantin tidaklah terasa semengganggu itu dibanding pikirannya saat ini. Bau apek keringat membumbung, mungkin sebagian besar pengunjung baru saja menyelesaikan hukuman senior sebelum terburu-buru mengisi perut. Makan siangnya saat itu hanyalah semangkuk bakso. Tidak boleh terlalu kenyang atau ia akan muntah. Pun tidak boleh dibiarkan kosong terlalu lama atau rentetan perintah senior berikutnya akan membuatnya pingsan.

Belum begitu lama Jingga duduk, matanya menangkap sosok gadis yang berdiri di antara meja kantin yang penuh. Sosok gadis asing, kebingungan. Saat tatap mata mereka bertemu, hal pertama yang dilakukan Jingga adalah menggeser tempat duduknya, menciptakan spasi kosong untuk duduk satu orang di sebelah.

"Mau duduk?"

Spasi duduk yang ditawarkan tentu saja disambut hangat. "Boleh banget." Gadis itu melangkah mendekat, helai-helai rambutnya yang diikat konyol dalam beberapa ekor kuda bergoyang pelan seiring langkah. Sebuah senyum dilempar ke arahnya sebelum sang gadis duduk di sisinya (dan Jingga rasa napasnya terhenti sejenak). Tidak disadarinya jika mata gadis itu mendarat pada papan nama yang masih tergantung dan lupa dilepas Jingga, "'Yudhistira'. Kamu siapanya Fajar?"

"Kembaran. Kenapa?" Keningnya berkerut. Jingga kebingungan, sampai ia teringat sesuatu yang penting, "Tunggu, kenal Fajar dari mana?"

"Kami sekelas."

Penjelasan itu cukup untuk membuat Jingga mengangguk paham. Seraya minum, matanya tanpa henti melirik gadis di sisinya. Tanpa peduli bahwa ikatan rambut gadis itu konyol selayaknya ikat rambut setiap murid perempuan yang ikut MOS, atau keringat gadis itu menetes tanpa jeda berkat bakso yang panas ditambah kantin yang pengap, matanya tetap tak bisa lepas memandang. Bakso di hadapannya juga rasa lapar sejenak terlupakan. Jingga baru tahu bahwa satu orang dapat menimbulkan efek sebegini dahsyat.

[1/3] jingga dan fajar.Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin