01: blessings wait for you.

1.8K 275 8
                                    

"Sst! Dek Ajar, jangan berisik!"

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.

"Sst! Dek Ajar, jangan berisik!"

Jingga berbisik. Telunjuk kecilnya ditempelkan tepat di depan kedua belah bibir. Setelah adik kembarnya mengangguk mengerti, anak lelaki itu tersenyum lebar. Mengintip, kepala kecilnya, melalui pintu kamar Papa dan Bunda. Bunda baru pulang dari rumah sakit tadi pagi, dengan membawa adik baru mereka berdua. Papa bilang, adik mereka berdua perempuan dan menggemaskan.

Namanya Erina. Erina Tri Yudhistira. Manis sekali, bukan?

Jingga dan Fajar ingin bertemu Erina. Saat Bunda di rumah sakit, si kembar hanya dititipkan di tempat nenek sampai Bunda pulang ke rumah. Nenek bilang, rumah sakit bukanlah tempat bermain anak-anak. Tapi Jingga kan, mau bertemu dengan Erina, bukan mau bermain! Fajar juga begitu, kan? Sayangnya biarpun mereka berkata demikian, Nenek dan Papa tetap tidak mengizinkan mereka berdua ikut ke rumah sakit. Tunggu nanti, tunggu Bunda dan Erina pulang dari rumah sakit. Kenapa harus menunggu lama jika mereka bisa menemui Bunda dan Erina kapan saja? Jingga dan Fajar tak mengerti.

Tapi apalah kuasa dua anak umur enam tahunan untuk membantah, bukan?

"Bunda enggak ada." Setelah memastikan keadaan, tangan Jingga cepat-cepat menarik tangan Fajar masuk ke dalam kamar. "Yuk, Dek, sini."

Dan apalah daya Fajar selain menuruti sang kakak kembar—tersangka utama dari setiap kenakalan kembar Yudhistira?

Karena itulah Fajar mengangguk, mengikuti langkah kecil-kecil Jingga masuk ke dalam kamar Bunda. Kamar itu masih berantakan dengan koper dan peralatan bayi. Dan di sanalah Erina terlelap—di atas tempat tidur berselimut kelambu. Belum ada ranjang bayi terpasang, mengingat kelahiran Erina bisa dibilang terlalu mendadak dan ranjang bayi Si Kembar terlanjur berakhir di tukang loak. Saat Jingga berjinjit mengintip wajah lelap Erina (dan Fajar tetap di belakangnya, kedua tangan disatukan karena takut), suara pintu terbuka keburu membuat mereka berdua terlonjak.

"Abang Jingga? Abang Fajar?"

Terkejut, keduanya. Cepat-cepat mereka berdua berbalik. Jika Jingga masih bisa menyuguhkan senyum canggung, Fajar justru menunduk dalam. Takut dimarahi. Bunda memang murah senyum, tapi amarahnya lebih mengerikan dibandingkan iblis.

"E-eh, Bunda." Jingga tertawa kering. Takut-takut karena tertangkap basah, "Anu, Abang cuma mau am—"

Sang ibunda tersenyum lembut. Tangannya terulur, mengulus puncak kepala Jingga dan Fajar lembut. Tatapan sang ibunda teduh menatap buah hatinya. Anak-anaknya yang sudah menjadi kakak, yang belum bertemu dengan adik kecil tersayang mereka.

"Kalian mau ketemu sama Adek?"

Tawaran itu tentu saja langsung disambut Si Kembar dengan anggukan antusias. Sang ibu tertawa kecil, sebelum menggeser bantal dan memperlihatkan bayi yang tertidur damai di atas ranjang. Erina. Tangan kecil Erina yang berbungkus sarung tangan kain merah muda bergerak-gerak. Mata bayi kecil itu mungkin memejam, tetapi tampaknya instingnya tahu bahwa saudara-saudaranya sudah tiba.

"Bang Jingga, Bang Fajar, itu Erina." Bunda berkata, "Cium dulu Adek ya, Sayang?"

Yang pertama kali naik ke atas tempat tidur adalah Fajar. Anak lelaki itu beringsut mendekat dengan hati-hati sebelum menundukkan kepala, mengecup pelan pipi Erina kecil yang merona merah. Kemudian ganti Jingga yang naik dan mengecup pipi Erina sebagai salam perkenalan. Anak lelaki itu terkikik geli, berbisik, "Halo, Adek," sebelum beringsut turun.

Bersamaan dengan kecupan-kecupan di pipi, Si Kembar menurunkan berkahnya pada sang adik.    

    

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.
[1/3] jingga dan fajar.Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum