#9 Band \(^^)/

51 18 2
                                        

-Dear Heart, fall in love when you're ready, not when you're lonely. -

Alice sudah siap membidik kameranya. Para penonton—yang didominasi kelas 12—cukup riuh untuk meramaikan lagu yang dibawakan teman kelas mereka. Bahkan beberapa anak laki-laki berlompat-lompat ria.

"Yaaa, itulah tadi penampilan dari kelas 12 IPA 6!! Mari kita saksikan band selanjutnya dari kelas 12 IPS 2!! Kelas 12 IPS 2 mana suaranya ?!!"

Beberapa anak bertepuk tangan riuh ketika Bryan sudah siap dengan mic ditangannya, Dicky yang sudah siap dengan gitarnya, dan Alan yang sudah siap dengan stik drum miliknya. 1..2..3!

Penonton kali ini tak kalah riuh, beberapa anak bahkan saling mendorong demi menikmati alunan musik. Alice sedikit terombang-ambing hingga akhirnya tubuhnya hampir jatuh.

Lagu pertama selesai, lagu kedua akan dibawakan oleh Alan. Suara yang pas-pasan namun tidak mengurangi semangat penonton—karena lagu yang dinyanyikan cukup populer belakangan ini—justru menambah semangat para lelaki maupun perempuan.

Puncak lagu tiba, Alice sedikit kesal. Selain karena ia tidak bisa menikmati band kali ini, badannya sering kali tersenggol oleh beberapa anak laki-laki yang bahkan tak merasa bersalah.

Brukk!

Alice terjatuh dengan kameranya yang sedikit retak. Ia mengusap-usap bokongnya dengan cepat, dan mencoba berdiri. Namun, seketika suara nyanyian terhenti sehingga beberapa pemain musik lainnya ikut berhenti.

Sepi.

Alice mendongak dan tubuhnya kaku, seketika Alan berteriak menggunakan mic. "YANG SENGGOL ALICE TADI! MINTA MAAF LO CEPET!"

Semua anak kini terdiam, Alan kembali berbicara. "JANGAN RUSUH LO SEMUA, ANJING!!"

Alice menatap Alan—yang juga menatapnya. Lalu menganggukkan kepala seolah berkata gue gak papa,Lan.

Alan tersenyum. "Oke, lanjut! Tapi jangan rusuh, inget!" Semua penonton berkata. "Oke!"

Alice menatap sampingnya, ketika seseorang menjulurkan tangannya. "Maaf buat yang tadi, mereka pasti gak sengaja kok." Ivanka masih menunggu uluran tangannya.

Alice sukses terdiam, lalu perlahan ikut menjulurkan tangannya dan tersenyum. "Kalau kata Alan sih, sans." Ivanka tertawa.

Alice menundukkan kepala ditangan yang ia lipat di meja kantin, ditemani Sasa yang seperti biasa bercerita panjang lebar. "Alice! Tadi itu sweet banget tau gak sih!"

Seruannya tak kunjung dibalas, Sasa ikut cemberut. "Alice, lo denger gue gak sih ?"

Alice mengangkat kepalanya dramatis, membuat Sasa hampir terkejut. "Sa, lo tau gak ? ada yang lebih sweet dari itu." Alice tersenyum sendiri.

"Apa apa apa ?! Kasi tau! Alan apain lo ? Eh maksud gue dia kenapa gitu, dia ngelakuin hal yang lebih romantis dari itu ? omg. Boyfriend-able banget gak sih?!"

Alice memutar bola matanya malas. "Bukan, Alan! yang romantis bukan cuma dia kan, Sa ? Ini Ivanka!" Alice menarik nafas panjang. "Dia minta maaf ke gue, padahal bukan dia yang nyenggol gue. Dan lo pasti bisa bayangin kan, muka kak Ivanka yang ganteng pake banget itu senyum di depan muka lo ?"

Sasa mengangguk. "Tapi menurut gue lebih sweet Alan sih, soalnya...kayanya gue bakal jadiin kak Ivanka doi gue hehe." Sasa membentuk tanda piece dengan jarinya.

Alice menggeleng tak percaya. "Terse—astaga iya! gue lupa!" Alice buru buru mengambil handphone dengan case hitam tersebut.

Alice

STONEWhere stories live. Discover now