Part XIII (FINAL)

113 11 15
                                    

Segumpal tanah

Segumpal darah

Ruh

Dan hadirlah Putra Adam

Segumpal tanah

Segumpal darah

Tulang rusuk Putra Adam

Ruh

Terciptalah Putri Hawa

* * *

Jaebum merangkak mendekati tubuh Nadine. Ia memang bisa merasakan tekstur tanah, tekstur rerumputan yang menjadi tumpuannya berpijak pada saat ini. Namun semua ini terasa familiar sekaligus asing pada saat yang bersamaan. Ia merasa, namun tidak dengan cara yang sama. Ia mendengar, mencium, dan melihat pun tidak dengan cara yang sama.

"Nadine..." panggil Jaebum lemah, begitu tiba disisi Cupid yang tidak menjawab dan bergerak. Jaebum bisa melihat dengan jelas, tubuh gadis itu pucat, dengan pakaian serba putihnya, dan sayapnya yang tercabik-cabik. Gaunnya bahkan robek di beberapa tempat. "Nadine," Jaebum membalikkan tubuh Nadine yang tadinya setengah miring hingga terlentang menghadapnya yang membungkuk.

Jaebum memang baru merasakan jantungnya, namun untuk pertamakalinya, ia merasakan jantung itu berdebar keras. Ia sering memperhatikan denyut-denyut jantung para Putra Adam dan Putri Hawa. Ia bisa membedakan mana denyut jantung karena jatuh cinta, karena bersemangat, bahagia, sedih, takut, dan khawatir.

"Nadine," Jaebum dengan lemah mengguncang tubuh Nadine yang dingin. Inilah rasa takut. Jaebum samar-samar ingat ia pernah merasa takut, namun setelah menjadi manusia, perasaan takut itu jauh lebih nyata. Jauh lebih menyesakkan, dan menakutkan. "Nadine," guncangnya, sambil menggenggam tangan Cupid yang sudah dingin itu.

Jaebum meraih kepala Nadine, menyibakkan rambutnya di dahi. Kedua mata manusianya yang tajam menelusuri setiap luka yang samar-samar ia ingat adalah hasil perbuatan dua kepala wujud Cerberusnya.

"Oh, tidak, tidak tidak!" Jaebum merasakan panas yang amat sangat pada kedua pelupuk matanya sambil mengangkat kepala Cupid itu, mendudukkan pada pangkuannya. Satu-satunya bagian tubuhnya yang tertutup dengan kain berbentuk celana pendek. "Nadine, Nadine!" kembali panggilnya dengan panik, merasakan dan mencari tanda-tanda kehidupan pada Cupid itu, meski Jaebum menyadari bahwa ia bukanlah Cerberus lagi. "Kumohon, bangunlah, Nadine."

Masih tak ada tanda-tanda Cupid itu akan menjawab panggilannya.

"Oh Tuhan," Jaebum kebingungan, memandang ke sekelilingnya, dan barulah ia benar-benar memperhatikan dimana ia berada pada saat ini. Entah ini ada dimana, yang jelas kondisinya tidak akan memungkinkan bagi Jaebum untuk berteriak meminta pertolongan. Ia hanya melihat padang rumput luas berbentuk bukit-bukit kecil dengan bunga-bunga liar yang cantik. "Nadine," panggil Jaebum kembali, secara insting menggosokkan tangannya yang hangat pada telapak tangan Cupid yang dingin.

Berbeda dengan manusia, Jaebum tidak tahu bagaimana cara untuk memastikan Cupid hidup atau tidak, tetapi ia tidak ingin memikirkan bahwa Cupid yang dicintainya ini telah pergi. Lagipula, bukankah jika Cupid atau Cerberus meninggal, akan meninggalkan...

"Akh!"

Kedua mata Jaebum membelalak, tangannya meremas telapak tangan Nadine, dan tangan satunya lagi membelai kepala Cupid yang tengah merintih kesakitan itu.

"Nadine, kau bisa melihatku? Kau bisa mendengarku?" tanya Jaebum, terengah-engah karena semangat dan khawatir. "Kau bisa... melihatku?"

Kepala Nadine bergerak-gerak lemah, sebelah tangannya menyentuh pelipisnya. Sementara Jaebum, hanya secara naluriah mengusap lembut pelipis Nadine, hingga gadis itu membuka kedua matanya, benar-benar menatap Jaebum yang menunduk diatasnya.

Cupid vs Cerberus [Mark Tuan . Im Jaebum]Where stories live. Discover now