Chapter 13

10K 949 5
                                    

Aku bergeming, masih tetap diam saking kagetnya. Tubuhku serasa tidak bisa di gerakkan. Aku merasa ada tali tak kasat mata yang mengikat tubuhku. Sungguh, ini sama sekali tidak menyenangkan. Melihat Zayn marah bukanlah hal yang menyenangkan. Ini sangat buruk. Mungkin bisa menjadi hal terburuk ke dua yang pernah kulihat setelah kematian kedua orang tuaku.

Melihatku yang masih tetap diam, Zayn langsung masuk ke dalam apartemenku. Dia menutup pintu begitu saja, seakan tidak peduli bahwa dia telah mengetahui kode apartemenku yang sama sekali tidak kuberitahukan kepada siapapun.

Dan dalam sekejap, sosoknya sudah tidak terlihat lagi olehku. Dia mungkin masuk ke dalam ruangan. Ruangan entah apa.

Seakan tali tak kasat mata itu terlepas, aku dapat merasakan tubuhku yang kembali merileks. Aku juga sudah dapat menggerakan tubuhku secara normal, tidak seperti tadi yang terasa sangat berat. Oh, aku tau. Mungkin aura emosi Zayn sangat kuat sehingga dia bisa membuatku bereaksi seperti itu. Tanpa ku sadari, aku sendiri merasa takut pada waktu itu.

Menghela nafas, aku melangkahkan kaki menuju ruang tengah yang masih sedikit berantakan. Aku harus meneruskan tugasku. Apalagi di tambah dengan tugas-tugas tambahan dari dosen tidak berperikemanusian itu.

Hari ini aku akan tetap dirumah, berkutat dengan tugas sialan ini. Aku takkan memedulikan Zayn, walaupun dia memaksaku untuk keluar atau apa. Lupakan saja hawa menyeramkan yang telah di keluarkannya tadi. Anggaplah tidak terjadi apapun.

Menatap laptop dengan nanar, aku pun memasukan kabel printerku pada laptop. Lalu ku lakukan beberapa langkah sampai akhirnya mesin printku mulai bekerja mencetak.

Selagi printer itu bekerja dengan suara memekakan telinga, aku menyenderkan tubuhku pada belakang sofa. Aku harus berterimakasih sekali kepada Liz. Dia adalah yang terbaik. Jika tidak, pasti aku masih mengurusi printer sialan ini.

Berpikir tentang Liz, aku jadi teringat akan pertengkaran Zayn yang tadi. Aku seratus persen yakin jika yang bertengkar tadi adalah Zayn. Tapi siapa wanita yang membuatnya marah? Jika benar itu Liz, logikanya saja sudah tidak mungkin.

Liz tidak mengenal baik Zayn, dan begitu pula sebaliknya. Mereka tidak akan bertengkar seperti itu jika tidak saling kenal.

Atau mungkkin ada suatu hal yang di sembunyikan mereka dariku dan aku tidak tau.

Oh, Good. Tanggapan itu sudah membuatku bergidik. Zayn saja sudahlah hal yang buruk apalagi di tambah dengan rahasianya dengan Liz yang notabennya adalah sahabatku. Aku mungkin tidak tau akan berbuat apa nanti jika perkiraanku benar.

“Aku ingin bicara” ucap Zayn tiba-tiba dari arah dapur. Dia lalu berjalan ke tempatku berada dan duduk di sofa depanku.

“Apa?” jawabku acuh. Dasar lelaki aneh, bertengkar di depan apartemenku lalu masuk begitu saja ke dalam apartemenku tanpa izin dengan marah. Menghilang ke dapur, dan sekarang dia ingin berbicara padaku.

Terlebih dengan suaranya yang menyiratkan bahwa aku benar-benar harus mendengarkannya.

“Kau jangan pernah percaya dengan apa yang Liz katakan tentangku ” katanya dingin.

Seketika, aku mendongak dan menatapnya heran. Untuk apa lelaki ini tiba-tiba berbicara seperti itu? Lagi pula, jika aku di suruh untuk lebih mempercayai siapa, aku lebih percaya kepada Liz. Dia sahabatku, sedangkan Zayn?

Entahlah.

“Dia bahkan tidak mengenalmu. Dia tidak akan berbicara apapun mengenaimu” jawabku sengit.

“Kau akan tau nanti. Tunggu saja, tidak lama lagi Liz akan berbicara macam-macam tentangku. Jika sudah, kau jangan percaya dengan perkataannya” Zayn menatapku tajam. Menyuruhku agar aku mau menuruti perintahnya.

Protect You || Malik [au]Where stories live. Discover now