Chapter 7

10.1K 1K 9
                                    

Aku terbangun ketika ponselku terus bergetar. Tapi, bukan itu yang membuatku terganggu. Melainkan karena Bels yang protes dengan suara getaran ponselku. Dia lalu memaksaku untuk mengangkat teleponnya yang ternyata sudah berhenti bergetar.

“Mengganggu saja,” gumamku lalu terduduk di kasur sambil mengambil ponsel yang disodorkan oleh Bels.

From : Unknow 10 misscalled

Keningku mengeryit saat melihat daftar panggilan itu. ‘Unknow’ itu siapa? Dan mengapa nomornya harus diprivate? Tidak mungkin jika si penelepon salah nomor, karena  panggilannya saja sampai 10 kali.

Merasa dipusingkan oleh hal itu, aku tiba-tiba teringat tentang apartemen. Aku belum membicarakan itu kepada Bels.

“Bels,” panggilku. Bels yang sedang mengatur tatanan rambutnya menoleh padaku dengan tatapan heran.

“Iya kak?” ujarnya.

“Aku sudah beli apartemen,” ujarku to the point. Bels terdiam mencoba mencerna ucapanku. Dan sedetik kemudian tatapannya menjadi sumringah.

“Apartemen?” tanyanya takjub.

Aku hanya mengangguk dan beranjak dari kasur menuju kamar mandi. “Kita akan pindah ke sana hari ini Bels, mungkin nanti siang setelah kau pulang sekolah. Jangan lupa nanti kemasi barangmu, aku akan bicara pada Liz.” kataku lalu menutup pintu kamar.

Setelah 10 menit, aku keluar dari kamar mandi dengan handuk yang berada di kepalaku untuk mengeringkan rambut. Aku tak pernah memerlukan pengering rambut karena rambutku yang pendek yang bagaimanapun juga akan lebih cepat kering.

Tepat saat melewati ruang tengah, aku melihat Liz yang sedang membaca buku materinya dengan serius. Ck, rajin sekali dia. Liz memang murid teladan.

Kuhampiri Liz, dia bergeming. Akhirnya aku memutuskan untuk duduk di sebelahnya.

“Aku dan Bels akan pindah ke apartemen nanti siang, Liz. Kau mau ikut?” tanyaku yang sontak membuat Liz mengalihkan perhatiannya dari buku. Liz menatapku lalu melepas kacamata yang ia gunakan untuk membaca.

“Sepertinya tidak, Clar. Aku ada kuliah siang hari ini. Mungkin aku hanya membantumu berkemas.” ujarnya sambil tersenyum.

“Kau tidak apa-apa ‘kan jika kami pindah? Maksudku-“

“Tidak, Clarrie. Aku senang kau mendapat apartemen baru.” potong Liz. Dia lalu beranjak dariku dan berjalan menuju dapur.

“Kau mau sarapan apa pagi ini Clar?” teriaknya. Aku bukannya menjawab tapi malah menghampirinya ke dapur.

“Terserah, sih. Mau kubantu?” Liz hanya melengos, dia lalu bergumam. “Tidak usah, ini hari terakhirmu di sini, aku hanya ingin memasakanmu dan juga Bels. Dan –Ah, ya, kau letakan saja handuk itu dulu. Sangat tidak pantas jika kau berjalan-jalan di rumah dengan handuk di kepala seperti itu Clar.” tegurnya.

Aku tertawa kecil saat mendengarnya lalu beranjak dengan handuk yang sudah kusampirkan di bahu. Tapi, sebelum aku masuk kamar, suara ketukan pintu membatalkan niatku untuk masuk ke kamar. Aku lalu kembali beranjak ke pintu masuk untuk melihat siapa yang datang sepagi ini.

Jam setengah tujuh masih sangat pagi untukku. Sebelum membukakan pintu, aku meletakan handuk di sofa ruang tengah terlebih dahulu.

“Siapa, sih, yang datang pagi-pagi seperti ini,” gerutuku, lalu membuka pintu.

Mataku langsung membelalak kaget saat melihat sosok itu. Zayn. Dia berdiri menjulang di depanku dengan tatapan tajam. Sial, kenapa aku bisa lupa jika dia akan kesini? Dan kenapa dia bisa datang kemari sepagi ini?

Protect You || Malik [au]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang