Chapter 64

6.9K 768 76
                                    

*zayn's pic at mulmed*

sorry for typo(s)

_________________________________

Sinar matahari membuat mataku terbuka secara perlahan. Aku mengerang ketika kapasitas cahaya itu langsung menyerang indra penglihatanku begitu aku membuka mata. Gambaran remang-remang sekarang bisa menjadi lebih jelas setelah aku mengerjap beberapa kali. Di samping jendela, Liz sedang tersenyum geli menatapku. Ia melepaskan pegangannya pada jendela dan menghampiriku.

Berat tubuhnya menekan sisi ranjang ketika ia duduk. Aku menarik diriku untuk ikut duduk lalu meletakan sebuah bantal pada pangkuanku.

"Tadi Bels mencarimu," ujarnya.

"Dimana dia sekarang?"

"Oh, dia sudah berangkat sekolah. Tadi ia sempat bertanya apakah hari ini kau akan kembali ke apartemen atau tidak." jawab Liz.

Aku terdiam begitu mendengar ucapannya. Ingatan tentang kejadian semalam lantas kembali memenuhi benakku. Tentang bagaimana Zayn yang sebenarnya dan apa tujuannya mendekatiku. Jadi, semua kebenaran itu bukanlah mimpi. Ini kenyataann yang masih cukup sulit kuterima.

Bagaimana mungkin hal serumit ini terjadi hanya dalam waktu satu malam? Aku menghela nafas panjang, bukan itu yang harus kupikirkan. Sekarang yang terpenting adalah, apakah aku bisa benar-benar kembali ke apartemen atau tidak?

"Untuk dua hari ke depan mungkin aku masih tetap tinggal di sini. Bagaimana, Liz, kau keberatan? Kalau iya maka aku akan-"

"Tidak, tentu saja tidak. Kau bisa menginap di sini sesuka hatimu." potong Liz.

Aku tersenyum sekilas padanya dan hendak menyampaikan ucapan terimakasihku. Tapi dilihat dari ekspresi wajahnya, Liz terlihat tidak mau aku mengatakan apapun mengenai ucapannya. Perempuan ini, betapa beruntungnya aku mempunyai teman seperti dia.

Harusnya sejak dulu aku menuruti ucapannya untuk menjauhi Zayn sehingga hal seperti ini tidak akan terjadi padaku. Harusnya aku tahu kalau ucapan Liz benar, dia bukan orang yang bisa kupercaya. Tapi yang terjadi justru kebalikannya. Aku tidak menjahuinya, aku mempercayainya, aku jatuh cinta padanya. Dan sekarang semuanya sudah terlambat. Aku hanya bisa menyesali perbuatanku dan berusaha sekeras mungkin untuk bisa melupakannya.

"Aku ada kuliah pagi hari ini, kau mau berangkat atau tidak?" tanya Liz.

"Jam berapa sekarang?" ungkapku setelah mengingat bahwa kemarin aku baru saja membolos kuliah.

"Delapan," Liz mengecek jam tangannya. "Aku berangkat pukul setengah sembilan nanti. Kau mau sarapan dulu?"

"Tidak perlu, aku ada jam kuliah pagi juga hari ini. Sama sepertimu, hanya saja semua buku materiku ada di apartemen. Aku harus mengambilnya dulu sebelum ke kampus."

Liz mengangguk, ia lalu berdiri, "Aku akan membuat sarapan. Kau bisa ikut makan kalau mengubah pikiranmu, oke? Aku tidak mau kau pingsan di kelas karena kelaparan."

Aku tertawa singkat, "Tenang saja, Liz. Aku tidak selemah itu. Lagi pula apakah penampilanku sangat menyedihkan?"

"Iya," ia mengamati diriku lalu tersenyum kecil. "Kau terlalu banyak menangis. Jadi, tolong usahakan agar kau tidak menangis lagi hari ini. Kantung matamu sudah cukup besar karena terlalu banyak menangis. Tapi, ingat, kau masih bisa bercerita tentang apa yang kau alami padaku."

Aku terdiam ketika mendengar ucapannya barusan. Tentu saja penampilanku sangat buruk hari ini. Bagaimana aku bisa lupa kalau tadi malam aku hampir tidak bisa berhenti menangis? Bahkan aku baru bisa berhenti ketika mataku terlelap.

Protect You || Malik [au]Where stories live. Discover now