• • •

"Aku tidak akan memintamu di sini. Bagiku, aku harus memintamu di depan walimu. Yang dalam hal ini adalah Tante Inggrit juga Yasmin dan suami. Jadi ... aku hanya ingin bertanya sekali, Sha. Bersedia menjalani babak baru bersamaku? InsyaAllah, walaupun aku belum setaat para kakak dan abang di sini. Aku akan selalu belajar menjadi imam yang baik untukmu dan Bian nanti," Rayden mengucapkan permintaannya pada Shanum yang terlihat terkejut. Pasalnya saat ini mereka baru saja makan malam bersama di Marriot Mena House. Semua masih berkumpul dan ternyata pesan yang Rayden kirimkan tadi sebelumnya menyangkut tentang ini.

"Kak ... ini ... serius?" tanya yang sontak menelurkan tawa dari para pria yang mendengar juga gelengan kepala yang dihasilkan dari empat perempuan cantik di sana.

"Shanum ... kamu tahu tidak kalau Rayden sudah setengah mati menahan gugup sejak tadi? Dan pertanyaanmu itu membuat dia speechless. Tuh lihat mukanya," Langit menunjuk wajah Rayden yang terlihat terkejut sendiri.

Shanum menahan senyumnya ketika Rayden hampir memutar bola mata, "Afwan, Kak Ray. Ini sedikit mengejutkan," ucapnya.

"Bukannya sudah kukatakan kalau aku akan menikahimu?" ujar Rayden sedikit keki namun Athar dan Atha dengan cepat menepuk pelan pundak pria itu.

"Ya ... aku 'kan gak tahu. Kupikir gak akan sekarang dimintanya." Shanum membela diri

"Sudah ... sudah, kalian kenapa malah adu urat sekarang?" Athar bersuara, "Jadi Shanum ... Abang, Kak Atha, Kak Zaid dan Kak Langit di sini sebagai wali sementaramu dan Rayden. Kami tidak mungkin membiarkan kalian berdua dan memperbanyak khalwat. Begitu pula kehadiran kakak-kakakmu yang lain, mereka di sini untuk menemani kamu. Anggaplah ini sebagai ta'aruf yang kalian jalani. Untuk proses selanjutnya, akan diserahkan pada Tante Inggrit dan keluargamu. Mereka lebih berhak atasmu dan mengambil keputusan terbaik sesuai kesepakatan bersama," jelas Athar membuat Shanum menggigit bibir bawahnya menahan gugup.

Aisyah ikut mengusap bahu Shanum, "Jawablah Sha dan jelaskan apa yang harus jelaskan." bisiknya.

Shanum melirik sekilas lalu mengangguk, "Eung ... Kak Ray, mohon maaf sebelumnya. Bisa aku menghubungi Tante Inggrit untuk mendiskusikan keputusanku?" tanyanya.

"Untuk meminta izin restu Tante?"

"Iya."

Rayden tersenyum pelan, "Ini, pesan dari Tante." pria itu menunjukkan ponselnya, membuat Shanum membaca sendiri pesan yang berisi izin dari sang Tante. "Sebelum mengatakan niatku padamu, aku sudah lebih dulu meminta izin sama Tante. Alhamdulillah, sebagai walimu beliau mengizinkan," lanjutnya.

"Alhamdulillah," gumam Shanum kemudian gadis itu mendongak menatap semua orang di sana, "Dengan segala izin Allah dan Tante sebagai waliku, InsyaAllah, Kak. Sha bersedia," jawabnya.

Mendengar itu deraian hamdalah terdengar di ruang private yang sengaja di pesan oleh Rayden sebelumnya. Lalu Shanum menghela napasnya pelan dan meminta izin dari semuanya untuk berbicara pada Rayden di sudut ruangan. Athar selaku wali keduanya mengizinkan, walaupun mereka semua tetap berada di ruangan yang sama. Hanya saja memang keduanya membutuhkan privasi untuk membicarakan hal paling penting yang harus Rayden ketahui.

Setelah mereka duduk berhadapan di dekat jendela, Rayden menatap ke arah pemandangan di luar yang menakjubkan. Piramida Giza di malam hari disertai jutaan lampu yang bersinar dari rumah-rumah dan hotel yang ada di sekitarnya sangatlah cantik. Membuat pemuda itu berdecak kagum dan menggumamkan Asma Allah dalam hatinya.

For Rayden ✔️Where stories live. Discover now