Perkenalan Lab

555 44 36
                                    

Aku menatap gedung merah bata yang menjulang di hadapanku. Inikah gedung matematika Kanazawa College? Kutarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan rasa antusias sekaligus kepanikan yang merajai hati. Uh, perasaan yang menyenangkan. Hari ini hari perdanaku bertemu Takeda Sensei! Seseorang yang akan menjadi guru dan tumpuanku selama di perantauan. Apakah Sensei seperti yang kukenal ketika melakukan video call?

Namun senyumku lalu memudar. Setelah memberi salam padanya, mungkin Sensei akan memperkenalkanku pada para mahasiswa bimbingannya. Dan aku akan bertemu lagi dengan Haruto –yang ternyata Senpaiku. Ugh. Prospektif itulah satu-satunya hal yang mengendurkan semangatku di hari spesial ini. Mudah-mudahan Haruto ada seminar mendadak seperti Eli, atau tiba-tiba terkena flu, asal tak ada di lab ketika aku datang.

"Sudah siap, Neng?" Eli memanggilku. Aku menoleh.

Kemarin, aku akhirnya bisa bertemu Eli untuk pertama kalinya di waktu yang sangat krusial. Ketika langit sudah gelap dan hendak memasak makan malam, baru kusadari tak ada peralatan dapur sama sekali di apartemen yang baru kutempati. Untuk apa membawa mie instan setumpuk kalau tak bisa dimasak? Rendang dan makanan beku lain yang kubawa pun tak bisa kuhangatkan, masih beku semua. Teringat tawaran Haruto untuk membeli udon atau sushi sebagai bekal dibawa ke rumah. Setelah sendirian, baru kumengerti maksudnya. Tapi ayolah, siapa yang berani mengajak beli makanan tambahan setelah belanja pertama pun sudah ketahuan kita tak punya uang?

Aku hendak menggunakan air keran kamar mandi yang panas ke dalam mangkuk untuk memasak mie, ketika pintu diketuk dan Eli memperkenalkan diri. Ia tertawa mengetahui yang akan kulakukan, lalu segera meminjamkan peralatan masak.

Tadi pagi, ia mengajakku pergi bersama ke kampus. Ketika sampai di gedung Matematika dan aku berhenti terkagum, ia membiarkanku selama beberapa menit.

Eli mulai berjalan ke arah pintu masuk, "Mau masuk gak nih, Aya?" Eli membuyarkan lamunan, menunggu jawabanku.

Aku tertawa rikuh demi menyamarkan gugup, "Yuk!"

Kami berjalan ke pintu gedung matematika yang membuka secara otomatis, lalu segera bertemu dengan ruang kosong cukup luas. Ruang ini menyambung pada sebuah lorong di samping sebuah dinding yang tertutup oleh mading-mading besar. Kukira kami akan menuju ke sana, tapi Eli menunjuk tangga di samping kanan kami lalu mengisyaratkan untuk mengikutinya naik ke lantai berikutnya.

Nuansa putih yang sedikit kaku mewarnai lantai dua tempatku sekarang berdiri. Serentetan ruangan tertutup dengan papan nama berjajar rapi di kanan dan kiri gedung mendominasi. Kuduga itu adalah ruang-ruang dosen dan lab penelitian. Bagian kanan dan kiri lantai dua dipisahkan oleh sekat tangga dan ruang untuk keperluan umum seperti tempat fotokopi. Aku mengamati tempat berdiam para dosen matematika kampus baruku ini. Menebak seperti apa sosok mereka yang berada di balik pintu.

Eli terus berjalan sampai ke ruangan paling ujung, dimana sebuah kanji yang tak kumengerti bertengger di pintunya.

"Ini ruangan Takeda Sensei," jelas Eli.

Ia lalu mengetuk pintu dengan sopan. Tidak pelan agar terdengar dari dalam, namun juga tidak terlalu keras yang mengesankan kasar.

"Haik!" terdengar jawaban dari dalam. Takeda Sensei sudah berada di ruangan sepagi ini.

"Eli desu." Eli masih berdiri di depan pintu, mengabari bahwa ia yang meminta izin untuk masuk.

"Haitte kudasai." Ujar Takeda Sensei, mempersilakan masuk.

Eli membuka pintu. Dengan ragu aku mengintip di bilik pintu selepas Eli memasuki ruangan. Menduga seperti apa sosok asli Takeda Sensei. Sebuah senyuman kecil menyambutku dari balik meja di depan jendela.

Sakura Kanazawa (TELAH TERBIT!)Where stories live. Discover now