Bab 7 - Azalea Residence

1.9K 97 11
                                    

"Nih charger-mu!" Freya menghempaskan charger ponsel Roya ke paha gadis itu, tak lupa memasang wajah masam. Ruang klub cheerleader masih kosong. Dia sengaja meminta Roya datang sejam lebih awal dari waktu latihan karena perlu bicara empat mata dengan sahabatnya itu.

"Jompo abis poundfit?" Roya tergelak hampir terguling dari kursi. Untung saja ada lengan kursi yang menahan tubuhnya.

"Geser," Freya menepuk lengan Roya, memintanya membagi tempat duduk. "Nggak usah ngeledek, deh. Aku kan cewek lemah, nggak setangguh kamu." Freya sengaja melunglaikan tubuhnya seperti balon kempes sebagai ekspresi hiperbolis betapa lemah dirinya.

Walaupun mereka sama-sama ada di klub cheerleader, stamina Freya dan Roya jauh berbeda. Terlihat jelas dari hobi keduanya. Roya hobi naik gunung, sedangkan Freya hobi nonton Netflix sambil ngemil satu bungkus besar Cheetos.

"Kamu kalau olahraga terus nanti badannya kayak Machamp, lho," Freya masih belum menyerah membujuk Roya agak tidak terlalu gila olahraga.

"Machamp apaan?" Alis Roya hampir bertaut. Kadang-kadang kosakata Freya memang suka ajaib.

"Itu—Pokemon yang kekar terus tangannya ada empat."

"Ini bocah, ya! Kebanyakan main game, sih!" Roya menjewer telinga Freya.

"Adudududuh!" Freya memekik kesakitan. Guru sekolahnya saja dulu tidak ada yang pernah menjewer sekeras itu. "Nggak main game kok... cuma nonton Animax." Freya mencengir, memperlihatkan semua gigi-gigi depannya.

"Udah, ah. Buruan, mau ngomong apa? Aku sampai take away kopiku nih gara-gara kamu minta cepet-cepet ketemu!" Roya menunjuk latte dalam gelas kertas 1/15 Coffee yang teronggok di atas meja. Freya tahu gelas itu isinya latte. Roya cuma mau pesan latte di kedai kopi.

"Jadi kan... kemarin badanku sakit-sakit ya..." Freya menggigit bibir, tak tahu harus mulai dari mana. Semua akal-akalannya untuk mengulur-ulur pembicaraan sudah habis. "Terus... Gio mampir bawa bolu abon dari Raja Ampat...."

Mendengar nama Gio disebut, Roya langsung mendekatkan tubuhnya. Jelas ini adalah sebuah pembicaraan yang sangat serius. "Terus, dia mijetin kamu?"

"Nggak sih...."

Freya menyerah. Dia tak punya pilihan lain selain membeberkan semuanya. Se-mu-a-nya! Mulai dari Gio menggendongnya sampai ke kamar, menyelimuti Freya, sampai kembali lagi untuk naik ke tempat tidur Freya dan memeluknya semalaman.

Seperti gerakan slow motion, mata dan mulut Roya membesar perlahan. "Frey—" Kali ini tangan Roya yang bergerak lambat sampai mencengkeram kedua pipi Freya, "—ya!" Barulah Roya mengguncang-guncang tubuh Freya dengan sangat keras dan cepat, seperti berusaha mengeluarkan isi otak Freya dari dalam kepalanya. "GILA! KALIAN BERDUA GILA!"

"Kok aku? Yang gila kan dia!" Freya masih bisa membela diri. Sekarang rambutnya seperti jambul kakatua gara-gara Roya.

"Iya, dia gila. Tapi kamu juga gila! Astaga, Freyaaa!" Roya menjerit histeris seperti orang gila. "Buruan deh usir dia dari sebelah kamarmu! Buruaaan!"

Alih-alih menyahut, Freya justru mencekoki Roya dengan latte-nya. Berhasil. Roya sedikit lebih jinak. "Iya, nanti kuusir. Tapi tunggu timing yang pas, ya."

"Freya, kalau dibiarin lama-lama, hubungan kalian itu nanti semakin kusut, lho."

Freya merampas gelas kopi dari tangan Roya dan meneguknya. "Terserahlah." Sepertinya dia juga sebentar lagi akan histeris.

* * *

"Ayo, kita mulai lagi, ya!"

"Ampuuun!" jerit Freya, hampir pingsan mendengar Roya masih memaksa mereka untuk terus latihan. Jam latihan sudah selesai dua puluh menit yang lalu. Freya sudah berkali-kali memanjat piramida manusia dan dilontarkan ke udara. Dia pusing, lelah, belum lagi rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya akibat poundfit masih juga terasa.

My NoonaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang