23. I Miss You

1.9K 116 8
                                    

Entah sudah berapa banyak tissu yang Lea habiskan untuk menghapus air matanya. Matanya sudah bengkak dan wajahnya sembab karena bekas air mata. Sudah dua hari ini ia mengurung diri di kamarnya. Sejak kejadian di mana ia ketahuan dengan kakaknya itu, mereka benar-benar dipisahkan. Lea benar-benar diberhentikan dari kantor tempatnya bekerja, dan kini ia resmi menganggur. Bahkan ponselnya untuk sementara ini disita, sehingga ia tak bisa berhubungan lagi dengan kakaknya. Ia tak kuat menahan rasa sesak di dadanya, menahan rasa rindu yang begitu membuncah. Ia sangat merindukan Panji, hingga rasanya begitu sakit. Ia enggan untuk keluar dari kamarnya, sehingga untuk makan pun harus diantarkan ke kamarnya. Ia enggan untuk makan meski perutnya merintih meminta untuk diisi. Ia hanya makan dua atau tiga suap saja. Bagaimana ia mau nafsu makan jika pikirannya sedang kacau balau seperti ini. Ia begitu lelah menangis seharian, siang dan malam memikirkan kelanjutan hubungannya dan Panji yang terancam bubar. Dan ia tak bisa tidur nyenyak dua malam ini. Yang ia lakukan sekarang hanyalah berbaring di ranjangnya sembari memeluk boneka kesayangannya yang sudah basah karena air matanya.

Ceklek ....

Terdengar pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok wanita yang mempunyai wajah mirip dengannya. Wanita itu melangkahkan kakinya pelan menuju putrinya yang sedang berbaring menghadap ke jendela. Hatinya serasa diremas melihat sang putri yang terlihat begitu kacau. Bukan hanya Lea yang hancur, dirinya sebagai ibu yang telah melahirkannya dan membesarkannya juga ikut merasakan sakit, bahkan jauh lebih sakit tanpa Lea tahu. Ia tak bisa berhenti menangis sejak malam itu di mana ia menemukan putra dan putrinya hampir melakukan perbuatan tidak senonoh di kamar gadis itu. Ia bersyukur segera datang ke sana dan memergoki aksi mereka. Andai kedua anaknya tahu bagaimana hancurnya perasaannya saat mengetahui hubungan terlarang mereka selama ini. Ia tak menyangka sama sekali jika kedua anak itu akan berbuat sejauh itu tanpa ia sadari. Ia merasa menjadi ibu yang tidak peka terhadap anak-anaknya, tentang bagaimana pergaulan mereka di luar sana. Ia melirik piring dalam nampan di meja nakas yang masih agak penuh. Putrinya hanya makan sedikit dan ia khawatir akan kondisi kesehatannya.

"Lea...." panggilnya. Tak ada sahutan dari gadis itu. Lana menghela nafasnya. Ia berjalan mendekati ranjang putrinya dan duduk di sana. Ia mengguncang pelan tubuh putrinya.

"Lea, bangun, Nak! Makanan kamu belum habis. Jangan siksa diri kamu seperti ini." ucapnya. Lea masih enggan untuk beranjak dari berbaringnya. Isakan kecil masih terdengar oleh Lana. Dengan sangat terpaksa, wanita itu membangunkan paksa tubuh putrinya sampai gadis itu terduduk menghadapnya. Hatinya serasa diremas melihat wajah sembab dan rambut berantakan putrinya. Lea persis seperti korban kekerasan atau pelecehan. Sungguh ia tak sanggup melihat putrinya yang biasanya selalu terlihat ceria dan hangat kini berubah suram dan seakan tak ada semangat hidup lagi.

"Lihat Mama!" pintanya sambil menangkup wajah putrinya. Lea hanya menatap datar mamanya. Tatapan itu terasa kosong.

"Coba kamu lihat dirimu sekarang! Kamu sangat kacau sekali. Apakah kamu sudah tak menyayangi dirimu lagi? Jangan gila, Lea!" ucapnya dengan nada marah. Emosi yang dipendamnya selama ini ia luapkan dan tak bisa untuk ia tahan lagi. Ia bingung, tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi putri kesayangannya ini. Lea selalu keras kepala dan tak jarang membuatnya jengkel dan naik darah. Lea hanya diam saat mamanya membentaknya.

"Kamu sudah keterlaluan. Dengan kamu seperti ini itu sangat menyakiti perasaan kami sebagai orang tua kamu. Apa kamu ingin membuat kami jadi ikut gila sepertimu, hah?!" ucapnya lagi dengan emosi yang tak bisa dibendung lagi sambil mengguncang-guncang bahu putrinya. Lea menangis kembali membuat Lana semakin kesal saja.

"Jangan bisanya cuma nangis! Mengurung diri seharian tanpa melakukan aktivitas apa pun selain meratapi sesuatu yang tidak seharusnya kamu tangisi. Semua itu sia-sia saja!" ucapnya lagi masih dengan nada meninggi. Lea menatap wajah mamanya yang kini terlihat sedang menahan emosinya, dan penyebabnya adalah dirinya.

This LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang