Part 18

71.6K 3.6K 82
                                    

“Kak, yang semangat ya terapinya dan ingat aku dan dedek nungguin di luar, ayo semangattttt suamiku” aku melihat istriku memberi semangat sangat antusias, dan tak lupa dia memberikan ciuman dan pelukan hangat. Ah sayang betapa kakak ingin memeluk kamu dengan keadaan normal.

“Kamu tunggu di ruang tunggu saja, jangan kemana – mana dan hati – hati kalo ada apa – apa hubungi saja kakak” kataku memberi pesan.

“Siap Daddy, Mommy dan dedek akan duduk saja dengan tenang di sini” katanya dengan nada seperti tentara yang sedang mendengar arahan dari kepala pasukan.

Aku tertawa melihat tingkah konyol wanita ini, sudah mau punya anak masih juga gak bisa dewasa. Perawat mendorong kursi rodaku menuju ruang terapi.

“Siang Dok, bagaimana keadaan kaki saya” tanyaku dengan penasaran.

“Mmmmmm kecelakaan itu membuat salah satu tulang Bapak menjadi patah tetapi waktu dulu sudah kami lakukan operasi, tetapi karena Bapak koma jadi penyembuhannya belum optimal, jadi masih membutuhkan waktu supaya kaki Bapak bisa kembali normal” kata Dokter panjang lebar.

“Berapa lama Dok?, ada kesempatan sembuh?, saya masih bisa jalan dengan normal kan Dok?” tanyaku beruntun karena ketakutan kalo kedepannya kakiku ini tidak bisa digunakan untuk berjalan lagi. memikirkan itu  detak jantungku rasanya berhenti berdetak. Ketakutan menjalar di diriku.

“Paling lama 1 atau 2 tahun ini pak, tapi kalo Bapak rajin terapi paling cepat 6 bulanan Bapak sudah kembali bisa berjalan dengan normal” katanya berusaha menenangkanku.

Ya Allah 6 bulan?, bagaimana aku harus memberitahu Maika, apalagi sebentar lagi dia melahirkan, aku ingin menemani setiap proses kelahiran anak kami. Entah kenapa rasanya hdupku ini kepana gak pernah bisa bahagia, apa ini kutukan dan balasan dari Allah karena kejahatan kedua orang tuaku.

“Baiklah Dok, ayo kita mulai Terapinya, saya harus sembuh dan bisa berjalan secepatnya, istri saya sebentar lagi melahirkan dan saya berjanji akan menemaninya”

Aku harus semangat, aku gak boleh putus asa, istri dan calon anak kami membutuhkan aku, kalo aku lemah dan menye – menye, dijamin istriku pasti lebih sedih dan aku gak mau ada air mata lagi di pipinya, cukuplah aku yang menderita jangan dia.

“Dok, saya boleh minta tolong?” kataku ketika kami selesai melakukan terapi siang ini.

“Apa selagi saya bisa menolong Insya Allah saya akan tolong”kata Dokter itu ramah.

“Seandainya istri saya bertanya, bilang saja keadaan saya baik – baik saja, dia lagi hamil Dok, tekanan dan kabar buruk bisa membuat kandungannya bermasalah”

“Tapi Ibu berhak tau Pak, sebaiknya Bapak memberitahu keadaan Bapak dengan istri Bapak”

“Nanti Dok setelah dia melahirkan, bukan sekarang… saya mohon”

Aku mendengar helaan nafas dari Dokter, mungkin dia dilema juga.

“Baiklah Pak tapi kalo bisa Ibu tau jadi Bapak dan Ibu bisa memberi semangat agar terapi ini bisa berjalan lebih baik”

“Oh satu lagi Dok, apa selama saya Terapi saya masih bisa melakukan hubungan suami istri dengan istri saya?” aku sengaja bertanya hal itu karena kalo tidak boleh dan berakibat kakiku lama sembuhnya lebih baik di hindari.

“Boleh tapi jangan terlalu sering, saya takut kaki Bapak belum terlalu kuat menahan daya tubuh dan melakukan gerakan yang berakibat kaki Bapak pemulihannya menjadi lama, lagian istrikan lagi hamil, di tahan saja sampai masa nifasnya selesai” kata Dokter itu meledekku.

Ya elah Dok, gak tau aja istri saya nafsu dan hasrat melebihi sapi betina. Lebih baik dihindari, sampai masa 6 bulan ini, agar kakiku cepat sembuh dan aku bisa kembali berjalan.

6. Sedikit Cinta Untuk GemalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang