15. New Friend

En başından başla
                                    

"Kau ingin mengobrol di tempat lain?" bisik Eugene lagi.

Alfie melihat ke sekitarnya. Nyaris semua orang melihat ke arah mereka sekarang.

Tertawa kecil, Alfie mengangguk dan mengambil barang-barangnya. Mereka keluar bersama dan menghabiskan waktu di cafe untuk mengobrol.

"Jadi, sebenarnya seperti apa pertemuanmu dengan Adolf?" tanya Alfie penasaran, meletakan cangkir berisi cokelat panas.

Wajah Eugene merona merah. "Pertemuanku dengan Adolf tidak terlalu menarik. Beberapa bulan lalu, aku kehilangan sahabat. Sebelum dia menghilang, dia pernah berkata padaku untuk datang ke suatu tempat."

"Dan kau menurutinya begitu saja?"

"Well, aku mengenalnya sejak dalam masa-masa sulit. Dia selalu membantuku. Lagipula, nyaris sembilan puluh persen perkataannya selalu benar." Eugene  terdiam sejenak. "Saat aku mendatangi tempat itu, aku bertemu dengan Adolf." Wajah Eugene merona lagi. "Aku hanya tidak menyangka kalau dia memintaku jadi pacarnya."

Eugene tidak menceritakan kenyataan sebenarnya dengan lebih detail karena dia tahu bahwa tidak semua orang percaya dengan supranatural. Bagaimana mungkin dia bisa bilang pada Alfie, yang seorang manusia, bahwa dia seorang incubus?

Hal terakhir yang Rein katakan sebelum cowok itu menghilang hanya satu, "Pergilah ke bagian ujung Barat saat kau benar-benar lapar. Di sana, kau akan menemukan seseorang yang menunggumu."

Eugene bertahan untuk tidak pergi. Dalam hati dia tahu bahwa Rein ingin membawanya bertemu dengan mate-nya, sesuatu yang selalu didengung-dengungkan Rein selama ini. Saat itu, Eugene memutuskan untuk mati, karena dia tidak menginginkan orang lain.

Dia mencintai Rein.

Eugene mencintai Rein dan tidak membutuhkan orang lain. Namun, berulang kali Eugene memanggil anak muda itu, tidak sekalipun Rein membalas. Rein tidak kembali. Dia tidak akan pernah kembali.

Dan dihantui rasa lapar, patah hati, juga keinginan untuk bunuh diri, pikiran Eugene seakan gelap. Eugene merasa kalau dia bukan di dalam tubuhnya sendiri. Setiap orang yang dia lihat seperti makanan. Yang dia inginkan adalah menyentuh seseorang, siapapun boleh.

Eugene ngeri dengan pikirannya sendiri. Dia tidak ingin menjadi monster.

Sekali lagi, Eugene tahu bahwa Rein benar. Dia tidak bisa melawan desakan primitif untuk bertahan hidup. Jadi dengan sedikit tenaga yang tersisa, Eugene pergi ke Barat. Tentu saja, perjalanan itu tidak mudah, karena dia tidak tahu bagian barat mana yang harus dia tuju.

Yang saat itu Eugene ingat adalah, dia berjalan berhari-hari dengan kaki berdarah. Langit begitu gelap digantung oleh awan hitam namun mahari bersinar begitu terik luar biasa. Tubuhnya sudah tidak sanggup dan dia jatuh ke rerumputan kering.

Eugene menatap langit. Sedikit bahagia. Walau mati, setidaknya dia tidak akan melukai orang lain. Seluruh pandangannya menjadi gelap dan berat sampai seseorang mengguncang-guncangkan tubuhnya. Rasa sakit menyelimuti dirinya. Sesuatu seakan mengalir di lehernya.

"Oh God... tidak... tidak..." terdengar suara asing, mirip seperti isakan. "Bangun... bangun! Dad!"

Eugene berusaha membuka mata. Kelopak matanya terasa berat. Eugene tidak dapat melihat dengan jelas, namun wajah seseorang muncul perlahan. Orang itu menangis dan ada darah di bibirnya.

"Kau tidak boleh mati, kau dengar?" Air mata besar-besar berjatuhan dari wajahnya. "Dad, Aragreli!"

Ada langkah kaki dari dua sosok lain yang datang. Eugene tidak dapat melihat mereka dari posisinya saat ini.

Alpha AddictedHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin