01 : Wanita Padang Pasir

10.3K 576 15
                                    

-Awali dengan Bismillah, akhiri dengan Alhamdulillah-

☁☁

"Jadilah seperti bunga yang memberikan keharuman bahkan kepada tangan yang telah merusaknya."
-Ali bin Abi Thalib-

🌹🌹

Setelah melaksanakan salat dhuha, Nayla segera bergegas untuk pergi, pagi ini Nayla ingin mengelilingi kota Bandung.

Nayla ingin menikmati pemandangan pagi ini, ia tidak mau berdiam diri di dalam rumah itu yang membuatnya semakin merasa asing dan tidak nyaman.

Nayla masih terlihat kaku dengan lingkungan rumah bak istana itu, namun tidak ada ketenangan sama sekali.

Nayla meraih tas ranselnya yang berwarna hitam, Nayla memasukkan kunci mobil yang semalam diberikan oleh Albert. Ya, lelaki itu memberikan mobil untuk Nayla, tanpa basa-basi dan penolakan, Nayla menerimanya.

Menurut Nayla, dia memang pantas mendapatkan itu dari Albert. Sebagai hadiah pertama untuknya. Walau Nayla sebenarnya memiliki mobil sendiri, namun semua harta warisan dari almarhum kedua orangtua angkatnya itu ia simpan.

"Ehh, ponsel gue di mana, ya." Nayla baru ingat, bahwa ponselnya sejak kemarin tidak ada di genggamannya. Kenapa dia sampai pikun seperti itu. Itulah yang jadi pertanyaan Nayla.

"Dear, kamu sedang mencari ponselmu?"

Tiba-tiba Nayla di kejutkan dengan kedatangan Albert ke dalam kamarnya. Nayla menganggauk, saat melihat ponsel berwarna merah jambu yang ia rawat selama ini berada di tangan Albert.

"Ponselmu kuno sekali, Dear. Tidak usah di pakai lagi, nanti siang Daddy belikan ponsel baru." ucap Albert dengan bangganya.

Nayla membuka mulutnya dan membelalakkan matanya. Bagaimana bisa, ponselnya di bilang kuno! Ponsel itu baru di beli Nayla 3 bulan lalu dan itu ponsel tipe dan edisi terbaru, dan juga itu ponsel pilihan Fatimah.

Nayla menjadi jengkel melihat keangkuhan dari sosok Albert, membuat Nayla semakin risih. Albert dan dirinya tidaklah sejalan, mereka bukan hanya berbeda agama tetapi juga berbeda pandangan dan cara hidup.

Lelaki itu memiliki gaya hidup yang terlalu modern, bahkan berkesan berlebihan. Berbeda dengan Nayla, dia yang selalu berusaha agar menjadi wanita sederhana dan apa adanya.

Nayla menarik napas saat Albert berjalan mendekat ke arahnya. "It's okay. Terserah Daddy," Nayla berkata pasrah.

"Nay masih mau pake ponsel ini sebelum ada ponsel baru. Di ponsel ini, banyak data penting milik Nay." Nayla meraih ponselnya dari genggaman Albert, namun usahanya sia-sia.

"Setelah ada ponsel baru, ponsel ini menjadi milik Daddy. Kamu tidak boleh lagi menggunakan ponsel kuno ini." titah Albert. Dan segera keluar dari kamar Nayla.

Nayla meringis, hatinya benar-benar kesal. Ponsel saja bisa menjadi biang keributan bagi Albert. Bagaimana mungkin, dia bisa tinggal lebih lama lagi bersama lelaki keras kepala seperti itu. Semua di permasalahkan dan semuanya di ukur dengan uang dan kekayaan.

Gadis itu merasa berbeda jauh dengan Albert. Semua yang mereka lakukan benar-benar bertolak belakang.

Setelah beradu argumen karena ponsel, Nayla langsung menuruni anak tangga dan menuju garasi untuk mengeluarkan mobil. Dia ingin mencari ketenangan di luat sana, rumah itu tidak memberikan Nayla ketenangan sama sekali.

"Nayla,"

Baru saja Nayla melanglahkan kakinya menuju garasi, suara Diana terdengar jelas memanggilnya.

Mahar Cinta Nayla (Selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang