Lima

2.6K 334 23
                                    

-Tin POV-

Setelah bell pulang sekolah berbunyi, aku melihat Can langsung berlari keluar kelas. Padahal biasanya dia selalu memintaku untuk mengantarnya. Apa dia benar-benar marah karna lollipop kesukaannya aku rebut?

Apa sebaiknya aku minta maaf?

Atau aku belikan saja dia lollipop satu kotak besar? Biar dia tidak marah lagi.

Eh.

Kenapa jadi ngerasa bersalah gini sih.

Sudahlah. Nanti juga Can akan balik seperti biasa lagi.

Tapi...

Kenapa aku jadi kepikiran ya. Biasanya Can kalau marah kan selalu diungkapkan saat itu juga. Tapi kenapa sekarang dia diem aja gitu ya. Sampai menghindariku.

Aku terus memikirkan Can selama perjalanan pulang ke rumahnya.

Ya, ini memang rutinitasku saat pulang sekolah. Bukan tidak ada alasan aku msngantar Can ke rumahnya. Tapi aku bisa sekalian makan masakan ibunya yang enak. Keluarganya membuatku nyaman.

"Tin, kok gak bareng Can pulangnya?" Ibu Can menyapaku.

"Tidak, Bi. Can ngambek kepadaku sepertinya." Kataku mengambil tahu goreng di meja makan setelah mencuci tanganku.

"Kalian ini sudah besar masih saja berantem..." kata ibu Can menggelengkan kepala.

Aku hanya mengangkat bahuku. Lalu membantu ibu Can menyiapkan makan malam. Ya walaupun aku hanya membantu menata piring dan sendok saja sih.

"Tin, tolong bangunin Can ya. Suruh dia turun untuk makan." perintah ibu Can.

Aku langsung bergegas ke lantai menuju kamarnya. Penasaran juga apa yang sedang dia kerjakan. Biasanya tanpa dipanggil, dia akan dengan sendirinya turun ke bawah bila sudah mencium aroma masakan ibunya.

Aku membuka pintu kamarnya.

Ternyata Can sedang tidur.

Aku berjalan perlahan menuju kasurnya. Berharap ingin mengagetkannya.

Tapi melihat penampilannya malah membuat aku sulit untuk menelan ludah...

Can hanya memakai handuk putih yang menutupi bagian bawahnya...

Kulit putihnya memanjakan kedua mataku. Can terlihat sempurna bagi ku. Kulit nya terlihat halus dan lembut. Badannya juga sangat ramping untuk ukuran pria.

"Sa-sakit..." Can tiba-tiba mengigau membuatku menahan tawa.

Bodoh. Mimpi apa dia.

"Tin... ja-jangan..."

Eh? Dia memimpikan aku?

"Nghh...."

Sial.

Can, jangan menguji kesabaranku!

Pertahananku lemah saat Can menggigit bibir bawahnya. Bahkan saat tidurpun dia bisa se-seksi ini?

Eh? Seksi?

Sial Tin. Mengapa kau tidak bisa menahan hasratmu sendiri! Aku mengumpat diri sendiri.

Terlambat...

Aku tak tahan untuk menciumnya....

Ciuman keduaku...

Berbeda dengan ciuman pertama kami saat berumur 10 tahun, kali ini Can membalas ciumanku.

Aku terus mengulum bibirnya, sampai perlahan dia mendorongku.

Sial. Aku lepas kontrol!

"T-tin....?" Can yang tiba-tiba bangung terlihat gugup.

Dia memperhatikan bibirku.

"Apa kamu..... menciumku?" tanya nya ragu.

Aish! Tin mengapa kau tidak bisa mengontrol hasratmu sih.

************

Can semakin menghindariku...

Selama makan malam dia yang biasa cerewet tiba-tiba tak bicara sepatah kata pun. Membuat aku jadi canggung di hadapan orang tuanya.

Setelah membantu membersihkan piring kotor. Aku meminta izin ke orang tua Can untuk menginap, dengan alasan kedua orang tuaku sedang tidak di rumah.

Aku mengikuti Can ke kamarnya.

"Gak usah jelasin apa-apa..." Can tiba-tiba berkata. Membuatku bingung apa maksudnya.

"Udah aku maafin. Tapi Tin jangan bahas-bahas ciuman tadi ya." jelasnya.

"Loh kenapa? Kok kamu jadi kalem gini, Can? Biasanya kamu emosian." kataku. Dan langsung mendapat lirikan tajam dari Can.

"Tin.. boleh aku tanya sesuatu?" Can seperti salah minum obat. Sikap nya jadi aneh banget. Bikin aku merinding jadinya dengan sikap nya yang tiba-tiba kalem gitu.

Aku menatapnya. Menunggu pertanyaan apa yang mengganjal pikirannya.

Can menarik nafas panjang sebelum bertanya.

"Tin pernah bercinta gak?"

"......" aku menganga.

"......" Can menunggu jawabanku.

"......." aku menahan nafasku.

"Tin...?"

Anak ini, benar-benar gak bisa ditebak.

"Kenapa emang nya? Kok tiba-tiba nanya gitu." jawabku mencoba terlihat santai.

"Akhir-akhir ini aku gelisah. Aku sering mimpi yang aneh. Aku juga gak ngerti kenapa bisa mimpi kayak gitu. Aku mimpi Tin... itu... aku..." Can tampak ragu melanjutkan perkataannya.

Aku menunggu Can melanjutkan perkataannya.

"A-aku... aku terus bermimpi Tin menyetubuhiku. Tin terlihat seperti sudah berpengalaman..."

Aku menghela nafasku yang tak sadar sudah kutahan beberapa detik saat menunggu penjelasan Can.

"Tin, katakan sesuatu dong. Jangan diam saja. Aku malu nih." Can mejadi tak nyaman dengan pengakuannya.

"Kamu jangan terlalu dekat dengan Pond."

"Loh kenapa?"

"Kamu jadi aneh. Kayak bukan Can yang aku kenal."

"Tapi Pond teman yang baik. Dia mengajari ku banyak hal." bela Can.

"Baik gimana? Dia itu kan mesum. Cuma sex saja yang ada dipikirannya. Kamu emang nya diajarin apa? Diajarin onani atau apa?"

Kok aku jadi sewot ya.

"Tin kenapa sih jadi ngebahas Pond? Aku kan cuma penasaran ingin tahu aja. Udah deh males jadi nya. Aku mau ngerjain PR aja."

Can jadi ngambek dan beranjak ingin ke meja belajarnya. Aku menahan pergelangan tangannya.

"Besok-besok kalau mau tanya apa-apa langsung ke aku aja. Jangan ke Pond. Dan, menjawab pertanyaanmu, aku belum pernah bercinta. Apa masih ada yang mau ditanyain?"

"Oh..." respon Can singkat.

"Sekarang boleh gantian aku yang tanya?"

Can mengernyitkan alisnya.

"Bisa tolong jelaskan dengan detail apa yang kamu mimpikan tadi sore sampe mendesah memanggil namaku?"

Buahahahhaha... aku tertawa keras dalam hati.

Menggoda Can memang sungguh menyenangkan. Wajahnya menjadi merah seperti kepiting rebus.

.
.
.
.
.
.
.

********

AN: Tin rese yesh -_-
Seneng banget godain Can. Hehee
Btw, maaf banget baru bisa update. Minggu ini ada pelantikan pejabat baru. Jadinya aku agak sibuk ngerapihin laporan. ;_;
See you on next chapter ya! ^^

Musuh ku adalah Sahabat ku.Onde histórias criam vida. Descubra agora