Dua

2.6K 351 7
                                    

Tin dan Can memang tidak melulu selalu berselisih paham.

Seperti anak-anak kebanyakan, mereka selalu bermain bersama, walaupun setelah bertengkar.

Mereka saling melengkapi kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Tin dan Can seperti langit dan bumi.

Yang satu berasal dari keluarga berada, yang tidak harus bersusah payah bila ingin membeli sesuatu.

Sedangkan satu nya lagi lahir di keluarga sederhana, yang selalu menghargai segala sesuatu pemberian Tuhan.

Tin anak yang pintar, dan selalu masuk kelas unggulan.

Sedangkan Can, walau sudah belajar hingga tidak tidur selama seminggu, dia akan tetap berada di peringkat ke-2 dari urutan paling akhir.

Tapi Can mempunyai hati yang jujur, dia mempunyai banyak teman. Dia tak segan menolong temannya. Dia tidak suka melihat temanny ditindas oleh orang lain.

Berbeda dengan Tin, yang tak terlalu percaya akan persahabatan.

Sampai akhirnya, Can merubah sudut pandang Tin dalam sebuah pertemanan.



********



Tin, saat berusia 7 tahun...

"Tin... ngapain kamu disitu?"

Can yang sedang berjalan melewati taman sepulang menemani ibu nya belanja ke pasar melihat Tin duduk di ayunan sendirian. Tin tampak murung. Membuat Can tak bisa mengabaikannya.

"Siapa dia, Can?" tanya ibu Can.

"Tin. Teman sekolahku, bu.." jelas Can.

"Oh yaampun, sudah sore kok kamu sendirian disini? Dimana rumah mu? Ibu antar pulang ya?" tanya Ibu Can ramah.

Tin hanya menunduk kan kepala nya.

Batin seorang ibu memang begitu kuat. Ibu Can menyadari kalau Tin sedang tidak ingin pulang. Dia berinisiatif untuk mengajak Tin ke rumah Can. Khawatir Tin akan mengalami hal buruk bila dia terus berada di taman sendirian hingga larut malam.

Di rumah Can, Tin makan dengan sangat lahap. Dia tak pernah merasakan masakan enak seperti itu. Walaupun di rumahnya dia selalu makan masakan seorang koki yang handal.

"Ibumu baik ya, Can. Tidak seperti Mama ku yang selalu sibuk dengan bisnisnya." Tin berkata sebelum ia tertidur.

Hari itu Tin baru pertama kali merasakan kehangatan sebuah keluarga yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.

Dan sejak saat itu, Tin sering main ke rumah Can. Walaupun hanya untuk sekedar makan malam setelah pulang sekolah.



******


Tin, saat berusia 15 tahun...

Tin, yang tumbuh menjadi pria tampan, tinggi dan pintar, membuatnya menjadi idola di sekolahnya.

Banyak wanita-wanita yang mengejarnya.

Dan tidak sedikit pula laki-laki yang mengejarnya.

"Tin, terimalah surat cinta dariku."

Champoo, adik kelasnya, memberanikan diri untuk menyatakan cintanya.

Dia wanita yang cantik, pintar dan juga dari kalangan keluarga berada.

Mungkin akan sangat cocok dengan Tin.

Tapi Champoo bukanlah tipe perempuan yang disukai Tin.

"Tin~~~~" Can tiba-tiba datang entah darimana. Dia berlari dan langsung memeluk Tin.

"Kamu kemana aja sih, Tin? Aku mencarimu kemana-mana. Ihh... aku kan kangen banget. Ayok kita makan bareng, Tin~~~" Can dengan gaya imutnya merengek kepada Tin. Membuat Champoo yang melihatnya menjadi patah hati.

Dia berpikir bahwa Tin mempunyai hubungan spesial dengan Can.

Champoo pun pergi meninggalkan mereka berdua. Mengurungkan niatnya untuk mengungkapkan perasaannya.

Setelah Can menyadari bahwa Champoo telah pergi, dia melepaskan dirinya dari pelukan Tin.

"Haish Tin! Sampai kapan sih aku harus berpura-pura menjadi pacarmu gini." Can berkata kesal.

"Sampai perempuan-perempuan itu berhenti mengejarku." jelas Tin.

"Mana mungkin mereka tidak suka padamu yang memiliki wajah tampan seperti ini! Aku capek Tin pura-pura terus. Tiap hari bulu kudukku merinding. Semua perempuan yang kau tolak selalu memandangku seperti tatapan ingin membunuhku. Sial. Menakutkan sekali." Can merinding membayangkannya.

"Ya kalau kau tidak ingin membantuku tidak apa-apa. Besok-besok kerjakan tugas sekolahmu sendiri ya." ancam Tin.

"Tin...."

"Dan mulai besok kau berangkat sekolah sendiri naik bus."

"Tin...."

"Dan aku tidak akan mentraktirmu makan lagi."

Tin menarik bibir kanan nya. Dia merasa menang. Karna tahu kelemahan Can.

Tin dan Can memang aneh...

Mereka saling mencari kelemahan masing-masing, tapi tetap saling membantu satu sama lain.

Mereka saling benci dengan sikap satu sama lainnya.

Tapi juga saling bergantungan satu dengan lainnya....

Musuh ku adalah Sahabat ku.Where stories live. Discover now