"Ternyata lo masih inget sama gue. Sekarang lo udah tau apa rencana gue ndeketin sahabat lo. Lo pasti mau gagalin itu kan? Coba aja kalau bisa." Pemuda itu menyungging senyum licik.

"Gue masih sama kayak dulu. Nggak ada yang berubah. Gue tetep kejam ke orang yang menghalangi ambisi gue. Lo bisa aja jadi korban ke sekian karena ikut campur urusan gue."
"Gue terima tantangan lo. Tapi lo harus siap dengan semua konsekuensi kalau nantinya gue kalah." Setelahnya, pemuda itu tertawa kelakar lalu merobek - robek foto tersebut.

>skip<

Sementara itu, malam semakin larut. Jam di dinding ruang tengah sudah menunjukkan pukul 09.15 WIB. Namun, gadis satu ini masih belum bisa beranjak dari duduknya yang ditahan oleh sebuah buku. Ia adalah Isfany. Ia masih belum mengantuk. Ia mencari cara agar kantuk datang menyergapnya sambil membaca buku sekolahnya.

"Loh, kamu masih di sini?." Mama Santi keluar dari area dapur menghampiri Isfany.

"Iya, Ma. Fany masih belum ngantuk. Kan tadi Fany tidur siang di toko." Ucap Isfany meletakkan buku di meja.

"Tapi kan besok kamu masih sekolah. Nanti kalau bangunnya kesiangan gimana?." Tanya Mama.

"Kan ada Mama yang bangunin. Jadi nggak bakalan telat." Isfany menunjukkan raut percaya dirinya.

"Uuh. Bisa aja." Mama mengekeh diakhir kata.
"Jangan jangan gegara laki laki itu kamu nggak bisa tidur." Mama menyipitkan matanya.

"Iiih jijik! Mama apaan sih? Ogah ya Fany mikirin orang kayak gitu." Isfany langsung menekuk wajahnya.

"Masa? Kamu punya hubungan spesial ya sama ..mm siapa namanya, David?." Mama meledek.

"Enggak Ma. Kita cuma temen. Dianya aja yang keganjenan ngejar ngejar Fany terus. Fany juga risih digangguin cowok itu terus. Masa ya ma, hampir setiap hari Fany dijahilin terus sama dia." Kali ini bibir Isfany ikut ditekuk.

"Berarti kamu spesial di hatinya." Balas Mama dan membuat Isfany makin menekuk bibirnya. Mama terkekeh panjang.

"Mama boleh tanya sesuatu nggak? Sekalian cari kantuk buat kamu." Mama menatap Isfany dengan sorotan mata menyipit.

"Mau tanya apa, Ma?." Isfany bersedia ditanya meski masih ada perasaan kesal.

"Kamu seharian ini kenapa? Kok murung?." Mama mulai bertanya.
"Apa kamu ada masalah? Di toko tadi kamu juga enggak semangat." Belum dijawab pertanyaan pertama, Mama sudah bertanya lagi.

"Maaf ya Ma tadi Fany nggak sempet cerita ke Mama." Mood Isfany untuk belajar turun. Ia tertunduk lesu.

"Memangnya ada apa?." Degup jantung Mama mulai tidak beraturan.

"Tadi siang Fany ketemu nenek." Mama membulatkan mata begitu mendengar jawaban Isfany.

"Dimana?." Tanya Mama yang lumayan terkejut mendengar kata nenek disebut.

"Di depan toko Mama. Nenek ke sini mungkin karena ada acara reoni sama temennya. Jadi nenek nggak bawa kakak ke sini. Padahal Fany berharap ada kakak di sana." Jawab Isfany.

"Nenek bilang apa aja ke kamu?." Mama bertanya lagi.

"Nenek bicara hal yang sama. Sama seperti yang dulu selalu nenek ungkit ungkit. Nenek minta Fany ikut dengannya." Kemudian Isfany menceritakan detail pertemuan mendadak antara dia dan neneknya.

Butuh lima belas menit bagi Isfany menceritakan kejadian itu. Ia sempat berhenti cerita karena air matanya tiba tiba mengucur. Mama juga tidak bisa menahan butiran air matanya meski beliau tidak terisak.

"Maafin Mama, Fan." Mama mendekap tubuh Isfany.

"Mama kenapa minta maaf?." Mata Isfany menunjukkan kesayuan.

The End of My LoveOnde as histórias ganham vida. Descobre agora