16 - One Kiss

70.5K 4.7K 130
                                    

One kiss is all it takes
Fallin' in love with me
Possibilities
I look like all you need

Calvin Harris - One Kiss
.

.

"Gino! Cepat bangun! Mandi!" Andara menggoyang-goyangkan tubuh telanjang sang suami yang terlilit selimut. "Gino!" Wanita itu mulai merengek.

"Lima menit lagi Bunny, ngantuk banget," kata lelaki itu memeluk gulingnya lebih erat.

"Tapi, mandi dulu! Salat! Habis itu boleh tidur lagi!" tukas Andara galak, lalu keluar dari kamar. "Kalau nggak bisa janji bangun pagi, nggak usah ajakin aku lembur lagi!"

Mendengar ancaman sang istri, Gino segera bangun, membuat kepalanya sedikit pening karena gerakan yang tiba-tiba. "Jangan marah, dong! Iya, ini aku mandi!"

Hubungan Gino dan Andara sudah memasuki babak baru, sejak mereka berdua menghabiskan waktu seharian berjalan-jalan sesuai permintaan Andara. Kini, mereka sudah menjadi pasangan suami istri yang normal. Tidur satu ranjang bersama. Bahkan, keduanya sudah melakukan malam pertama mereka, beberapa hari yang lalu. Meskipun awalnya sama-sama canggung dan malu, karena itu kali pertama bagi keduanya. Akan tetapi, akhirnya lembur malam, jadi kegiatan rutin yang mereka lakukan.

"Ini susu putihnya, diminum," kata Andara pada Gino yang keluar dari kamar, setelah selesai mandi.

"Makasih Bunny, terbaik deh." Gino berjalan ke arah Andara dan mengecup bibir istrinya cepat, sebelum menegak habis susu putihnya.

"Hobi banget sih, cium-cium sembarangan!" gerutu Andara.

"Nggak usah sok jual mahal gitu, aku tahu kamu jatuh cinta sama aku juga karena ku cium." Gino mengedipkan sebelah matanya.

"Hari ini aku kelas pagi, kamu jangan lupa beres-beres rumah loh sebelum berangkat kuliah," kata Andara tak menanggapi gurauan sang suami.

"Iya, gampanglah urusan bersih-bersih rumah."

"Kalau aku pulang nanti, rumah berantakan, malem ini nggak ada jatah." Gantian Andara yang mengedipkan sebelah matanya pada sang suami.

***

"Eh, Andara!" Santi, salah satu teman dosennya memanggil.

Andara mendekati Santi yang sedang bergerombol dengan dosen-dosen lain di ruang tamu jurusan teknik arsitektur. Pada jam istirahat seperti ini, para dosen memang lebih sering menghabiskan waktu di ruang tamu dari pada di ruangan masing-masing.

"Apaan nih, Bu?" tanya Andara.

"Citra mau nikah abis lebaran nanti, kita lagi bantuin milih desain undangan," kata Santi antusias.

"Wah, beneran nih Mbak Citra?" Andara terlihat senang. "Sini, lihat desainnya."

Andara dengan fokus memperhatikan berbagai desain undangan pernikahan. Mulai dari yang simple, elegan, sampai yang terlihat mewah. Tiba-tiba ia memikirkan, bagaimana nanti resepsi pernikahannya dengan Gino. Akan pakai undangan yang seperti apa? Wanita itu jadi semangat sendiri memilih mana undangan yang ia minati.

"Mbak Citra! Ini bagus nih Mbak!" Andara menunjuk satu desain undangan yang berbentuk amplop.

"Cocok ini," kata Santi menyetujui. "Apalagi baju nikahanmu juga warnanya krem begini."

"Mbak Andara nggak sekalian cari-cari undangan? Siapa tahu juga mau nikah dekat-dekat ini," tanya Citra.

Andara tersenyum canggung. Dia bingung bagaimana menjawab pertanyaan Citra. Di sini tidak ada yang tahu tentang status pernikahannya kecuali Asih, kepala jurusan teknik arsitektur. Itu pun baru satu minggu yang lalu. Karena mau tidak mau, ia harus menyerahkan berkas seperti KTP dan kartu keluarga untuk berjaga-jaga, jika suatu saat diperlukan. Sebenarnya ia tidak akan memberikan berkas pernikahannya sampai Gino lulus nanti, tapi ia takut jika ketahuan atau ada masalah.

Not So Husbandable [REPOST]Where stories live. Discover now