Chapter 41

2K 281 37
                                    

17+

Catatan : Saya menggunakan rating 17+ ini bukan karena ada adegan-adegan yang tidak pantas saya tuliskan di sini untuk dibaca oleh para pembaca sekalian, tetapi saya menyelipkan sedikitnya pembahasan untuk dewasa yang (sekiranya) masih aman dibaca bagi pembaca yang berusia 15+ ke atas. Karena sejatinya, saya tidak mau menuliskan adegan seperti itu dan menambah daftar dosa saya. Sekian.

---oOo---


Satu tahun kemudian....

"Oh, kau sudah menyimpan berkas penjualannya di mejaku? Baiklah, aku akan segera ke sana.... Mm, benar.... Oh, ya, tolong sekalian beri tahu Sekretaris Kim untuk menyiapkan berkas-berkas yang akan kupresentasikan untuk rapat siang nanti. Ya, terima kasih." Pip.

Sehun meletakkan ponselnya ke dalam saku jas kerjanya, lalu mulai mengambil selembar keju dan diletakkan di atas roti tawarnya.

Tanpa sadar, Eunhee mengamati kesibukannya dengan ponsel pintarnya itu sembari bertopang dagu di atas meja.

Saat ini, mereka memang tengah menikmati acara sarapan pagi di meja makan, tetapi sayangnya, Sehun terlalu disibukkan dengan panggilan-panggilan penting di ponselnya yang membuatnya tak fokus dengan sepiring roti isi keju di hadapannya. Sebenarnya tidak hanya pagi ini, semalam pun Sehun sudah berkutat dengan berbagai macam kiriman e-mail yang mengharuskan laki-laki tampan itu merelakan sebagian jam istirahatnya demi mengecek berkas yang dikirimkan tersebut satu per satu.

Eunhee ingin memrotesnya, sekaligus menasihati Sehun agar tidak terlalu menyibukkan diri dengan pekerjaan. Karena selama satu tahun belakangan ini―selepas masa pernikahan mereka, kondisi tubuh Sehun jarang sekali baik.

Eunhee sering mendapati Sehun menelungkupkan kepalanya di atas meja di ruang kerja apartemennya dengan suhu tubuh yang cukup panas, lingkar hitam di bawah matanya tampak jelas, dan keadaannya benar-benar kacau. Dari situ, Eunhee menangis melihatnya, lalu memutuskan untuk lebih memerhatikan lagi segala kebutuhan Sehun agar laki-laki itu kembali sehat seperti sedia kala. Eunhee juga sering dengan tegas menegur Sehun bila suaminya itu mengabaikan jam makan malam. Pokoknya, jika Sehun tidak melakukan hal-hal yang wajib demi menjaga kesehatannya, maka Eunhee akan memarahinya tanpa asa.

Seperti pagi ini.

"Sayang, aku benar-benar harus pergi..."

"Habiskan sarapanmu atau aku akan mogok bicara seharian. Kalau perlu sampai kau mendengarkan nasihatku," potong Eunhee sinis seraya meletakkan selembar keju di atas rotinya, kemudian menambahkan susu kental di atas kejunya.

Sehun terdiam. Ia cukup sadar kalau Eunhee mengamati percakapannya tadi. Pandangan sang istri terkesan tajam dan penuh ancaman, tetapi Sehun terpaksa berpura-pura tidak melihatnya agar pembicaraannya via telepon tadi berjalan dengan lancar, karena ini menyangkut kepentingan perusahaan yang dikelolanya.

"Sayang..."

Eunhee meletakkan rotinya lagi ke piringnya dengan gerakan kasar. Ia kesal karena nyatanya tatapan tajam serta nada bicara sinisnya itu sama sekali tidak berhasil membuat Sehun mendengarkan permintaannya. Sesulit itukah?

"Aku sungguh muak." Eunhee menghela napas dalam dan mengeluarkannya perlahan. Matanya perlahan memburam akibat menahan diri agar tidak menangis. "Oh Sehun, sudah berapa lama kita berumah tangga, hm?" tanyanya, memulai percakapan serius yang tentunya mengundang suasana menegangkan. Eunhee membenci hal ini, tetapi Sehun malah terus memaksanya untuk terjebak dalam suasana tidak mengenakkan ini.

Her, Who I LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang