"Lo mau pesen apa?." Tanya Isfany sedikit lebih lembut dibanding sebelumnya.

"Kentang goreng aja kali ya. Sama es tehnya satu." Telunjuk Hana diletakkan di dagu sembari menjawab pertanyaan temannya.

"Oke. Lo tunggu sini." Isfany pergi ke meja pemesanan untuk melakukan kepentingannya. Lima menit menunggu akhirnya Isfany kembali ke tempat semula membawa nampan berisi dua porsi kentang goreng, satu es teh, dan satu es jeruk.

"Cepetan dimakan!." Isfany mengubah nada bicaranya yang tadi ketus menjadi ramah. Senyum simpul terukir di bibirnya.

Isfany dan Hana melahap mantap hidangan di depannya. Perut keroncongan yang membuat mereka sangat lahap.

"Gue udah selesai nih." Hana mengakhiri makannya dengan piring yang sudah kosong.

"Bentaran ya bayarnya. Mbak Nur masih sibuk ngurusin pembeli." Ucap Isfany dan diangguki Hana.

Selagi mereka bercerita mengusir kejenuhan, tiba tiba Bagas menghampiri.

"Hai, kalian." Sapa Bagas.

"Hai juga." Balas sapa Isfany tersenyum.

"Hai." Hana ikut membalas meski dengan senyum terpaksa.

"Kalian udah selesai makan?." Tanya Bagas duduk di kursi tersisa.

"Enggak liat piring kita udah bersih?." Hana berkata ketus. Entah kenapa Hana tidak pernah menyukai cowok bernama Bagas itu.

"Udah bayar?." Bagas kembali bertanya. Isfany menggeleng.

"Gue bayarin ya? Anggap aja traktiran pertemanan." Ucap Bagas.

"Eh, nggak usah. Nanti malah ngrepotin." Isfany merasa tidak enak.

"Enggak apa apa. Sekali kali lah nraktir temen." Bagas berkata sangat tenang.

"Nggak perlu. Kita masih punya uang kok. Buat apa kita minta bantuan orang lain kalau kita sendiri masih mampu?." Timpal Hana dengan nada sinisnya.

"Hana..." Isfany memperingatkan Hana.

"Niat gue cuma mau nraktir kalian." Bagas berkelit.

"Sorry ya Gas. Makasih sebelumnya buat tawarannya. Tapi kita masih bisa bayar sendiri kok. Gue juga nggak enak kalau harus dapat traktiran terus. Kemarin aja gue ngerasa nggak enak waktu David nraktir  tanpa sepengetahuan gue." Isfany menolak tawaran Bagas dengan cara yang lebih halus. Bagas menekuk bibirnya kecewa.

"Yaa, kalau itu keputusan lo gue nggak masalah. Tapi kalau nanti gue ajak lo pulang bareng mau nggak?." Bagas menarik simpati Isfany dengan cara lain.

"Mmm..." Isfany berpikir sebentar lalu mengangguk.

"Loh? Kok gitu sih?." Hana tidak terima dengan anggukan Isfany yang berarti menyetujui tawaran Bagas.

"Emang kenapa? Nggak masalah kan kalau gue pulang bareng Bagas? Toh juga lo nanti dijemput Papa lo." Isfany memberikan alibinya. Hana mati kutu dalam kekesalannya.

"Dah ya, gue mau bayar dulu. Sekalian balik ke kelas. Yuk?" Isfany bangkit sembari mengajak Hana ikut bangkit.

"Nggak. Gue ke kelas nanti aja ya. Sumpek di kelas." Hana berubah jadi cuek.

"Oke. Bye." Isfany meninggalkan meja menyisakan Hana dan Bagas.

Di meja itu masih ada ketegangan dari dua pihak. Seakan dua pihak itu tengah berseteru. Hana menatap tajam ke arah Bagas. Sedangkan Bagas tetap dalam keadaan santai.

"Lo kenapa sih liatin gue gitu banget? Naksir lo ke gue?." Bagas mengerutkan keningnya.

BRAK!

Tiba tiba Hana menggebrak meja kantin. Membuat dirinya menjadi pusat perhatian orang orang di kantin. Beruntung keadaan kantin saat itu sudah tidak begitu ramai.

The End of My LoveWhere stories live. Discover now