5 | Aji atau Aksa?

36.3K 3.8K 310
                                    

BELUM DI EDIT

***

"Ji, kalau sabtu nanti gue pergi gimana?"

Aji yang sedang memainkan PS miliknya mengerutkan kening, lalu tersenyum. "Alah, alesan lo doang, lo pasti mau ngasih surprise buat ulang tahun gue nanti 'kan?"

Adara mengigit bibir bawahnya. Saat ini cewek itu tengah duduk disamping Aji. Matanya sejak tadi melihat kearah televisi yang menyala, namun pikirannya melayang entah kemana.

"Gue serius, Aji."

"Gue juga serius, Adara." tekan Aji masih asik bermain.

Adara memukul kepalanya pelan. Bagaimana cara agar bisa membuat Aji serius disaat-saat seperti ini! Menghela nafas, Adara berucap serius.

"Ji, lo tau Aksa 'kan?"

Aji diam beberapa detik. "Oh, gebetan lo itu? Kenapa emang?"

"Dia ulang tahun ditanggal yang sama kayak lo."

Kalimat tersebut menbuat Aji benar-benar menghentikan permainanya. Cowok itu memiringkan kepalanya, menatap Adara dengan alis terangkat.

"Jangan bilang lo mau pergi kerumah gebetan lo itu sabtu nanti dan ngelupain acara khusus kita?"

Adara tersedak air ludahnya sendiri. Tatapan tak suka Aji membuatnya mati kutu. Bertahun-tahun bersahabat dengan Aji, mereka berdua punya tradisi 'khusus' merayakan ulang tahun.

Pada hari itu, setelah mengadakan pesta kecil-kecilan, mereka akan menuju tempat yang sejak dulu hanya mereka kunjungi dua kali dalam setahun.

Ayunan angin, kedai es krim didepan SD mereka dulu, rumah Bintang dan halaman pelangi.

Tempat-tempat yang cukup berarti bagi keduanya. Terdengar kekanakkan memang, namun pada nyatanya baik Aji dan Adara selalu ketempat itu di tanggal kelahiran masing-masing.

"Aji, kita selama ini selalu bareng---,"

"Lo serius milih gebetan lo itu daripada gue? Benar-benar nggak habis pikir gue, Dar," potong Aji cepat.
"Ji, tapi dia benar-benar butuh gue,".melas Adara. "Dia itu---,"

"Ya, ya, ya, Cinta emang selalu menang 'kan?" sinis Aji.

Adara tutup mulut. Mulai kesal dengan Aji yang sama sekali tidak memberinya waktu untuk bicara.

"Heh! Lo dengerin gue dulu!" kesalnya. "Dia benar-benar butuh gue, Ji! Lo masih punya keluarga yang ngerayain atau sekedar ngucapin selamat sama, lo. Tapi dia bahkan nggak punya waktu untuk sekedar dapat senyuman dari keluarganya,"

Aji ikut kesal. Selama ini dia sudah beberapa kali berpacaran. Namun, bagaimana pun sosok Adara selalu menjadi puncak utama perhatiannya, setelah keluarga. Mau bagaimana pun keadaannya, Aji selalu mementingkan Adara dibandingkan pacarnya. Begitu pula Adara. Aji pernah berfikir bahwa ada masanya ketika mereka berdua memilih menjauh karena memiliki orang lain.

Yang Aji tidak sangka, waktunya terlalu cepat. Aji hanya ingin Adara meluangkan waktunya untuk dirinya.

"Yaudah! Terserah lo aja! Toh gebetan lo itu lebih butuh lo 'kan?" Aji berdiri tegak. "Oh, ya. Lo nggak usah ngarang-ngarang cerita alay begituan. Bilang aja lo mau sama cowok lo itu!" langkah cowok itu berderap menuju pintu dan akhirnya suara keras bantingan pintu menggema ditelinga Adara.

Cewek itu menendang stik PS Aji, merasa kesal bukan main. Sejak. Mengenal Aji, Adara sadar cowok itu benar-benar egois dan berkepala batu.

***

Esoknya, Adara bangun lebih awal. Dia kali ini akan pergi sekolah dengan angkot. Ini salah satu dampak pertengkarannya dengan Aji. Adara tau Aji itu bagaimana dan pasti cowok itu tidak akan mau menjemputnya setelah pertengkaran mereka.

Saat berjalan melewati rumah Aji, Adara melihat motor cowok itu sudah terparkir di halaman rumah.Membuang muka, Adara melanjutkan langkah keluar dari komplek perumahannya.

Sampai di halte, ternyata dia tidak sendiri. Ada dua cewek berseragam SMP yang tengah asik mengobrol. Adara memilih berdiri bersedekab dada menunggu angkutan umum yang lewat.

Beberapa menit menunggu, mata Adara menemukan sebuah mobil yang tidak asing bergerak kearahnya.

"Nunggu angkutan umum?" kata pertama itu yang keluar dari sang pemilik mobil saat kendaraan itu berhenti didepan Adara.

Adara melihat senyum Aksa terkembang saat kaca mobil semakin turun. Seperti biasa, senyum cowok itu tampak menawan.

"Eh, iya, nih, Sa," Adara mengalihkan pandangannya, dua cewek berseragam dongker dibelakangnya tampak berbinar melihat wajah Aksa.

"Butuh tumpangan?" kata Aksa kasual. Adara tidak tau kenapa Aksa bisa menemukannya dan dia cukup malas untuk berfikir saat ini.

Dan tentu Adara tidak menyia-nyiakannya. "Untuk sekarang, iya." cewek itu berjalan memutar mobil Aksa dan duduk disamping cowok itu.
Hening beberapa saat setelah mobil itu mulai bergerak.

"Nggak bareng... Temen lo?" tanya Aksa dengan pandangan fokus kedepan.

"Enggak," balas Adara yang tanpa sadar terdengar ketus.

Aksa tersenyum. "Kenapa?"

"Lo tau, kayak pertengkaran antara sahabat?" Adara menjelaskan.

"Oh, gue ngerti," kata Aksa. "Kenapa kalian berantem?"

Adara ingin menjawab 'karena lo' namun malah kalimat lain yang keluar dari bibirnya. "Biasa, dia terkadang egois, gue jadi kesel sendiri."

Aksa ber'oh' kecil.

Sampai di gerbang sekolah, Adara menurunkan kaca mobil dan tersenyum kearah beberapa orang yang ia kenal.

Aksa menoleh, menatap Adara beberapa saat. Laki-laki itu menghentikan mobilnya ketika sampai diparkiran.

Adara sudah akan keluar dari mobil, namun saat ia menoleh kearah Aksa, ia terkejut. Tersentak akan tatapan ekspresi cowok itu saat ini.

Aksa menatapnya lurus, tanpa ekspresi namun matanya menukik tajam.

Adara pasti salah lihat saat ini. Aksa tidak mungkin berekspresi seperti itu. "Sa? Kenapa?" tanya Adara hati-hati.

Dengan ekspresi yang masih sama, Aksa berucap. "Apa semudah itu buat lo senyum sama orang lain?" suara Aksa terdengar marah.

"Hah?" Adara menatap Aksa tidak mengerti. Pertanyaan cowok itu membuatnya bingung.

Tanpa ia duga, Aksa mendekatkan tubuhnya, jarinya menarik dagu Adara hingga mata mereka bertatapan begitu dekat.

"Lo tau? Senyum lo itu...," Aksa menikmati wajah kebingungan Adara. Beberapa menit mata Aksa masih menajam, namun sadar akan sesuatu, Aksa melepaskan tangannya dari dagu Adara.

Ia perlahan menjauh, lalu ekspresinya berubah seperti sebelumnya. "Astaga, maaf, Ra. Gue akhir-akhir ini lagi tertekan," Aksa berekspresi penuh penyesalan. "Maaf, Ra. Gue nggak tau apa yang gue pikirin."

Adara mengerjab. Berusaha mencerna apa yang terjadi beberapa menit yang lalu. Ia menatap Aksa bingung. Apa yang barusan cowok itu lakukan? Adara seperti melihat sosok lain dari Aksa beberapa saat lalu.

***

Note:

Belum di edit. Maap kalau banyak Yang salah atau alurnya yang kecepatan.

Btw, kalau disuruh milih, kalian milih siapa?

Aksa(?)

Aji(?)

Don't be Naughty [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang