Kisah Tiga-Bahasa Daerah

25 9 6
                                    

Sejak lima hari yang lalu Lian telah bersahabat dengan suhu di bawah dua belas derajat tiap harinya. Keputusannya untuk jauh dari perkotaan telah mengajarkannya banyak hal. Hidup dalam serba-serbi kehidupan tradisional. Meskipun bangunan rumah di sini beberapa telah direnovasi menjadi model rumah perkotaan, namun tidak sedikit pula yang bersikeras mempertahankan rumah tradisional.

"Ning, sampun ngajeng?" tanya Minya sembari mengambil perlatan dan bahan-bahan untuk membuat sesajen.

"Belum, Niang." Jemarinya sibuk melanjutkan draft artikelnya. Nyatanya meskipun libur sekolah, ia tetap harus menyetor artikel hariannya.

"Dados kenten, Ning?"

"Masih nulis artikel, Niang. Setelah ini Lian makan."

Begitulah salah satu keunikan antara Minya dengan cucunya. Minya selalu menggunakan bahasa Bali halus, sedangkan Lian tetap menggunakan bahasa Indonesia. Sederhananya, mereka saling mengerti maksud dari lawan bicaranya, namun tidak bisa membalas dengan bahasa yang sama.

"Gelisan uwusan nika, Ning."

Seluruh indra Lian bekerja lebih maksimal, lebih tepatnya memfokuskan pada layar laptop yang baru menampilkan satu paragraf pembuka.

"Nggih, Niang." Hanya itu yang bisa Lian jawab dengan bahasa Bali halus.

Salah satu kelemahan Lian adalah menggunakan bahasa Bali. Bahkan tidak semua kosakata ia ketahui. Oh iya, rahasia terbesar Lian adalah selalu contekkan saat ulangan, kuis, dan ujian bahasa Bali. Jangan tanya masalah bagaimana caranya selama ini menjalankan misi rahasia itu. Lian selalu memiliki google translate di kelasnya.

Jangan salah paham dulu, tidak semuanya ia mencontek. Lian menguasai teori dalam pelajaran bahasa Bali. Hanya saat-saat membahas anggah ungguh bahasa saja ia lemah. Selebihnya ia kurang dalam praktek berbahasa daerah.

"Cening mangkin sampun bajang. Ngiring melajah basa Bali alus, Ning."

"Nggih, Niang."

Lian yang berjalan di usia enam belas tahun kerap mengalami kesulitan bila harus berhubungan dengan bahasa daerah. Di lingkungan rumah maupun sekolah ia selalu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Kehidupan perkotaan menantangnya untuk lebih mendalami bahasa internasional dan lebih sering menjumpai bahasa Indonesia karena dianggap paling aman dalam berbagai kondisi.

...

A/N
Maafkeun kalau Briggita ada salah tulis. Belum jago bahasa daerah (Bali) dan entah kenapa malah pingin banget belajar bahasa Sunda /plak

Sudut KisahWhere stories live. Discover now