Part 2

615 163 113
                                    

Votenya kaka...

*****

Ansel memarkirkan motornya di depan sebuah ruko. Sebelum Ansel masuk ke dalam ia memandangi ruko itu yang penuh dengan poster artis luar negri mulai dari rambut jambul ayam dengan kearifan luar sampai model rambut kearifan lokal. Ansel menggeleng kecil setelah itu ia masuk sambil membawa paper bag yang berisikan seragam sekolah yang baru.

Kring!

“Woi, Ansel datang,” teriak Dika yang sedang duduk di depan monitor berukuran 24 inch, tepatnya di barisan paling depan, sampai membuat yang lain mengalihkan pandangan mereka dari monitor masing-masing.

Ansel sudah sering melihat pemandangan seperti ini setiap paginya, teman-teman gamenya yang sudah stan by di warnet paling mewah di wilayah itu.

“Kuy join Sel. Dari tadi kita kalah mulu, kalau ada lo kita kan pasti menang. Ya gak?” tanya Boim.

“Iya!” teriak yang lain.

“Gue mau sekolah.”

“Wow!” seru mereka semua.

“Ada angin apa nih si Ansel mau sekolah?” tanya Reza.

“Dapat siraman dari Bapak Sultan kali,” timpal Dika.

“Emang mempan?” sindir Boim.

“Ya kagak lah, Ansel kan titisan baja. Mana bisa tuh nasehat Bapak Sultan masuk ke kuping kiri,” canda Reza, sampai membuat yang lain menertawai Ansel.

Tanpa mereka sadari Ansel sudah berdiri di tempat kekuasaannya, hidup dan matinya para anak gamers. Ansel bersiul dengan sangat keras agar mereka semua sadar siapa yang sedang mereka tertawakan.  

“Ampun, Sel!” Reza langsung berdiri dari tempatnya. Sedangkan yang lain mulai bungkam seperti ketakutan.
Ansel mengangkat tangannya perlahan mendekati tombol off.

“Maaf Sel kita cuma bercanda.” Boim mulai tidak tenang.

“Gue juga bercanda,” ucap Ansel enteng kemudian ia pergi ke kamar mandi.

“Alhamdulillah,” ucap mereka bersamaan.

Tidak perlu berlama-lama di dalam kamar mandi Ansel pun keluar dengan penampilan seperti biasa. Kemeja putih yang selalu dikeluarkan, dengan rambut yang tak pernah dipangkas selama libur panjang sampai Ansel seperti boy band Korea. 

Ansel memandangi mereka satu per satu dengan wajah datarnya, semua kursi anak gamers sudah dipenuhi kecuali kursi kebesaran Ansel yang masih kosong dan yang paling mencolok. Tidak ada orang yang berani menempati kursi itu karena Ansel sudah memperingatkan kepada mereka semua, siapapun yang berani menempati kursi itu akan dipastikan orang itu tak akan pernah bisa masuk ke tempat ini lagi.

“Gue cabut dulu,” pamit Ansel.

“Siap bos!”

“Lo semua juga harus sekolah!”

“Yahhh!” teriak mereka kecewa.

*****

Suasana ruang makan terasa canggung, Liqa hanya mengaduk-aduk makanannya sambil menatap Erik yang tengah menyantap makanannya dengan terburu-buru.

“Ayah tidak bisa antar kamu ke sekolah.”

Liqa masih memandang Erik tanpa mau mengeluarkan sepatah kata pun. Dari dulu memang seperti ini, Liqa tidak pernah diantar Erik ke sekolah.

“Bi Nur, dasi saya mana?”

“Ini tuan.” Bi Nur berlari ke arah Erik.

“Terima kasih.”

Gone : Liqa [END]Where stories live. Discover now