Halaman Empat Puluh Enam.

1.2K 316 22
                                    

1 September 2015,
Musim Gugur; Seoul

"Kabarku baik. Baik sekali."

Tidak. Ia berbohong lagi.

Pertemuan pertamaku sejak terakhir kali dibuka dengan satu kebohongan Jihoon. Jihoon tak terlihat jauh lebih baik. Satu-satunya yang berubah adalah rambut Jihoon yang telah banyak berkurang. Aku tahu, itu efek kemoterapi yang ia jalani satu bulan terakhir. Tubuhnya berkurang dua kali lipat, rahangnya jauh lebih tajam, sementara kedua bola matanya menjadi jauh lebih dalam dan kelam.

Satu yang tak berubah, ia masih sangat pandai berbohong. Ia tak mungkin baik-baik saja.

Bodohnya, aku mengulum senyumku seolah percaya padanya.

Untuk sekian ribu hal yang ia lakukan, aku merasa belum cukup berterima kasih padanya. Dan untuk satu bagian terbesar lainnya, terlalu banyak pertanyaan yang belum sempat kuajukan padanya.

Tak banyak cerita hari ini. Dalam jeda-jeda kosong yang Jihoon buat, bagiku sudah lebih dari cukup sebagai salam pertemuan. Aku hanya ingin melihat Jihoon dalam jarak dekat, lalu mengucapkan banyak terima kasih yang belum sempat kusampaikan.

"Woojin, aku boleh meminta pelukan?"

Aku mendekap tubuh ringkih itu, tubuh yang kehangatannya tak pernah berubah.

Aku tak sempat menghitungnya. Dalam dekapan itu, aku mengucapkan terlalu banyak kata 'terima kasih' padanya. Untuk ibuku, untuk lomba tari modern, untuk kesempatan menemuiku, karena menepati janjinya, karena Jihoon masih hidup dan memelukku hari ini, karena menghidupkan kembali Park Woojin yang telah kubunuh tiga belas tahun lalu, dan karena telah menyembuhkan seorang Park Woojin.

Terlalu banyak sampai suaraku nyaris saja habis. Memalukan sekali, 'kan?

46; kosong, tak ada harapan.

Jurnal Woojin; Tentang Jihoon✔Where stories live. Discover now