Halaman Empat Puluh.

1.2K 340 27
                                    

8 Agustus 2015,
Musim Gugur; Seoul.

Aku takut. Takut sekali.

Bahkan saat aku menuliskan ini, aku masih bisa merasakan bagaimana kedua tangan dan kakiku bergetar hebat siang tadi. Aku masih bisa merasakan degup jantungku yang berdentum tidak beraturan ketika Jihoon berlari melewati pintu kaca kelabu itu. Setelan putih, aroma obat-obatan yang menguar, wajah pasi Jihoon, sebuket bunga akasia kuning, semuanya terasa menakutkan.

Gamitan tangannya membawaku menjauhi lorong-lorong panjang rumah sakit, melewati taman, menjauhi kerumunan orang-orang berpakaian serupa miliknya, kemudian menaiki taksi.

Aku belum memahami situasiku, yang kutahu, aku terus mengikutinya dari tapak langkahnya di depanku. Jalan-jalan panjang yang kulewati tak lagi bisa kucerna saat itu. Aku bahkan belum sempat memahami tujuan Jihoon melarikan diri dari ruang rawatnya dengan melepaskan selang-selang mengerikan itu dari tubuhnya.

Operasinya akan dilaksanakan dua hari lagi. Aku tidak begitu mengerti, tetapi yang kutahu, operasi itu sesuatu yang buruk. Dan yang lebih buruk lagi, aku berlari bersama pasien rumah sakit yang melarikan diri dari ruang rawatnya.

Jalan panjang itu semakin menakutkan tatkala persimpangan yang kulewati semakin dekat pada satu tempat yang sangat kukenali; rumah sakit jiwa ibuku. Dapat kurasakan seluruh tubuhku menjadi dua kali lipat lebih dingin dari suhu yang seharusnya.

Aku mengamati mata milik Jihoon yang semakin suram di sebelahku. Pandangan dengan mata kosongnya yang lurus menatap jendela.

"Woojin, tolong kabulkan permintaan terakhirku."

Permintaan terakhir katanya.

"Temui ibumu, berikan bunga akasia ini untuknya. Aku ingin melihatmu memeluknya."

"Kumohon kabulkan permintaanku, sekali ini saja."

Seharusnya tak ada hujan hari ini. Seharusnya hujan tak memperburuk keadaan. Tepat ketika langit di luar jendela berubah kelabu, rasa takutku menjadi semakin besar. Aku takut, takut karena mungkin aku tak bisa memenuhi permintaan terakhir Jihoon, takut karena mungkin saja hujan akan turun, dan takut karena aku harus menghadapi ketakutan terbesarku sekali lagi; ibuku.

40; ia membenci hujan.

Jurnal Woojin; Tentang Jihoon✔Where stories live. Discover now