Halaman Dua Puluh Lima.

1.6K 441 37
                                    

3 November 2014,
Musim Dingin; Seoul.

Jihoon datang bersama sebuket tulip biru. Katanya, tulip biru berlambang persahabatan yang tulus.

Hadiah ulang tahun pertamaku sejak dua belas tahun lalu. Sejak Woojin kunyatakan mati di usia tujuh.

Aku menyukai hadiahnya. Sungguh.

"Woojin, bahagia dan luka itu sama saja. Tidak ada orang yang lebih terluka, dan tidak ada yang lebih bahagia. Kedua hal itu tidak bisa diukur, keduanya tidak memiliki jarak. Tapi yang aku tahu, kita berdua sama. Aku terluka, dan kau juga. Kita berdua mencari makna bahagia."

Binar mata Jihoon terasa amat sangat jujur. Aku merasakan kesungguhan dalam tiap ucapannya. Aku tak tahu bahwa aku membutuhkannya sejak kemarin.

Aku membutuhkannya. Aku butuh seseorang untuk mendengarkan pengakuan dosaku.

Aku ingin mengaku.

"Jihoon, aku membunuh ayahku, aku merebut hidup ibuku. Aku ... aku orang yang jahat, aku seorang pembawa sial. Dan seorang pembunuh, tidak diperbolehkan hidup bahagia."

Jihoon memelukku, menepuk pundakku dan menenggelamkan wajahnya di balik pundakku, "Kau bukan orang jahat, kau bukan pembunuh, Park Woojin. Kau temanku."

25; rahasianya bersembunyi dalam hidup yang terlihat sempurna.

Jurnal Woojin; Tentang Jihoon✔Where stories live. Discover now