renaissance

176 44 9
                                    

beberapa hari ini terasa asing bagi gue. gimana enggak, jelasnya gue sama michael udah bener-bener gak ngobrol sama sekali. kalo papasan, gue berusaha mungkin untuk menghindarinya. selain gue masih sakit hati gara-gara dia, gue juga belum siap ngomongin masalah gue dengannya yang kemungkinan besar membuat gue dan michael tidak menjadi sahabat lagi. lebih tepatnya, gue gak siap kehilangan michael sebagai sahabat gue. melihat penampilannya yang sedikit kacau dan mukanya ungu, gue ingin sekali bertanya kepadanya kenapa? habis berantem sama siapa, lagi?

belum lagi gue yang harus menghindari ashton. gue tau ashton kebingungan saat gue terus menghindarinya. dia bener-bener mencoba untuk mengajak gue berbicara. tapi gue menolaknya. gue tau dia pasti sakit hati sama perlakuan gue. tapi gue gak mau tersakiti lagi. like what calum said, i should learn to say 'no'.

calum, i haven't seen him in days. gue gak tau bagaimana kabarnya. kadang gue juga berasa kecarian karena gak ketemu dia beberapa hari ini. tapi untungnya harry dan zayn–bahkan sesekali luke mengajak gue untuk makan di kantin. selagi gue gak bersama michael, tentunya. untung aja gue punya mereka.

gue memasukki kelas sejarah dunia. pelajaran terakhir di hari kamis itu membuat gue sedikit terhibur atas apa yang terjadi seminggu ini. gue melihat bangku kelompok gue yang hanya terisi oleh gue, zayn, dan harry. tanpa calum.

"calum belum sekolah juga?" tanya gue khawatir,

"iya, wan. dia baru bilang kemaren katanya sakit," ujar harry. gue mengangguk mengerti.

"amerika, si calum mana?" tanya pak beben yang menyadari bahwa satu bangku di kelompok gue kosong.

"sakit, pak," ujar gue.

pak beben lalu menjelaskan materi ideologi dunia dan pengaruhnya pada gerakan kemerdekaan di asia afrika. gue tidak menyimak pelajaran pak beben kali ini. karena pikiran gue hanya muncul calum, ashton, michael, dan beberapa kejadian kecil saat crystal hampir membunuh gue di toilet.

"wanda, sebutkan isi politik etis yang dibuat pemerintah hindia belanda?!" mata pak beben menyipit. zayn menyikut lengan gue. sepertinya ia menyadari bahwa gue tak menyimak apa yang ia bicarakan.

"um–irigasi, emigrasi, dan edukasi, pak," ujar gue menjawab pertanyaan pak beben tanpa berfikir terlebih dahulu. anjir si beben ngeselin juga ternyata.

"bagus. lain kali perhatikan saya kalo lagi menjelaskan, wanda," ujar pak beben. gue mengangguk. kemudian pak beben mulai lanjut menjelaskan paham-paham baru yang muncul di asia-afrika, khususnya di indonesia. kemudian kami membuka laptop masing-masing karena pak beben sudah mengirimkan tugasnya ke email kami masing-masing.

"mikirin calum ya, wan?" tanya zayn tiba-tiba. gue sedang sibuk mengetik.

"apa ih, enggak," ujar gue,

"lu dari tadi bengong aja, anjir," ujar harry. gue hanya tersenyum.

"gak mau nengok calum, wan?" tanya zayn,

"emang dia sakit apa?" tanya gue,

"gak tau gue juga. ayo mau ikut nengok calum gak sama anak soccer?" zayn mengajak gue. gue berfikir sebentar. pastinya michael ikut untuk menengok calum.

"enggak deh, kayaknya. gue banyak pr soalnya. salamin aja ya dari gue," ujar gue. zayn dan harry mengiyakan.

"siap lah, calon pacarnya calum," ujar harry,

"hah? calon pacar?" tanya gue bingung,

"iya, wan. kan calum suka sama lo, anjir. lo gak tau?" ujar harry heboh walaupun ia masih sibuk mengetik di laptopnya sama seperti apa yang gue dan zayn lakukan saat ini.

kelas sejarah • 5sosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang