Perdebatan

82 6 6
                                    

Hal yang tidak kuduga sebelumnya, terjadi pada risa . Pagi itu, kulihat ada sesuatu yang aneh menimpa gadis itu. Wajahnya terlihat murung, tidak seperti biasanya. Risa yang setiap pagi menyapaku, pagi itu dia hanya diam menunduk di bangku kelasnya. Aku bingung, tapi terlalu gengsi untuk menanyakan kabar gadis itu. Jadi aku juga diam, duduk di depan gadis itu, dengan perasaan cemas yang berkecamuk di dada.
5 menit sebelum bel berdering, dia keluar dari kelas. Aku masih tetap diam, tak bersuara. Sekilas, saat gadis itu melewati kursiku, aku melihat wajahnya yang cukup pucat. Dia menunduk, tidak menghiraukan pertanyaan teman-temannya yang menghalangi jalannya. Lalu menghilang ditelan pintu kelas. Dan aku masih tidak melihatnya hingga pelajaran pertama berakhir.Aku memang lelaki pengecut. Hati dan bibirku tidak sejalan. Meski aku ingin menanyakan keadaan gadis itu, nyatanya bibirku hanya diam, bertindak acuh seolah tidak peduli.
Pada jam berikutnya risa memasuki kelas. Syukurlah, wajah gadis itu tidak sepucat tadi pagi. Dia sudah terlihat seperti risa yang biasanya, walaupun kutahu, dia seperti terpaksa bersandiwara. Padahal dari air mukanya aku bisa membaca "Aku tidak baik-baik saja,"

Dia tersenyum padaku, lalu berkata, "ram, hari ini aku gak bawa bento buat kamu. Kamu gak papa, kan? Nanti kamu beli makanan aja di kantin," ujarnya tersenyum. Aku balas tersenyum, kemudian mengangguk. Dalam kondisinya yang sedang sakit, dia masih tetap memikirkan orang lain.

Tanpa kusadari, aku beranjak dan duduk di bangku sebelah risa. Aku diam memperhatikan gadis itu. Dia menceritakan kejadian tadi pagi, mengoceh tentang dokter sekolah dan anggota PMR yang payah, dan obat di UKS yang tidak lengkap. Aku diam, tetapi aku mencoba mengikuti kata hatiku. Tanganku beralih menyentuh keningnya, menyeka keringatnya yang dingin. Aku membelai wajahnya, lalu kalimat yang keluar dengan lancarnya dari bibirku membuatku tersentak.

"risa, tolong, berhentilah suka padaku. Karena aku tahu, mencintaiku hanya membuat kamu menderita. Aku tidak ingin terus membuatmu menderita dan menangis sepanjang hari. Aku tidak bisa,"

Risa tersentak, lalu menatapku terkejut. Aku melanjutkan, " Kita sudah kelas 2, aku gak mau kamu terbebani tentang aku, aku ingin kamu lupain aku, dan jangan bermain-main lagi. Buktiin sama aku, kalo kamu bisa capai cita-cita kamu. Dengan, atau tanpa aku disisi kamu,"

Bodoh! Aku mengutuk habis-habisan semua kalimat itu. Tidak! Aku tidak ingin dia menjauh, munafik jika aku menginginkannya!

Risa diam, lalu dia mengangguk. Dan tersenyum.

"Oke. Aku akan mencoba melupakan kamu. Meski aku gak mau tahu, alasan kamu berkata begitu,"

Aku mencoba mengikuti kata hatiku, aku membiarkannya memelukku. Pelukan pertama dari risa. Dan sejak saat itu, aku berharap, jika itu bukanlah pelukan terakhir dari gadis itu

KehilanganDove le storie prendono vita. Scoprilo ora