Awalan

152 7 6
                                    


Namanya risya Tasaya Kaneta. Aku mengenalnya sejak kami sekelas, tepatnya 1 tahun yang lalu. Entah kebetulan macam apa, yang membuat aku selalu sekelas dengannya hingga kami kelas 2 SMK. Itulah yang membuat aku selalu berfikir hal aneh itu.

Jika ada keramaian, di situ pasti ada risya. Terutama pada saat acara perlombaan di sekolah kami. Risya akan berada di barisan penonton paling depan, dan berseru meneriaki orang yang dia kenal yang ketika itu menjadi peserta lomba. Dia akan berteriak paling keras dengan suara cemprengnya tanpa menghiraukan rasa malunya. Itulah, risya. Gadis ceria dan terheboh yang pernah kukenal selama hidupku.

Waktu itu, aku hanya diam, tidak memperhatikannya berteriak heboh di bangku penonton. Aku hanya menggelengkan kepalaku, bila melihat tingkah gadis itu.

Aku bahkan masih mengingat dengan jelas kejadian saat perlombaan yang diadakan sekolah pada musim panas lalu.

Hari itu pertandingan basket, dan aku diamanahi tugas sebagai kapten tim basket sekolah kami. Saat pertama kali aku memasuki lapangan, aku dikejutkan oleh tingkah konyol gadis itu. Bagaimana mungkin kusebut hal itu tidak konyol? Risya lagi-lagi duduk di baris penonton terdepan bersama dua sahabatnya. rani dan nissa. Mereka bertiga memakai baju berwarna merah terang dan berdandan heboh, sambil meneriaki tim kami. Sedangkan para siswa lain, hari itu mereka mengenakan baju olahraga berwarna hijau hitam. Sangat kontras, bukan?

Satu lagi yang membuatku berdecak sebal kala itu. Risya membawa spanduk besar bertuliskan “rama, Saranghae!” sambil terus memegangnya tanpa merasakan lelah sedikitpun. Tiga gadis itu tidak memperdulikan tatapan siswa dari sekolah kami bahkan dari SMK lain yang menghujami mereka. Mereka tetap saja melakukan aksi konyolnya.

Jujur, aku merindukan suara cemprengnya yang meneriakiku, ralat, menyemangatiku, saat itu.

KehilanganWhere stories live. Discover now