#13# Kembali

270 33 21
                                    

Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan dari Bukittinggi ke Padang, akhirnya mobil hitam yang kami tumpangi sampai di depan sebuah hotel megah, Pangeran City Hotel.

Perjalanan yang semestinya hanya memakan waktu sekitar dua jam paling lama malah ngaret sampai satu setengah jam. Bukan lantaran terjebak macet melainkan karena Pak Deswar, kepala sekolahku--beliau yang mengantar kami ke Padang--tersesat di tanah kelahirannya sendiri. Sang istri yang ikut mengantar kami meledeknya, baa apak ko? Di kampuang surang bisa lo tasasek (gimana bapak ini? Di kampung sendiri kok bisa juga tersesat).

Aku dan Hanna hanya tersenyum sepanjang perjalanan melihat kekonyolan Pak Deswar yang kebingungan mencari jalan menuju hotel tempatku menginap. Kenapa tidak lihat di GPS saja biar cepat?

"Koper Reeca yang mana?" Pak Deswar menurunkan koper merk Polo berwarna hitam-merah dari mobilnya.

"Yang bapak pegang," ujarku seraya menunjuk.

"Barek bana, mode urang ka marantau se. (Berat banget, kayak orang mau merantau aja)" Ledek Pak Deswar.

Aku hanya tersenyum. Menurutku koper yang kubawa tidak berlebihan. Aku membawa semua barang yang kuperlukan. Capslock SEMUA.

Senyumku terkembang saat memasuki lobby. Sehari meninggalkan hotel membuatku merasa kangen. Kalian ingin tahu kangen siapa?

Hehehe. Kangen WIFI-nya. #plak.

Kami menuju meja resepsionis. Pak Deswar meminta kunci kamar baru kami. Yap, kamar baru. Karena Ella besok pagi baru akan datang, maka malam ini Hanna menjadi roommate-ku.

218. Itu nomor kamar baru kami.

Seorang pelayan hotel berkemeja putih dengan celana bahan hitam tersenyum padaku. "Mari saya antar," ujarnya ramah. Wajahnya tampan, mengalahkan Sonny. #waduh.

Saking salfok dengan wajahnya nan rupawan, aku sampai salah dengar. Mari kita jadian? #tampar author 2X biar sadar.

Sesampainya di kamar, Pak Deswar menyuruh kami untuk istirahat. Mungkin beliau merasa bersalah karena membuat kami kelelahan dengan perjalanan hari ini.

"Nanti turun ke bawah untuk makan malam, ya." Nasihat Pak Deswar sebelum pergi.

Aku buru-buru mengeluarkan celana jeans dari koper. Tingkahku yang gabut membuat Hanna bertanya, "Kamu mau tidur pake jeans, Ree?" Wajahnya yang lelah memancingku untuk tertawa.

"Kok ketawa?" Protesnya.

"Aku mau gantung jeans ini di toilet biar besok pagi kering. Tadi pagi baru dicuci Mamaku, eh karena hujan jadi gak kering deh."

"Sama. Baju Hanna ada beberapa yang masih lembab." Hanna ikut-ikutan. "Tolong gantungin ya, Ree. Aku mau ambil wudhu dulu, belom shalat maghrib soalnya."

"Oke,"

Aku duduk santai di atas kasur empuk dengan satu tangan memegang remote. Pekerjaanku sudah selesai. Saatnya bersantai.

Volume TV sengaja kukecilkan agar Hanna bisa khusyuk dengan shalatnya. Selang lima menit, akhirnya Hanna selesai. Gadis itu tidak langsung bangkit, melipat mukenanya. Ia bersimpuh, berpikir, lalu mamanjatkan doa. Setelah memohon kepada Allah SWT, Hanna mengusap wajahnya dengan kedua tangan seraya mengusapkan aamiin.

"Astagfirullah!" Teriakan Hanna membuatku terkejut bukan main.

"Kenapa, Hann?" Tanyaku pada gadis yang masih duduk di atas sajadah itu. Ia menatapku bingung.

Sweet Science ✅[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang