10 • Mon Aide

1.1K 69 46
                                    


Setelah bermain biola bersama sang Kakek, Asyiah berkeliling kampus bersama Asyiah. Mulai dari mengunjungi bangunan utama, bangunan fakultas ekonomi dan arsitektur, kantin dan keliling danau Brayford Pool. Pohon-pohon yang tumbuh di sekitar danau mulai menggugurkan daun, pertanda akhir september ini musim gugur telah tiba. Daun-daun berwarna jingga memenuhi bantaran danau dan jalan setapak.

"Asyiah, akan sangat menarik kalau kita foto bersama patung prajurit itu!" Sahar berseru. Asyiah yang tengah asyik menikmati pemandangan lalu-lintas kapal di tengah danau langsung mengalihkan pandangan ke arah yang ditunjuk oleh kawannya itu.

Terlihat sebuah patung prajurit berdiri tepat di pinggir danau dekat lampu taman dan bangku. Bukan patung berzirah hitam pada umumnya. Namun, itu patung lelaki gemuk berbaju besi dengan motif bendera hijau-ungu dengan garis vertikal dan horizantal berwarna emas, di tengahnya ada lambang Britania Raya, yang itu semua merupakan bendera negara bagian Lincolnshire. Lelaki gemuk itu berkulit putih dengan kumis tebal dan jenggot. Kepalanya mengenakan helm abu-abu. Tak lupa, tangan kanannya memegang tameng bermotif kastil Lincoln, sementara tangan yang lain memegang pedang bermotif belah ketupat warna-warni. Asyiah dan Sahar pun bergegas ke sana dan memotret menggunakan ponsel.

"Duh, cacing di perutku sudah demo minta diisi, Asyiah," ucap gadis Belanda itu sembari memegang perut.

"Kita mau makan dulu?" tanya Asyiah.

"Iya, mungkin di restoran Portugis Nando's Lincoln yang kemarin malam kita hendak singgahi?"

"Boleh."

Karena jaraknya dekat, cukup berjalan kaki saja menyusuri jalan setapak di pinggir danau yang memesona. Bioskop Odeon, rumah makan Wagamama, hingga pameran mobil klasik yang ada di lapangan kecil, mereka lalui. Setibanya di Nando's, restoran itu terlihat berukuran cukup besar. Kali ini tak sesak kemarin malam. Mereka pun masuk. Lalu duduk di meja paling tengah.

Seorang pelayan datang. Dia memberikan daftar menu. Sahar meraihnya, kemudian dilihat-lihat bersama Asyiah.

"Kamu mau pesan apa, Asyiah?"

"Apa saja, asal tidak ada unsur babi dan minuman keras."

"Ya sudah, kita samaan saja, ya." Asyiah menganguk. "Kita pesan double hot wrap, peri salted chips dan garlic bread. Minumannya jus jeruk saja, ya. Semuanya dua."

Pelayan itu mencatat baik-baik semua pesanan.

"Eh, di sini ada pasta, tidak?" lanjut Sahar.

"Ada."

"Nah, itu juga. Kamu mau juga?" Sahar bertanya sembari menoleh pada Asyiah.

Muslimah itu menggeleng. Pelayan itu kemudian mengulang semua pesanan mereka. Setelah betul, dia bergegas ke dapur.

Dua belas menit kemudian, satu-persatu pesanan mulai memenuhk meja. Setelah siap, Asyiah mengucap basmalah terlebih dahulu. Lalu menyantapnya.

"Bagaimana?"

Asyiah mengacungkan jempol. Sahar tertawa renyah. Rasanya enak sekali. Roti bawang putihnya harum dan sedikit renyah. Kentang goreng berbalut sambal tomat itu terasa otentik. Juga potongan daging ayam serta selada air yang segar dan gurih. Omong-omong ini adalah kali pertama dirinya makan ala Portugis.

"Aku tak menyangka kita akan sedekat ini, Asyiah." Yang disebut namanya mengangguk sembari tersenyum lebar.

"Ngomong-ngomong, kau lahir tanggal berapa?" lanjut Sahar.

"16 Juni 1999."

"Wah, aku lahir 30 Desember 1998. Kalau begitu aku mesti memanggilmu Zister, panggilan dalam bahasa Belanda untuk adik perempuan."

Demi Surga yang TerbakarWhere stories live. Discover now