Hubungan Saudara [Versi Tulis Ulang]

9.2K 534 8
                                    

Satu jam lalu editor Alfian datang mengambil naskahnya, merasa pekerjaannya selesai, Alfian ingin menghubungi orang yang disuruhnya untuk menjaga Lisana di rumah sakit. Dari pembantunya bu Ita Alfian menemukan bahwa dokter yang merawat Lisana sering datang mengunjunginya.

Hampir ponsel di tangannya ia lempar karena amarahnya meledak. "Lisana," desis Alfian. Nama itu kini bagai racun yang perlahan merembes ke dalam jantungnya lalu memakannya perlahan dan menyiksa jiwanya.

Dia berniat mengusir Lisana dari hidupnya, tapi bukan berarti pria lain dapat merebut istrinya tepat di depan wajahnya. Apalagi mendengar penjelasan bu Ita, Lisana sepertinya merespon balik perhatian dari dokter muda bernama Ivan tersebut.

Apa Lisana tidak pernah menghormati dia sebagai suaminya? Hati Alfian meradang. Lisana yang menolak perceraian dan malah memilih bunuh diri sebagai gantinya, sekarang malah tersenyum lalu tertawa bersama pria lain.

"Apa kau benar-benar jijik menikahi pria cacat sepertiku, Lisana? Hingga kau memilih lebih baik mati daripada bercerai denganku secara baik karena takut melanggar janjimu pada Adrian. Dan sekarang kau tampak bahagia bersama pria lain. Sebenarnya apa maumu dariku? " Alfian memukul lengannya ke atas pegangan kursi roda. Dia memukul beberapa kali sampai tangannya memerah.

Di rumah sakit, Lisana tidak mengetahui pikiran gelap yang sekarang berkecamuk di kepala Alfian. Baginya perhatian Ivan padanya hanya lah sebagai tanda persahabatan biasa, tidak lebih. Lisana setiap hari malah memikirkan kondisi Alfian di rumah.

"Apa dia makan dengan benar?" Lisana bergumam sembari khawatir memikirkan kebiasaan makan Alfian yang tidak teratur. Biasanya ia yang mengatur jam makan Alfian walau ia sengaja menyembunyikan fakta itu dari Alfian sendiri. Lisana tahu jika Alfian sadar dia yang menyuruh para pembantu di rumah mengantarkan makanan adalah dia, pria itu pasti tidak akan mau makan lagi.

"Apa dia bergadang untuk menyelesaikan novelnya lagi?" Lisana bergumam terus seraya jarinya mengetuk dagu. "Aku takut dia jatuh sakit. Sebaiknya aku pulang saja besok. Lagipula kondisiku sudah membaik."

Rencana pulang Lisana sebenarnya tiga hari lagi. Namun, perasaan cemas yang melanda hatinya akan kondisi Alfian membuat Lisana tidak tenang. Dia berniat meminta ijin untuk pulang besok pada Ivan. Dan sorenya pada saat Ivan datang, Lisana segera mengutarakan keinginannya.

"Apa kau yakin... ingin pulang?"

"Apa maksudmu?"

Lisana menatap Ivan aneh. Setelah berpikir beberapa saat akhirnya Lisana mengerti apa maksud perkataan Ivan. Dia menghela nafas, sebelum berkata, "Istri macam apa aku ini meninggalkan suaminya tidak terurus lama. Meski kami punya pembantu di rumah, tugas melayani Alfian yang utama adalah milikku, istrinya."

Ivan terdiam, dia keberatan Lisana pergi. Baru saja dia mengerti alasan kenapa Lisana begitu mudah untuk dicintai.

Lisana tidak hanya memiliki wajah yang cantik, tapi juga hati yang setia dan tulus. Dia selalu mementingkan orang lain sebelum dirinya sendiri. Sampai di titik dia pasti akan melakukan apapun demi orang-orang di dekatnya bahagia.

Jujur Ivan ingin memiliki Lisana untuk dirinya sendiri, meski tugas awalnya pastinya bukan untuk itu. Ivan mencoba menahan perasaanya. Dia tidak bisa jatuh cinta pada wanita ini. Dia terlarang dan bukan untuknya.

Namun, Lisana juga tidak pantas untuk dimiliki pria macam Alfian Gadi. Pria itu jelas tak pantas memiliki wanita berhati malaikat seperti Lisana. Orang berhati iblis semacam Alfian, akhirnya akan membunuh malaikat di depannya kelak.

"Dia menyakitimu. Apa kau tidak membencinya?"

Mendengar pertanyaan dari Ivan, Lisana jadi mengingat sekilas masa lalunya dengan Alfian.

"Kau akan menikahi kakakku nanti?"

Lisana yang berdiri di samping Alfian dapat melihat jelas alis calon adik iparnya berkerut. Bibir tipisnya seperti ingin mengungkapkan sesuatu, tapi akhirnya tak jadi dan membuat Lisana penasaran.

"Apa? Kupikir kau senang, Fian. Aku akan menjadi kakak perempuan yang selalu kau inginkan." Lisana memeluk leher Alfian dari belakang, membuat pemuda yang baru beranjak menjadi pria itu terkejut dan tergagap dalam bicara. Tawa Lisana menggema dalam ruangan.

Alfian yang masih dipeluk Lisana terlihat kesal dan mau memberontak. Namun, nyatanya dia tidak pernah berniat menjauh ataupun melepas pelukan Lisana.

Alfian akhirnya diam dengan Lisana yang masih memeluk erat lehernya dari belakang sedang kepala Lisana sendiri bersandar di bahunya. "Kau lebih muda dariku dua tahun. Aku senang akan memiliki adik yang selama ini aku dambakan. Kau juga kan?"

"Aku seumuran dengan kak Adrian, tolong berhenti menganggapku adalah anak kecil," desah Alfian walau tampak marah, dia hanya pasrah saat mendengar tawa Lisana.

"Sikap manjamu membuatku sulit untuk berhenti memikirkanmu sebagai adik kecil, Fian."

"Aku tidak pernah bersikap manja!" bantah Alfian.

"Kau sering, contohnya ketika sakit panas kemarin kau tidak mau melepas tanganku dan Adrian."

"Uh," Alfian tidak mempunyai pembelaan apapun lagi. Dia memang sepertinya selalu bersikap manja pada kakak kembarnya dan Lisana.

Mendapati Alfian diam sekarang, Lisana tersenyum. Dia melepas pelukan di leher Alfian lalu sebagai gantinya dia mengelus puncak kepalanya. Dia memang harus agak berjinjit karena tubuh Alfian yang tinggi, tapi baginya Alfian selalu akan menjadi adik kecil manja yang selalu ia sayangi.

"Kurasa tidak mungkin aku bisa membencinya, Ivan." Lisana tersenyum sayang.

Ivan dengan berat hati akhirnya menyetujui permintaan Lisana. "Baik, akan kuijinkan kau pulang besok."

"Terima kasih," Lisana tersenyum manis pada Ivan, membuat pipi dokter muda itu merona dan akhirnya pergi berlari dari ruangan dengan alasan ada pasien mendesak yang harus dia periksa.

"Aneh, bukankah aku adalah pasien terakhir yang harus Ivan periksa?" Lisana mengedikan bahu seraya tertawa kecil.

Rusaknya PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang