18. Gazebo

2.6K 178 7
                                    


Erika masih menenangkan hati dipelukan Ibunya. Setelah reda tangisnya, terlihat Ibu membimbing Erika masuk ke kamar. Di kamar mereka bisa leluasa bercerita, sambil menemani Marsya yang mulai mengantuk karena belum tidur siang.

Sementara itu, Harris dan Ayah menyusuri taman belakang rumah. Mereka mengarah ke gazebo. Tempat yang nyaman dengan semilir angin menerpa seluruh sisi tempat duduknya. Gazebo beralaskan karpet dengan motif batik. Sepertinya karpet buatan industri lokal. Ada kolam ikan koi persis di sebelah kiri bangunan kecil beratap itu. Tempat yang tepat untuk duduk-duduk santai sambil minum kopi atau sekedar ngemil tempe mendoan.

Ayah mulai bercerita tentang kolam ikan Koi barunya. Ia sengaja membangun kolam itu atas permintaan istrinya. Sambil tangannya sibuk menyiapkan pakan ikan dalam wadah kotak plastik. Harris mengambil segenggam lalu menaburkannya ke kolam. Tak lama, ikan Koi berebut memakan butiran-butiran kecil yang mengapung dipermukaan kolam. Sangat menyenangkan untuk dilihat.

Ikan-ikan yang sangat beruntung. Mereka diciptakan ke dunia untuk dirawat manusia agar bisa dinikmati keindahannya. Itulah kehidupan, setiap makhluk punya peran kebermanfaatan di alam ini. Tak perlu iri dan tak perlu membandingan dengan mahkluk lain. Syukuri saja dan jalani dengan kesungguhan hati. Kalimat bijak itu muncul dari Ayah dengan wajah penuh rasa syukur.

"Selamat ya Ris. Ayah dengar Perusahaanmu terus melejit. Meski sempat turun nilai saham beberapa bulan lalu, sekarang naik drastis. Ayah hanya tahu sedikit, karena baca koran Info Bisnis."

"Makasih, Ayah. Alhamdulillah berkat do'a Ayah sama Ibu." Balas Harris sambil tersenyum.

Akhirnya pembicaraan masuk pada hal yang serius. Ayah menanyakan bagaimana kabar rumah tangga Harris?

"Alhamdulillah baik-baik saja, Yah." jawabnya datar dengan senyuman tipis.

"Ayah senang mendengarnya. Tapi yakin, tidak ada yang kau sembunyikan, Ris?"

Harris menarik napas panjang. Di depan Ayah yang pembawaannya tenang, ia seperti terhipnotis untuk berkata jujur apa adanya. Namun ia tidak tahu harus memulai dari mana.

"Ayah juga sama sepertimu. Sama dengan kepala rumah tangga lainnya. Semua pasti pernah menghadapai masalah. Jangan sungkan-sungkan bercerita atau bertanya ke yang lebih tua jika buntu. Meski tidak lebih pintar, tapi pengalaman hidup orang tua pasti lebih banyak, Ris." Ujar Ayah sambil menepuk pundak menantunya.

Harris spontan meminta maaf, karena belum sepenuhnya bisa membahagiakan putri Ayah. Harris sangat menyayangi Erika, namun entah mengapa Erika tiba-tiba ingin meminta berpisah.

"Berpisah! Sudah sejauh itukah masalahnya? Ada asap karena ada api. Tidak mungkin ia minta cerai kalo tidak ada yang serius. Ada apa?"

Harris menjelaskan bahwa komunikasi mereka tidak baik. Sering bertengkar, sering berselisih pendapat. Semua terjadi sekitar dua tahun terakhir. Namun yang parah satu tahun ini. Akhirnya sudah hampir enam bulan mereka pisah rumah.

"Sudah pisah rumah?"

"Ayah, ma-maafkan Harris."

Harris berusaha menjelaskan keadaan sebenarnya agar Ayah mertuanya tidak terlalu khawatir.

Ayah terdiam mendengar penjelasan Harris. Hatinya tiba-tiba menjadi sedih. Dugaannya selama ini salah. Ternyata badai rumah tangga anaknya jauh lebih besar dari yang ia perkirakan. Ia sedikit kecewa, mengapa Harris baru cerita di saat masalah sudah parah seperti ini.

"Kamu suatu saat akan tahu, bagaimana rasanya menjadi seorang Ayah dari anak perempuan. Jujur, aku tidak ikhlas kau sakiti anakku, Ris. Bukankah dulu kamu berjanji untuk membahagiakannya?"

Heart BreakerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang