19. Nasihat pak Arman.

9 1 0
                                    

HAPPY READING GUYS...

"kurang ajar," maki Alvi sehingga mendapat tatapan aneh dari seisi kelas.

"Siapa yang meletakkan ini di laci meja gue, siapa?" sembari menunjukkan ular-ularan.

Tidak lama kemudian pak Arman datang memasuki kelas sehingga murid-murid yang tadi nya berisik mempertanyakan siapa orang yang berani memasukan ular-ularan itu di laci meja Alvi.

"Diam, anak-anak." ujar pak Arman.

"Baru saya tinggal sebentar sudah pada ribut semua. Tingkah kalian itu melebihi anak TK, SD, dan SMP. Ingat kalian ini sudah SMA, dewasa seharusnya kalian berpikir jangan melebihi mereka ribut nya," cerca pak Arman.

Si Febri murid ternakal, teribut di dalam kelas menyahut, "Pak. Kalau kita tidak ribut mau jadi apa kelas ini. Masa iya kita harus diam, yang ada kelas ini kaya tidak ada penghuni nya lah pak."

"Bener tuh pak. Seharusnya bapak ngerti lah dengan ini semua. Kan bapak dulu juga pernah mengalami masa SMA dengan keributan-keributan dalam kelas. Atau mungkin bapak salah satu biang kerok keributan di kelas, ciee bapak." tambah Alan teman sebangku sekaligus teman ribut Febri di kelas. Semua murid tertawa.

"Diam!" gertak pak Arman.

"Masa sekolah saya dengan kalian semua itu berbeda jauh. Waktu saya seperti kalian tidak ada ribut-ribut apalagi biang kerok keributan dalam kelas dan membuat onar di sekolah. Masa saya dulu semua orang susah, tamat SD saja syukur. Makanya semua murid-murid dulu pintar-pintar bukan kaya anak sekarang yang gak tau apa-apa. Masalah gaya, nomor satu tapi isi otak nol besar." ucapan pak Arman membungkam mulut seisi kelas. Begitu juga dengan Alvi yang tadi nya berisik dengan teman sebangku nya membahas ular-ularan terdiam.

"Bapak sedih, miris sekali rasa ingin belajar di negara kita ini. Padahal dulu pahlawan dan masyarakat yang dahulu mati-matian merebut negara ini supaya bangsa kita bisa merdeka, dan rakyat pribumi bisa merasakan sekolah hingga menuntut ilmu tinggi-tinggi. Makanya orang dulu tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu setelah Indonesia merdeka." pak Arman hening tiga detik, saat ingin melanjutkan kata-kata nya tiba-tiba bel istirahat berbunyi nyaring.

Pak Arman menghembuskan napas nya gusar. "Yasudah lah. Gara-gara kalian jadianya bapak cerita panjang lebar supaya kalian sadar. Tapi kalau tidak sadar-sadar ya sudah lah. Soalnya kalian sudah pada besar, dan sudah tau mana yang benar, salah. Intinya bapak cuma pesan satu hal sama kalian semua, gunakan semua fasilitas pemerintah ini dengan belajar yang baik dan benar. Jangan bermain-main karena kalian-kalian inilah yang menjadi penerus bangsa nantinya. Kalau kami yang sudah tua ini tinggal tunggu waktu nya sajalah," sekali lagi pak Arman menghembuskan napas gusar, "Ya sudah sampai disinu pertemuan kita. Bapak harap pesan bapak ini bukan hanya kalian dengarkan tapi harus kalian resapi maknanya. Selamat siang untuk kita semua," setelah pak Arman berlalu semua murid kelas xii IPS 2 tidak ada yang bergerak dari bangku nya masing-masing.

Sampai bel sudah berbunyi dan guru lain belum masuk ke kelas nya mereka pun tetap sama seperti semula. Sebelum mengantisipasi omelan dari guru, mereka telah mengeluarkan buku dan alat tulis ke atas meja dan duduk diam dengan tangan yang terlipat rapi. Alvi duduk bersila diatas bangku. Hingga guru masuk ke dalam kelas dan memulai materi pembelajaran yang kemarin sempat tertunda tak ada satu pun yang membuat ribut-hening mendengarkan guru.

***



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Invisible LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang