Hadiah dari Daffa

10 3 0
                                    

Bukan dunia yang sempit.
Tapi kita yang memang ditakdirkan bersama.

-------------------------

Minggu kali ini diisi oleh Nadin dengan bersepeda ke taman kota. Sudah lama dia tidak ke taman untuk jogging. Nadin sudah merencanakan kegiatannya ini dari tadi malam.

Sekarang, Nadin sudah berada di sekitar taman. Banyak keluarga yang sedang berolahraga bersama. Dan banyak juga pasangan muda-mudi seusia dirinya sedang berolahraga sambil bercanda gurau.

Nadin dapat merasakan sedikit ketenangan saat berada di taman.

Dia meletakkan sepedanya di tempat parkir sepeda yang telah disediakan di dekat taman. Setelah itu, Nadin berlari mengitari taman yang lumayan luas.

Sudah cukup lama Nadin berlarian mengitari area taman, Nadin merasa lelah dan berhenti sejenak sambil merenggangkan otot tangan serta kakinya. Merasa sudah cukup beristirahat, Nadin ingin melanjutkan kembali berolahraga, sekaligus menuju tempat sepedanya di parkir.

Namun saat berdiri, Nadin ditabrak oleh seorang laki-laki yang memakai headset di telinganya. Nadin meringis pelan karna terjatuh. Laki-laki yang menabrak Nadin, mencoba membantu Nadin berdiri kembali.

"Sorry, aku nggak sengaja."

Nadin merasa mengenal suara itu. Dia mendongakkan kepalanya melihat orang yang baru saja menabraknya sekaligus meminta maaf padanya itu.

Saat melihat laki-laki itu, Nadin terkejut. Laki-laki itu pun sama seperti Nadin. Dia juga terkejut saat tau wanita yang ditabraknya itu adalah Nadin.

Dunia seakan sangat sempit. Nadin kembali dipertemukan dengan Delvin yang saat itu membuatnya terjatuh.

"Lo?!" kata Delvin.

"Kalau jalan lihat-lihat. Jangan berdiri di jalan orang kalau nggak ingin ditabrak," kesal Delvin lagi.

Nadin heran dengan Delvin yang mendadak marah-marah padanya itu. Bukan kah, seharusnya dia yang marah karena baru saja ditabrak. Ini malah sebaliknya. Delvin yang terlihat marah padanya, padahal Delvin lah  yang sudah menabrak dirinya.

Delvin meninggalkan Nadin yang masih terduduk di jalanan. Dia meninggalkan Nadin begitu saja dan tidak jadi membantunya berdiri.

Nadin berusaha berdiri dan menepuk-nepuk celananya yang sedikit kotor. Dia menoleh ke arah Delvin yang kembali berlari. Tak ambil pusing dengan sikap Delvin yang berubah-ubah, Nadin memilih melanjutkan niat awalnya dan berjalan menuju tempat dia memarkir sepeda.

Di belakang Nadin, ternyata Delvin berhenti saat Nadin sudah mulai pergi. Delvin tersenyum mengingat kejadian itu, sambil melihat kepergian Nadin, sampai tak terlihat lagi wujudnya.

Di tempat parkir, Nadin ingin membayar sewa parkir sepeda. Namun ternyata sudah ada yang membayarnya kata tukang parkir di sana.

"Udah dibayar, Neng. Tinggal dibawa aja," katanya.

Nadin mencari keberadaan orang yang telah membayarkan sewa parkirnya itu. Tapi tak ada orang di sekitar sana.

Nadin mengangguk tanda kesopanannya pada tukang parkir yang telah menjagakan sepedanya sebelum pergi. Setelah itu Nadin mengayuh sepedanya menuju panti.

Setibanya di panti, Nadin langsung meletakkan sepedanya di bagasi samping rumah. Dulu di sana tempat Om Candra meletakkan mobil. Om Chandra adalah almarhum suaminya Ibu panti.

Om Candra meninggal akibat kecelakaan. Dan mobilnya juga ikut hangus bersama Om Candra. Kecelakaan Om Candra terjadi 2 bulan sebelum Asya ditemukan dan diangkat anak oleh Ibu Ratih, Ibu panti.

Cahaya AsyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang