Persaingan

21 12 2
                                    

Terkadang orang tidak bisa membedakan mana cinta yang tulus
Dan mana yang sekedar obsesi
--------------------------------------------------


Hari ini, Nadin datang sedikit pagi dari biasanya. Di koridor menuju kelas dia bertemu Daffa yang menawarkan diri untuk mengantarnya ke kelas. Nadin hanya berjalan santai tidak memperdulikan ajakan Daffa itu. Sebenarnya Daffa sudah mulai mendekati Nadin kembali seminggu terakhir ini. Semenjak kejadian Delvin menolak tantangan Daffa seminggu yang lalu, Daffa mulai gencar mendekati Nadin dan memulai persaingan dengan Delvin lebih dulu. Hanya saja Delvin tidak peduli dengan apa yang dilakukan Daffa.

Nadin berhenti di depan kelasnya dan berbalik memandangi Daffa dengan sebelah alis yang terangkat. Daffa mulai gugup dipandangi Nadin seperti itu.

"Ehm ... sudah sampai ya, kalau gitu ... g-gue akan ke kelas. L-lo yang semangat belajarnya," kata Daffa gugup.

Nadin mengangguk. Setelah itu Daffa berjalan dengan cepat meninggalkan Nadin yang masih kebingungan dengan sifat Daffa yang mendadak seperti itu. Tak ingin memikirkannya, Nadin mulai beranjak masuk ke dalam kelasnya. Di tempat yang sama jauh di sana nada orang yang melihat sekaligus mendengarkan interaksi Nadin dan Daffa tanpa sepengetahuan mereka berdua.

****

Nadin sedang berjalan keluar dari toilet dan akan menuju kantin karena Vanya telah menunggunya di sana lebih dulu untuk mencari tempat. Namun di perjalanan, Nadin merasakan sesuatu yang mengganjal. Ia merasakan seperti ada yang mengikutinya, Nadin menghentikan langkahnya saat itu juga dan melihat ke sekitarnya. Tapi tidak ada apa-apa. Hanya ada kakak kelas cewek yang menatap Nadin aneh. Melihat itu Nadin melanjutkan langkahnya dengan cepat menuju kantin.

Sesaat Nadin tiba di kantin. Ada siswi seangkatan dengannya memanggil, dan memberikan sebuah surat. Nadin heran siapa lagi yang memberikannya surat di zaman yang sudah canggih ini. Meskipun keheranan, Nadin tetap menerima surat itu dan mengucapkan terimakasih dengan isyarat tangannya. Setelah itu Nadin melangkah menuju tempat yang telah Vanya duduki lebih dulu.

Kejadian yang terjadi pada Nadin barusan, dilihat oleh anak-anak yang sedang ada di kantin dan jadi bahan pembicaraan akhirnya. Hal itu pun pastinya tak luput dari pandangan Daffa yang juga ada di kantin saat itu bersama tiga temannya. Dan kini Daffa menatap curiga Delvin yang sedang membaca novel di depannya.

****

Saat di kelas, Vanya yang punya penyakit kepo akut mulai mencerca Nadin berbagai pertanyaan dan sampai sekarang Vanya masih bertanya soal kejadian di kantin tadi. Padahal situasi sekarang sedang ada pelajaran berlangsung, tapi Vanya tetap tidak perduli hal itu.

"Ayolah Nad, kasih tau aku apa isi surat itu," kata Vanya sambil menggoncang lengan Nadin.

Nadin tetap fokus menyalin catatan yang ada di papan tulis. Melihat Nadin tetap tidak merespon meski ditanya terus-menerus. Vanya berhenti dan mulai memasang wajah cemberut.

"Lo mah ih, ngga asik." Vanya cemberut.

"Vanya, Nadin. Apa yang kalian bicarakan?" ujar pak Budi nyaring.

Beliau sedang mengajar mata pelajaran kimia di kelas itu, dan telah lama memperhatikan Vanya yang terus-menerus berbicara dengan Nadin.

"Em ... tidak ada pa," jawab Vanya.

"Kalau tidak ada, kenapa saya lihat kamu selalu berbicara dengan Nadin. Apa kamu tidak menyalin yang ada di papan tulis?"

"Eh, itu ... saya hanya bertanya pada Nadin, Pak. Saya masih belum mengerti materi kali ini, makanya saya bertanya padanya."

"Oh ... kalau kamu tidak mengerti, seharusnya tanyakan saja pada Bapak. Jangan mengganggu Nadin yang lagi fokus menyalin catatan."

"Iya pak, lain kali saya akan bertanya pada Bapak saja," kata Vanya sambil mengangguk.

"Bagus kalo gitu. Sekarang tanyakan pada Bapak, apa yang kamu tidak mengerti tentang materi kita kali ini," kata Pak Budi.

Vanya mulai kebingungan harus menjawab apa. Dia melirik Nadin yang ada di sampingnya untuk meminta bantuan. Namun sayang, Nadin tidak melirik ke arahnya sedikit pun.

"Em ... itu Pak, anu ...." Vanya bingung mau berkata apa.

"Anu apa Vanya, cepat katakan!"

"Itu pak, saya mau bertanya tentang it-"

Teeett ... teeettt ... teetttt ....

"Ya sudah, pertanyaan kamu tampung saja dulu. Minggu depan kamu tanyakan kembali kalau masih tidak mengerti. Kalau gitu pelajaran kita akhiri sekarang, sampai jumpa lagi di pelajaran kimia berikutnya."

Setelah itu Pak Budi keluar kelas. Vanya menghembuskan nafas lega. Bunyi bel pulang menyelamatkannya dari cercaan Pak Budi yang tak ada hentinya itu. Kali ini Vanya mulai menggerutu lagi pada Nadin.

"Kamu sih Nad, tinggal bilang apa isinya susah banget sih. Untung aja ngga ketahuan tadi," kata Vanya.

Nadin mulai menulis sesuatu di buku notenya. "Aku belum tau isinya apa, makanya nggak bilang."

Vanya yang membaca tulisan Nadin itu pun mengangguk-anggukan kepala tanda mengerti.

"Bilang kek Nad, dari tadi. Kan jadinya aku ngga kepo kaya gini."

Nadin hanya menganggkat bahu acuh dan berjalan keluar kelas lebih dulu dari Vanya karna sudah selesai membereskan buku serta alat tulisnya. Vanya yang ditinggal mulai berteriak lagi.

"Nadinnnnnn. Aku ditinggal muluuu sihhhh."

Vanya dengan cepat memasukkan buku dan alat tulis ke dalam tasnya, lalu berlari mengejar Nadin yang sudah meninggalkannya sangat jauh.


_______

Hai ... hai ...
Aku datang setelah sekian lama malas update.
Ada yang masih nunggu cerita ini ngga?

Salam sayang♡
Yessysan

Cahaya AsyaWhere stories live. Discover now